Mengenal Konsep Pulung Dalam Istilah Politik Masyarakat Jawa dan Mitosnya

Friday, 17 May 2024 - 06:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ilustrasi pulung jatuh (Sumber: Pixabay)

ilustrasi pulung jatuh (Sumber: Pixabay)

Frensia.id- Ketika terdapat kontestasi pilihan kepala desa, sering kita mendengar istilah pulung. Jadi, pada malam terakhir sebelum pemilihan, apabila rumah calon kades di datangi seberkas cahaya biru yang turun tepat di rumahnya atau disampingnya, maka dapat dipastikan bahwa dia lah yang akan memegang tampuk kekuasaan di desa tersebut.

Cahaya itulah yang disebut sebagai pulung atau dalam istilah lain dikenal dengan wahyu kedaton. Dua istilah yang dulunya sangat akrab di telinga masyarakat Jawa tradisional, sekarang telah dimodernisir dengan sebuah konsep yang sebenarnya secara esensi sama, yaitu elektabilitas.

Konon dalam sejarah Jawa, Sultan Hadiwijaya atau yang juga dikenal dengan Joko Tingkir, tatkala kalah perang melawan anak angkatnya, Sutawijaya, penguasa baru Mataram Islam, kepulangannya dari penyerbuan tersebut, ia menyempatkan diri untuk ziarah ke makam Sunan Pandan Arang.

Sesuatu yang tidak pernah ia duga justru terjadi. Juru kunci makam memberikan penolakan dan tidak memberi izin kepada raja Jawa tersebut yang kalah perang. Menurutnya pulung raja telah berpindah.

Baca Juga :  Bedah Buku Dibanjiri Ratusan Ummat Antar Agama, UIN KHAS Siapkan Rekomendasi Penguatan Moderasi Eco-Theology

Dalam tradisi Jawa, pulung menjadi alat legitimasi politik, bahwa siapapun yang kejatuhan akan memperoleh kemulyaan dan disegani. Begitu juga dengan sebaliknya, ketika pulung tersebut telah pergi, dengan mudahnya orang tersebut akan dicampakkan.

Hal ini dapat dilihat pada era dimana seseorang sedang berkuasa. Pada waktu presiden Soekarno sedang berjaya, sederet atribut ia sandang sebagai simbol bahwa dirinya memiliki pengaruh yang besar karena kekuasaannya. Semisal, sang ratu adil yang bisa mengatasi krisis dari keterjajahan menuju kemerdekaan, pemimpin besar revolusi, penyambung lidah rakyat dan seniman agung.

Ketika kekuasaan beralih kepada Presiden Soeharto, maka atribut tersebut bergeser pula. Preseiden kedua tersebut mendapat gelar bapak pembangunan, jenderal besar yang dipuja selama 32 tahun.

Sama halnya Soekarno tidak berbeda dengan yang di alami Soeharto, karisma yang dijunjung tinggi ketika berkuasa semuanya berdasar mitos. Sekali ia jatuh dari panggung kekuasaan, yang mana artinya pulung tersebut pergi, maka segera mungkin kehormatan yang selama ini ia terima turut sirna.

Baca Juga :  Musim Hujan, Tebing Rawan Longsor Ancam Madrasah di Silo

Secara jelas dapat dilihat, pada kontestasi Pemilu, Pilkada ataupun Pilkades. Mereka yang dulunya memperoleh anugerah sebuah jabatan, lantas kalah dalam kontestasi, seketika itu pula ia dicampakkan oleh masyarakat, bahkan tidak jarang masih dipersalahkan.

Sebagai sesuatu yang mistis dan membimbing pemahaman masyarakat untuk meproduksi hal yang dimitoskan, pulung sebagai sesuatu yang tidak bisa diakses secara faktual dimana kebenarannya tidak dapat diakui bersama, membuka kemungkinan kepada siapapun untuk memperdaya asumsi publik bahwa calon yang ia dukung telah mendapatkan mandat langit, dengan mengatakan bahwa pada malam sebelum pemilihan, dirinya melihat cahaya yang turun ke rumah sang calon.

Tidak jauh berbeda dengan permainan angka-angka survey, masing-masing pendukung seorang calon akan memberikan data bahwa sosok yang didukung mempunyai elektabilitas di tengah masyarakat.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Direktur Pascasarjana UNIIB Banyuwangi Kaji Peranan Alumni UIN KHAS Jember di Masyarakat, Ini Hasilnya!
Kantin UIN KHAS Jember Diteliti, Ini Rekomendasi Jitu agar Lebih Profesional
Musim Hujan, Tebing Rawan Longsor Ancam Madrasah di Silo
FTIK Championship UIN KHAS Resmi Ditutup, Dekan Dorong Peningkatan Kualitas Pembinaan Kemahasiswaan
Viral Warga Jember Lintasi Area Pemakaman dengan Sepeda Motor
IPM 2025: Situbondo Salip Jember, Torehan Prestasi di Bawah Kepemimpinan Mas Rio
Penjelasan Pertamina Soal Antrean Panjang Biosolar di SPBU Jember
Cita Rasa Khas Kopi Lereng Gunung Raung, Petani Jember Harap Perhatian Pemerintah

Baca Lainnya

Friday, 21 November 2025 - 12:59 WIB

Direktur Pascasarjana UNIIB Banyuwangi Kaji Peranan Alumni UIN KHAS Jember di Masyarakat, Ini Hasilnya!

Wednesday, 19 November 2025 - 16:23 WIB

Kantin UIN KHAS Jember Diteliti, Ini Rekomendasi Jitu agar Lebih Profesional

Tuesday, 18 November 2025 - 17:59 WIB

Musim Hujan, Tebing Rawan Longsor Ancam Madrasah di Silo

Tuesday, 18 November 2025 - 15:01 WIB

FTIK Championship UIN KHAS Resmi Ditutup, Dekan Dorong Peningkatan Kualitas Pembinaan Kemahasiswaan

Sunday, 16 November 2025 - 23:05 WIB

Viral Warga Jember Lintasi Area Pemakaman dengan Sepeda Motor

TERBARU

Tebing rawan longsor di depan MI di Silo Jember (Sumber foto: Tangkapan layar)

Educatia

Musim Hujan, Tebing Rawan Longsor Ancam Madrasah di Silo

Tuesday, 18 Nov 2025 - 17:59 WIB