Frensia.id- Irving Singer merupakan guru besar filsafat yang pernah fokus pada gagasan cinta dari para filosof. Perdebatan demi perdebatan ia rinci secara baik dan bahas dalam karya-karya yang dianggap sebagai trilogi filsafat cinta.
Salah sangat rinci menggambarkan dinamika perdebatan pada filosof tentang cinta adalah pada jilid pertama. Buku yang diterbitkan MIT Press 2009 ini menggambarkan Irving Singer memulai perjalanan filosofisnya dengan mempelajari cinta dalam dua aspek utama: sebagai penilaian dan pemberian, serta sebagai produk imajinasi dan idealisasi.
Dalam pendekatan yang mendalam dan terperinci, ia meneliti berbagai perspektif dari para pemikir besar sepanjang sejarah, seperti Plato, Aristoteles, Plotinus, Ovid, Lucretius, Santo Augustinus, Santo Thomas Aquinas, dan Martin Luther. Setiap filsuf ini membawa pandangan yang saling bertentangan, namun dengan caranya masing-masing, berusaha merumuskan apa sebenarnya cinta itu.
Singer tidak hanya berhenti pada pemahaman filosofis semata, tetapi juga menguraikan konsep idealisasi erotis yang sering kali menggerakkan cinta manusia. Setelah membahas dimensi cinta dalam ranah duniawi, ia memperluas analisisnya menuju dimensi spiritual, mengeksplorasi bagaimana idealisasi keagamaan berperan dalam membentuk konsep-konsep cinta di dalam tradisi Yudeo-Kristen.
Di sini, ia menyoroti empat bentuk cinta utama: eros (cinta erotis), philia (persahabatan), nomos (hukum), dan agape (cinta kasih tanpa pamrih). Dalam pandangan Singer, Katolikisme Abad Pertengahan berusaha memadukan keempat jenis cinta ini dalam apa yang disebut sebagai “sintesis caritas,” sebuah upaya untuk menyelaraskan cinta manusiawi dengan cinta ilahi.
Di bab ini, ia juga menyoroti, gagasan kritis Martin Luther, yang menolak gagasan bahwa cinta bisa disintesis. Luther berpendapat bahwa cinta hanya benar-benar eksis dalam pemberian kebaikan yang tak terbatas dari Tuhan kepada manusia dan seluruh alam semesta.
Bagi Luther, cinta sejati melampaui upaya manusia untuk memahaminya melalui berbagai kategori dan bentuk, karena cinta Tuhan adalah kasih yang melimpah tanpa batas. Lebih dari sekadar menjelaskan berbagai pandangan, Singer mengeksplorasi implikasi humanistik dari teori-teori cinta ini. Ia menggali bagaimana setiap cara pandang, baik yang bersifat filosofis maupun teologis, memberikan wawasan baru tentang hakikat manusia dan bagaimana kita merespons cinta dalam hidup kita sehari-hari.
Melalui analisis yang penuh kedalaman ini, Singer tidak hanya memberikan penguraian yang kaya tentang berbagai bentuk cinta, tetapi juga menunjukkan relevansinya dengan cara kita memahami hubungan dan moralitas dalam konteks humanisme.