Frensia.id – Haji mabrur menjadi impian setiap muslim yang melaksanakan ibadah haji. Karena selain pahalanya yang besar, pengampunan dosa juga balasannya tidak ada lain kecuali sorga.
Menurut Ketua LDNU PBNU, Gus Aab dalam khotbahnya di Masjid Jami’ al-Baitul Amien Jember, Haji sebagai ibadah yang Penuh makna mengandung pesan penting seperti menjaga keseimbangan dunia dan ukhrawi, etos kerja dan membangun tauhid individual-sosial.
Tawaf dan Sa’i : Relasi Dunia dan Akhirat yang Simultan
Dalam haji dikenal dengan tawaf dan sa’i. Tawaf menandakan larutnya hamba dalam keharibaan Allah, sementara sa’i menandakan bagaimana manusia mencari kehidupannya di dunia.
Sa’i hanya boleh dilaksakan setelah tawaf, kalau ada orang melakukan sa’i terlebih dahulu sebelum tawaf, maka tawafnya tidak dihitung.
Kenapa hal ini harus beringingan baik di dalam rukun haji maupun umroh ? hal tersebut dalam pandangan Gus Aab menandakan manusia di dunia ini punya dua kewajiban yang harus dilaksanakan simultan dan seimbang.
Melakukan yang terkait dengan dunianya dan melakukan hal terkait dengan akhiratnya. Menjaga hubungan yang baik dengan Allah dan menjaga relasi yang baik dengan sesama manusia.
Menurut Ketua LDNU PBNU, Gus Aab rahasia kenapa tawaf dan sa’i harus tujuh kali putaran ? karena hal tersebut menandakan bahwa hari manusia dalam seminggu. Manusia tidak boleh lepas dari kepentingan uhkrowi dan kepentingan duniawi.
Ketika tawaf dan sai sudah dilaksanakan dengan sempurna dan masih ada sisa waktu, yang ditambah untuk mengisi sisa waktu tersebut adalah dengan tawaf sunnah, sebab tidak ada sai sunnah.
Artinya ketika manusia telah meyelesaikan seluruh kewajiban ukhrawi, ibadah secara mahdah kepada Allah, hal yang terkait dengan kepentingan akhirat dan pada sisi sama manusia juga telah melaksanakan dengan segala yang berhubungan dengan kehidupan dunianya dan masih ada sisa waktu, yang ditambah bukan kegiatan dunianya namun kegiatan akhiratnya.
Sa’i : Etos Kerja dan Tawakal
Sa’i dalam makna harfiahnya adalah usaha, dimulai dari sofa maknanya kejernihan hati dan kesucian jiwa dan berakhir di marwa maknanya kepangan dada dan penghargaan yang tinggi.
Hal ini menandakan manusia dalam mencari karunia Allah dengan usaha di dunia ini harus dimulai dari hati yang bersih dan jiwa yang suci. Bahwa bekerja niatnya adalah ibadah ibadah, oleh sebab itu dalam bekerja jangan sampai melakukan sesuatu yang bertentangan dengan makna ibadah itu sendiri.
Berakhir di marwah memberikan pesan apapun hasil yang diperoleh manusia harus diterima dengan kelapangan dada dan penghargaan yang tinggi bahwa hasil itu merupakan anugerah terbesar dari Allah swt.
Sa’i merupakan rekonstruksi perjuangan Hajar mencari air untuk putranya Nabi Ismail as. berputar sampai tujuh kali menunjukkan bahwa bekerja mencari karunia Allah harus dengan semangat mujahadah dan etos kerja yang tinggi serta tidak berputus asa.
Menurut Ketua LDNU PBNU ini, orang yang sudah berhaji namun dalam bekerja mereka tidak memiliki etos kerja yang tinggi sehingga melakukan perbuatan yang culas dan tidak jujur, sejatinya mereka tidak sa’i namun hanya berlari-lari saat dalam ibadah haji.
Wukuf : Tauhid ibadah menuju tauhid Umat
Menurut ketua LDNU PBNU, Gus Aab bahwa ketika seseorang melakukan wukuf di arafah, mereka berkumpul dengan jutaan umat Islam yang lain, duduk sama rendahnya berdirinya sama tingginya, memakai pakaian yang sama dan beribadah dengan cara yang sama, ini ada prinsip dari tauhidul ibadah menuju tauhidul ummat.
Menurutnya, manusia tidak boleh membeda-bedakan yang satu dengan lainnya hanya karena persoalan status sosial yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Tapi hakikat yang membedakan antara mereka tidak lain adalah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Simbol-simbol yang dilaksanakan dalam ritual haji semuanya memliki implikasi sosial dalam kehidupan nyata. Oleh karenya kemabruran haji yang disampaikan oleh Rasulullah tidak diukur banyak ibadah, tidak diukur dari kuatnya bagaimana manusia itu melakukan ritualnya kepada sang khalik.
Tetapi justru tolak ukurnya, bagaimana akhlaknya dan sikapnya terhadap sesama manusi dan kepentingannya terhadap kemanusiaan. Semakin banyak jamaah haji pulang dari tanah suci, harapannya — seharusnya– mereka mampu untuk menanamkan nilai-nilai dan ajaran dari pada ritual haji itu dalam kehidupan nyata.
Alhasil, pesan yang seharusnya menjadi pijakan seseorang sudah berhaji — maupun belum pernah– bisa menumbuhkan etos kerja yang kuat sehingga dapat memberikan kontribusi signifikan dalam lingkungan kerja mencapai keberhasilan.
Selain itu, mampu mengcover kepentingan dunia dan akhirat serta menciptakan kesalehan individu dan sosial secara simultan.