Gorengan merupakan jenis makanan yang sering kita jumpai dan paling banyak di gemari oleh masyarakat Indonesia. Siapa yang tidak kenal dengan tahu isi, tahu petis, pisang goreng, hongkong, ketela goreng, tempe goreng, kentang goreng dan sebagainya.
Hal ini tidak lain disebabkan cara pembuatannya yang relatif mudah, hampir semua orang faham resep dan cara mengolahnya.
Ditinjau dari segi teknik penyajiannya, gorengan masuk dalam kategori junk food , yaitu makanan yang mengandung lemak jenuh, gula dan garam yang tinggi. Karena itu, gorengan mempunyai cita ra yang gurih dan manis, tergantung jenisnya, sehingga membuat ketagihan untuk mengkonsumsinya.
Alasan lain masyarakat Indonesia banyak yang mengkonsumsi adalah karena makanan ini cukup efektif memperolehnya, dimanapun ada, dari segi finansial harganya relatif murah, dari segi etis sebagai makanan yang disajikan untuk tamu, cukup mampu mewakili tata nilai kepantasan dan kesopanan berdasarkan konteks lingkungan Indonesia.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa warga Indonesia nyaris seluruhnya pernah mengkonsumsi makanan ini. Bahkan diantaranya ada yang berlebihan.
Menurut berbagai sumber media dan sudah difahami secara umum oleh masyarakat bahwa mengkonsumsi gorengan secara berlebihan akan menimbulkan berbagai penyakit, hal ini tidak lain dikarenakan komposisi bahan dan kandungan minyak dalam proses penggorengan dapat berefek pada kesehatan tubuh.
Diantaranya adalah, obesitas, penyakit jantung, diabetes, resiko munculnya kanker, ancaman kesehatan kulit.
Namun bagi seseorang yang bekerja dan menjalani hidupnya lebih banyak menggunakan fungsi otaknya, semisal penulis. Maka harus lebih mempertimbangkan apabila hendak makan gorengan, apakah masih dalam kewajaran atau telah berlebihan. Hal ini dikarenakan sedikit dan banyak akan berpengaruh pada kinerja otak.
Seorang penulis agar menghasilkan tulisan yang menarik maka ia harus memiliki kemampuan berfikir yang tajam, terampil dan kemampuan menggunakan kata-kata secara trengginas.
Dalam kasus ini, sebagaimana menurut studi, pada tahun 2016 yang diterbitkan di Clinical Nutrition menunjukkan bahwa gorengan disamping mengakibatkan peradangan otak, juga memberikan pengaruh terhadap ketajaman dan keterampilan berpikir selama 10 tahun.
Studi lain, pada tahun 2023 yang diterbitkan dalam Proceedings Of The National Academy Of Science, intensitas yang tinggi mengkonsumsi gorengan akan mengakibatkan depresi. Satu porsi gorengan tiap hari mampu menimbulkan kecemasan 12 persen dan depresi 7 persen dibandingkan dengan mereka yang tidak mengkonsumsinya.
Kendati seorang penulis mampu dianggap menarik dengan gaya bahasa yang penuh kecemasan dan depresi sebagaimana kondisi kejiwaan yang ia alami. Akan tetapi berlarut-larut dalam situasi tersebut akan memberikan dampak pada fungsi otak dalam jangka panjang.
Minyak yang menjadi ciri khas gorengan, akan berbaur dalam aliran darah, hal ini akan menjadikan sirkulasi terhambat atau setidaknya percepatan menuju otak kurang maksimal.
Oleh karena itu ketajaman dan keterampilannya lambat laun akan semakin menurun, dimulai dengan kesulitan mengingat dan mengartikulasikan sesuatu yang ingin ia utarakan.