Frensia.id – Hikmah puasa ramadhan tidak hanya monolitik pada dimensi relasi vertikal. Namun hikmah puasa jua memiliki relasi dengan dimensi kemanusiaan.
Dalam Istilah lain disebut hikmah puasa dari sisi sosial kemasyarakatan. Puasa ramadhan dapat memupuk solidaritas sosial (social solidarity) antar umat muslim khususnya dan masyarakat luas.
Hal itu tercipta dari rasa lapar dan haus dalam menjalankan ketentuan syariat yang menimbulkan perasaan setara dengan orang-orang miskin yang hidup kesehariannya sering merasakan kelaparan dan kehausan.
Situasi seperti ini akan menumbuhkan empati dan kepedulian bagi kalangan yang tergolong tidak mampu.
Menarik apa yang ditulis oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad, Ia mengatakan puasa akan mengingatkan keberadaan orang-orang yang kelaparan dari kalangan orang-orang miskin.
Selain itu, dalam Fathul Qadir Imam Ibnu Humam mengatakan sesungguhnya tatkala orang yang puasa itu merasakan sakitnya rasa lapar pada sebagian waktu, hal itu akan mengingatkan pada seluruh keadaan waktu yang akan membawanya bersegera untuk peduli kepada orang yang kurang mampu.
Melalui puasa ramadhan sikap ta’awan dan solidaritas kemanusiaan yang luhur itu merupakan buah dari proses transendensi hubungan dengan Allah (hablu min Allah) yang menghasilkan sifat kemanusiaan yang luhur pula.
Jika puasa ramadhan dengan segala usahanya yang besar menahan lapar dan dahaga sepanjang hari namun tidak ada resonansi solidaritas sesama manusia, tidak menghasilkan kepedulian dan kepekaan sosial, nampaknya sulit mencari piranti atau sarana lain untuk menumbuhkan solidaritas itu.
Apalagi situasi kehidupan yang serba mahal ditambah sifat individualistik yang kain menakutkan.
Ramadhan tidak hanya dioperasikan dan dimaknai sebatas kewajiban saja, lebih dari itu sebagai basis implementasi dari teologi antroposentrisme transendental untuk memanusiakan-manusia.