Frensia.id – Ketentuan adab berpuasa bagian ketiga dalam kitab Maqâshid Ash-Shiyâm menurut Imam al-‘Izz bin Abdus Salam adalah hendaklah berdoa sebelum berbuka puasa.
Menurut ulama yang bergelar Sulthanul Ulama bermazhab Syafi‘i yang lahir pada 577 Hijriah tersebut adab ketiga puasa dalam kitab Maqâshid Ash-Shiyâm adalah jika tiba waktunya berbuka puasa hendaknya untu berdoa terlebih hahulu.
Menurutnya doa yang dibaca saat berbuka puasa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dahaga telah sirna, urat-urat telah basah dan pahala sudah pasti, insya Allah.”
Diriwayatkan pula bahwa saat berbuka ia membaca doa:
اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezki-Mu aku berbuka.”
Hadis tersebut terdapat dalam HR. Ibnu al-Mubarak dalam az-Zuhd, 1410, dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, 4/239.
Dalam hadis lain, disebutkan:
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan hingga aku mampu berpuasa dan memberiku rezki hingga aku dapat berbuka.”
HR. Al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, 18052 dan Ibnu Sini dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah, 479.
Jika diamati doa yang tercover dalam tiga doa tersebut mengandung rasa syukur, kegembiraan dan harapan.
Sebelum berbuka puasa sungguh adab yang istimewa menghaturkan rasa syukur dengan memuji Allah yang telah memberi pertolongan kekuatan sehingga bisa berpuasa.
Jika bukan karena karena pertolongan Allah dan didorong keinginan mulya untuk berpuasa maka seseorang tidak mungkin bisa melakukannya.
Disinilah pertama-tama adab dalam berpuasa menghaturkan rasa syukur kepada Allah sebelum berbuka puasa.
Pada sisi yang bersamaan pula berdoa pada berbuka puasa karena riski yang hendak dimakan merupakan riski dari Allah saw.
Berpuasa karena karunia dari Allah dan berbuka puasa karena nikmat Allah, lalu pantaskah tidak berdoa saat berbuka puasa?
Berdoa identik dengan pengukuhan ketidakmampuan diri serta kebutuhan seorang hamba pada Allah saw, tuhan yang maha kuasa.