Frensia.id- Suksesor dari Jenghis Khan, Ogedai Khan adalah seorang pecandu berat minuman keras. Tidak seorang pun yang bisa mencegah keinginannya untuk terus menenggak minuman yang mampu menghilangkan kesadaran.
Semakin dinasehati maka ia akan semakin terlarut untuk terus mengkonsumsi. Akhirnya minuman keras yang ia gemari memberikan pengaruh terhadap kesehatannya dan ia menemui ajalnya dalam kondisi tak sadarkan diri sehabis mabuk berat.
Minuman keras dan segala jenis yang memabukkan dan menghilangkan kesadaran adalah sahabat akrab bangsa mongol yang dikenal kejam, bengis, tak kenal ampun, dan sadis.
Kematian Ogedai Khan dalam kondisi mabuk dan kegemarannya menenggak minuman keras adalah cermin dari bala tentaranya. Dapat disimpulkan kalau tentara dan rakyatnya, sekalipun tidak seluruhnya, gemar untuk mabuk-mabukan.
Begitu pula dengan ayahnya, Jenghis Khan. Minuman keras sudah bukan barang asing lagi baginya dan kaumnya. Hanya saja ada fakta menarik antara Jenghis Khan dan minuman keras.
Khan agung bangsa Mongol tersebut secara pribadi pernah mengeluarkan sebuah pernyataan yang menunjukkan pandangannya tentang minuman memabukkan ini.
Dalam buku “Bangkit dan Runtuhnya Bangsa Mongol” Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi memaparkan pandangan Jenghis Khan tentang minuman keras yang justru bertolak belakang dengan prilaku bangsanya pada umumnya.
“Apabila seseorang tidak mampu untuk mencegah minuman keras dari dirinya, maka cukuplah baginya untuk meminumnya tiga kali dalam satu bulan, karena apabila lebih dari itu maka ia telah melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri. Apabila ia hanya meminumnya dua kali dalam satu bulan, maka itu lebih baik baginya. Jika hanya sekali saja dalam satu bulan, maka lebih besar kebaikan yang ia dapatkan. Dan, jika ada seseorang yang tidak pernah meminumnya sama sekali, maka ia sudah melakukan perbuatan yang agung, ia berhak mendapatkan pujian dan penghargaan”.
Dilihat dari redaksi tersebut, secara pribadi Jenghis Khan memahami betul sisi negatif dari minuman keras. Tetapi tidak pungkiri ia masih saja tetap mengkonsumsinya.
Sekalipun berbeda dengan anaknya Ogedai, Jenghis Khan tidak memperkenankan minuman keras menguasai dirinya. Pernyataan yang ia kemukakan tersebut, jika dihayati lebih lanjut menunjukkan pengalamannya sendiri sebagai hasil atau akibat dari mengkonsumsi sesuatu yang memabukkan terhadap tubuh dan daya pikirnya.
Khan yang mengerikan dan ditakuti oleh seluruh penguasa-penguasa dimasanya, ternyata bisa berpikir waras. Mampu mengenal apa yang baik dan buruk untuk tubuhnya, lebih-lebih untuk kemampuannya dalam mengatur strategi.
Ia tidak akan berhasil menggetarkan lawan-lawannya apabila hanya disertai oleh bala tentara yang kuat, setia dan solid saja. Tetapi harus dipimpin oleh orang yang benar-benar jenius.
Sedangkan kejeniusan tidak mungkin berada pada orang yang otaknya rusak. Jenghis Khan menyadari minuman keras dengan bermacam-macam jenisnya mampu merusak kemampuan berpikir, sehingga dapat berimbas kepada kecerdikan untuk memenangkan perang.
Jenghis Khan dikenal sebagai seorang yang tidak berlebihan dalam berbagai hal, termasuk dalam menenggak minuman keras dan persoalan seksual.
Mungkin hanya berlebihan dalam hal berkuasa, tidak ada sejengkalpun dari permukaan bumi yang tidak ingin ia kuasai. Oleh karenanya, Jenghis Khan sampai akhir usia, pikiran dan tubuhnya tetap terjaga baik.
Fatwa atau seruan dari Jenghis Khan terkait minuman keras ini menunjukkan kepeduliannya terhadap perawatan akal pikiran.
Sebarbar apapun bangsa Mongol, nyatanya pimpinan terbesar mereka telah mempunyai perhatian kepada peradaban yang berbudaya, yaitu dengan tidak mencederai fungsi akal pikiran.
Sekalipun begitu, karena telah menjadi budaya yang sulit untuk dihentikan. Jenghis Khan sendiri ketika memberikan himbauan tidak langsung mengharamkan tetapi memberikan peluang untuk berhenti tahap demi tahap.
Mirip dengan metode Islam ketika mengharamkan meminum khamr, pertama larangan ketika waktu sholat hingga dilarang sama sekali. Khan terbesar ini memberikan tahapan mulai dari 3 kali selama satu bulan, lanjut 2 kali, 1 kali dan tidak sama sekali.
Semakin sedikit semakin baik, bahkan bagi yang tidak sama sekali akan mendapatkan pujian dan penghargaan, tetapi anaknya, Ogedai, tidak mampu melakukannya.