Frensia.id- Diteliti, benarkah pakaian seksi dapat memengaruhi cara orang menilai kompetensi seseorang di tempat kerja? Beberapa peneliti seperti Peter Glick, Sadie Larsen, Cathryn Johnson, dan Heather Branstiter, mengkajinya secara serius pada tahun 2005.
Penelitian mereka mencoba menjawab pertanyaan ini dengan mengeksplorasi bagaimana wanita yang berpakaian seksi dibandingkan dengan gaya bisnis dinilai dalam pekerjaan berstatus tinggi dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara berpakaian memiliki dampak yang signifikan terhadap emosi dan persepsi, terutama bagi mereka yang berada dalam posisi kerja berstatus tinggi.
Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan mahasiswa pria dan wanita sebagai partisipan. Mereka diminta untuk menilai seorang wanita yang tampil dalam video, yang daya tarik fisiknya dipertahankan tetap konstan.
Wanita tersebut diberikan dua peran berbeda: sebagai manajer (yang dianggap pekerjaan berstatus tinggi) dan resepsionis (pekerjaan berstatus rendah). Di setiap peran, ia tampil dalam dua gaya berpakaian berbeda: gaya seksi dan gaya bisnis formal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika wanita tersebut berpakaian dengan gaya seksi dan berperan sebagai manajer, partisipan menanggapinya secara lebih negatif. Mereka merasakan lebih banyak emosi negatif dan menilai dia sebagai kurang kompeten dibandingkan dengan manajer yang berpakaian lebih netral atau formal.
Reaksi negatif ini secara signifikan dimediasi oleh respons emosional peserta, artinya perasaan negatif mereka terhadap penampilan yang provokatif memengaruhi persepsi mereka tentang kompetensinya.
Sebaliknya, saat wanita yang sama berperan sebagai resepsionis, gaya berpakaian tidak berdampak pada penilaian peserta. Mereka tidak menunjukkan perubahan emosi atau persepsi kompetensi berdasarkan apakah wanita tersebut berpakaian seksi atau netral.
Hal ini menandakan bahwa manipulasi penampilan memiliki dampak yang lebih besar pada persepsi seseorang dalam peran dengan status sosial yang lebih tinggi, seperti manajer.
Penelitian ini memberikan gambaran penting tentang bagaimana bias terkait penampilan berperan dalam dunia kerja, terutama bagi wanita dalam posisi kepemimpinan. Wanita yang menduduki pekerjaan berstatus tinggi, seperti manajer, sering kali diharapkan menunjukkan penampilan yang lebih profesional dan formal.
Ketika mereka melanggar norma ini dengan berpakaian seksi, orang cenderung menganggap mereka kurang kompeten, terlepas dari kemampuan nyata mereka. Reaksi emosional negatif yang dipicu oleh pakaian yang “tidak pantas” ini dapat mengurangi kredibilitas mereka sebagai pemimpin.
Namun, dalam peran berstatus rendah, seperti resepsionis, penampilan kurang berpengaruh terhadap persepsi kompetensi. Ini menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat terhadap penampilan profesional sangat bergantung pada hierarki status dan otoritas dalam suatu pekerjaan.
Temuan ini menunjukkan bahwa cara berpakaian yang dianggap seksi dapat merugikan wanita dalam pekerjaan berstatus tinggi. Pakaian yang lebih provokatif membangkitkan reaksi emosional negatif yang mempengaruhi penilaian kompetensi, bahkan jika kualitas pekerjaan dan kemampuan mereka tetap sama. Di sisi lain, dalam pekerjaan berstatus lebih rendah, pakaian tidak memiliki pengaruh yang sama.
Penelitian ini menekankan pentingnya memperhatikan bias penampilan di tempat kerja, terutama bagi wanita yang memegang peran kepemimpinan. Penilaian profesional harus lebih berfokus pada kemampuan dan kinerja, bukan pada pakaian atau presentasi diri.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa norma sosial dan ekspektasi terhadap penampilan masih memengaruhi cara seseorang dinilai, dan hal ini memiliki dampak nyata pada karier wanita di dunia profesional.