Frensia.id- Pernyataan kontroversial Prabowo Subianto, memaafkan koruptor asal mereka mengembalikan uang negara, banyak menuai reaksi. Pernyataan ini mengundang tentang bagaimana negara menangani tindak pidana korupsi.
Bagaimana bisa, koruptor dimaafkan? Sementara itu, dari sejarah Islam, terdapat tokoh mengajarkan bahwa pemberantasan korupsi membutuhkan lebih dari sekadar memaafkan, ia Umar ibn Abdul Aziz. Kepemimpinannya menunjukkan bahwa integritas seorang pemimpin dapat menciptakan perubahan, tanpa kompromi dengan tindakan yang merugikan rakyat.
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sering dianggap sebagai simbol reformasi dalam sejarah Islam. Dalam study Kebijakan Umar ibn Abdul Aziz dalam Pemberantasan Korupsi, M. Nasihudin Ali, mengupas bagaimana Umar II menjadi teladan dalam memerangi korupsi dan menciptakan pemerintahan yang adil. Tulisan ini menggambarkan langkah-langkah revolusioner yang dilakukan Umar dalam memimpin Dinasti Umayyah.
Pada masa pemerintahannya, Umar ibn Abdul Aziz menghadapi kondisi pemerintahan yang dipenuhi korupsi, nepotisme, dan ketidakadilan. Umar dengan tegas memecat pejabat-pejabat korup, termasuk Yazid ibn Muhallab, Gubernur Khurasan, yang terbukti menggelapkan pajak.
Menurut Ali, Umar menggantikan mereka dengan pejabat yang memiliki integritas tinggi tanpa memandang latar belakang suku atau afiliasi politik, sebuah langkah yang jarang dilakukan pada masa itu. Ia juga melibatkan alim ulama sebagai penasihat untuk memastikan kebijakan yang diterapkan sejalan dengan prinsip keadilan Islam.
Selain itu, Umar dikenal sebagai pemimpin yang berani mengembalikan hak-hak masyarakat yang telah dirampas oleh pejabat sebelumnya. Ia membatalkan penguasaan ilegal atas tanah rakyat dan memastikan kekayaan negara digunakan untuk kepentingan publik.
Dalam tulisannya, Ali mencatat bahwa Umar menggunakan kas negara untuk membangun infrastruktur seperti sumur, irigasi, dan jalan, yang sangat mendukung kesejahteraan rakyat. Ia juga menghapus pajak tambahan (jizyah) bagi non-Arab yang telah memeluk Islam, sehingga memperkuat persatuan umat dan menghapus diskriminasi.
Kesederhanaan Umar sebagai pemimpin menjadi aspek lain yang disoroti dalam tulisan Ali. Umar menolak kemewahan dan memilih hidup dalam kesederhanaan.
Umar menjual pakaian dan perhiasan mewahnya setelah menjadi khalifah, lalu hasilnya dimasukkan ke Baitul Mal. Gaya hidupnya yang sederhana menjadi cerminan dari prinsip kepemimpinannya, yakni mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya.
Ali meyimpulkan bahwa Umar ibn Abdul Aziz adalah teladan seorang pemimpin yang memprioritaskan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Kepemimpinannya membuktikan bahwa dengan keberanian moral, transparansi, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat, sebuah pemerintahan dapat mencapai stabilitas dan kemakmuran.
Dalam konteks modern, Umar II mengajarkan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya memerlukan sistem yang kuat. Tetapi juga pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan keberanian untuk bertindak tegas.