Frensia.id – Frensia Institute menganalisis jumlah surat suara rusak dalam Pemilihan Bupati Jember yang berlangsung beberapa waktu lalu. Hasil analisis ini cukup mengejutkan, terutama karena sejumlah kecamatan di kawasan perkotaan, tercata rajanya surat suara tidak sah.
Analisis tersebut dilakukan berdasarkan D Hasil Pemilu Kada Jember yang telah ditandatangani secara resmi oleh penyelenggara. Berdasarkan data yang dihimpun, kecamatan dengan tingkat surat suara rusak paling rendah adalah Ambulu. Dari total 55.102 suara, hanya 1.026 suara yang dinyatakan rusak atau sekitar 1,9%.
Posisi kedua ditempati Pakusari. Dari 20.751 suara, sebanyak 434 suara rusak atau 2,1%. Sementara di posisi ketiga ada Arjasa dengan 485 suara rusak dari total 18.567 suara, atau sekitar 2,6%.
Namun, fakta yang mengejutkan datang dari kecamatan di kawasan perkotaan. Kecamatan Kaliwates, yang notabene pusat aktivitas ekonomi dan peradaban Jember, justru mencatat jumlah surat suara rusak tertinggi. Dari total 56.371 suara, sebanyak 1.692 suara atau sekitar 3,0% dinyatakan tidak sah.
“Ini cukup unik, mengingat masyarakat di kawasan perkotaan seperti Kaliwates umumnya lebih rasional. Angka kerusakan suara yang tinggi ini tentu menarik untuk dikaji lebih dalam,” ujar Mashur Imam, tim analis Frensia Institute, pada 15 Desember 2024.
Tak hanya Kaliwates, kecamatan Sumbersari yang juga berada di jantung kota mengalami situasi serupa. Dari total 55.509 suara, terdapat 1.589 suara rusak, atau sekitar 2,9%.
“Jika diukur dari jumlah keseluruhan, Sumbersari berada di posisi Jelbuk setelah Jelbuk untuk jumlah surat suara rusak. Namun, jika ditinjau dari persentase, posisinya sedikit di bawah Kaliwates,” tambah Imam.
Sementara itu, Patrang menjadi kecamatan dengan persentase surat suara rusak kedua secara persentase. Dari total 45.313 suara, sebanyak 1.352 suara atau 3,0% dinyatakan tidak sah.
Kecematan ketiga adalah Jelbuk. Daerah ini cukup jauh dari perkotaan. Hanya saja secara persentase juga tinggi dari total suara yang masuk. Kalau jumlah kecil, yakni 463 namun persentase mencapai 3,0% karena total surat suara yang dicoblos juga sedikit.
Lebih lanjut, Imam menjelaskan bahwa perlu kajian lebih mendalam untuk mengetahui penyebab tingginya angka surat suara rusak di beberapa kecamatan tersebut. Namun, ia menyebut ada tiga jenis kerusakan umum pada surat suara: varian coblos ganda, coretan, dan sobekan.
“Dari penelitian sebelumnya, varian coblos ganda cenderung mendominasi kerusakan suara. Penyebabnya bisa karena pemilih yang kecewa atau tidak puas dengan kandidat yang tersedia, atau biasa disebut disenchanted voters,” ungkap Imam.
Meski begitu, ia menekankan bahwa data yang lebih lengkap terkait kondisi fisik surat suara masih dibutuhkan untuk memastikan jenis kerusakan yang paling dominan.
Analisis dari Frensia Institute ini tentu memberikan gambaran menarik terkait dinamika pemilihan di Jember. Dengan angka kerusakan surat suara yang signifikan di kawasan perkotaan, pertanyaan seputar efektivitas sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pemilu pun patut menjadi perhatian ke depan.