Menuntut Harta Gono Gini, Anak Robohkan Rumah Orang Tua Kandungnya: Insight Hukum Positif dan Konsep Ideal Moral

Frensia.id – Mengharapkan harta dari orang tua entah itu warisan, wasiat, hibah dan lainnya tentu tidak salah. Jika harus meminta dengan cara yang bermoral tanpa menyakiti perasaan orang tua, apalagi seorang ibu.

Namun ungkapan tersebut tak selamanya relevan, harta terkadang mampu membutakan segalanya. Baru-baru ini publik disuguhkan dengan fenomena yang tidak mengenakkan, anak kadung tega merobohkan rumah orang tua kandungnya sendiri gegara harta gono gini.

Ramai pemberitaan seorang anak tega merobohkan rumah yang ditempati ibu kandungnya sendiri. Si anak melakukan aksi perobohan itu karena kecewa dengan pembagian harta gono-gini.

Rumah yang diratakan dengan tanah itu berlokasi di Dusun Gadungan, Desa Karanganyar, Poncokusomo, Kab. Malang. Jumat, (17/5).

Duduk Perkara

Dalam pemberitaan Kompas.com rumah itu dulunya dibangun oleh Sugiati bersama suami pertamanya bernama Yono Mitro. Sedangkan tanahnya adalah warisan dari orang tua Sugiati. Anak yang merobohkan rumah tersebut bernama Khoirul, anak kandung Sugiati dengan Yono Mitro.

Setelah orang tua si anak bercerai, rumah tersebut didiami oleh Sugiati dan suami barunya. Sedangkan Yono Mitro juga sudah menikah lagi.

Perobohan rumah itu berawal dari si anak yang menuntut uang kompensasi harta gono-gini kepada ibunya, mewakili Yono Mitro yang tidak mau ikut campur atas rumah tersebut.

Namun, ibunya tidak mampu memenuhi permintaan si anak. Sugiati sempat menawarkan agar rumah itu dijual 50 juta. Sugiati meminta dibagi dua, untuk si anak dan anaknya dari hasil pernikahan dengan suami barunya, atau adik tiri si anak.

Si anak tidak mau dengan tawaran ibu kandungnya tersebut dan akhirnya berujung kesepakatan pembongkaran rumah itu. Meskipun dengan berat hati ibu mengikhlaskan rumah dirobohkan karena rumahnya hanya satu sedangkan anaknya dua.

Aturan Pembagian Harta Gono-gini

Dilansir Hukum Online jika terjadi perceraian, harta bersama haruslah dibagi antara suami dan istri sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU Perkawinan jo. Putusan MA No. 1448K/Sip/1974 (hal. 31) yang menerangkan ketentuan bahwa:

“Sejak berlakunya UU Perkawinan tentang perkawinan sebagai hukum positif, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri.”

Dikaitkan dengan kasus diatas, rumah yang dirobohkan itu separoh milik Yono Mitro dan ada hak si anak. Separuhnya milik Sugiati si anak juga punya hak, namun perlu diingat adik tiri atau anak Sugiati dari suaminya yang baru juga punya hak. Sehingga tidak bisa si anak meminta sepenuhnya harta Sugiati hasil dari gono-gini tersebut.

Konsep Ideal Moral

Sekalipun anak punya hak untuk harta orang tua, namun sebagai anak tetap harus mengedepankan moral yang baik. Mendahulukan dan mempertimbangkan kebaikan dan kemanfaatan.

Moh. Wasik dalam Tesisnya kewarisan adat Madura dan suku Madura dalam kewarisan Islam perspektif maqashid al syari’ah (hal. 288) menyebutkan, pembagian warisan mestinya mempertimbangkan kebaikan dan kemanfaatan bagi yang memberikan warisan dan yang menerima warisan.

Wujud kebaikan tersebut salah satunya adalah terbingkainya kerukunan dan menghindari pertengkaran antar keturunan (ahli waris). (*)

*Moh. Wasik (Anggota LKBHI UIN KHAS Jember, Penggiat Filsafat Hukum)