Frensia.id– Beberapa waktu belakangan, banyak didiskusikan tentang Jema’ah haji di Indonesia yang diputuskan mabit si Muzdhalifah dengan murur. Ternyata, hal ini telah lama dikaji dan bahkan dikomentari mantan Mufti kerjaan Arab Saudi sekitar tahun 1980an.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang umum dikenal denhan Syekh Bin Baz, merupakan mantan Mufti kerjaan Arab Saudi. Ia yang juga rektor Universitas Islam Madinah, telah wafat pada tahun 1991.
Dilansir Al Manhaj dari buku “Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabaia” yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz, Syekh Bin ternyata telah mendikusikan panjang lebar hukum mabit dengan murur ini. Ada banyak hal dijelaskannya.
Ulama’ yang juga pernah menjabat Hai’ah Kibaril Ulama (semacam MUI di Arab Saudi), menjelaskan bahwa mabit di Muzdalifah adalah wajib. Ada beberapa ulama yang menurutnya, menganggap mabit di Muzdalifah adalah rukun haji dan juga yang mengatakan itu sunnah.
Akan tetapi, ia menegaskan bahwa yang benar adalah wajib. Maka, siapa saja yang meninggalkannya harus membayar dam.
Bahkan, ia menganjurkan dalam mabit di Muzdalifah, jama’ah haji tidak meninggalkan Muzdalifah kecuali setelah shalat Subuh dan setelah langit menguning sebelum matahari terbit.
Alasannya, karena Nabi melakukan shalat Subuh di Muzdalifah dan berdzikir. Baru setelah shalat, saat langit menguning, nabi dikisahkan berangkat ke Mina sambil bertalbiyah.
Walaupun demikian, ia juga menjelaskan ada hal yang dapat menggugurkan kewajiban tersebut. Hal demikian, ia jelaskan saat ada pertanyaan tentang kemungkikan tidak mabit karena alasan macet.
Bagi Syekh Bin Baz, orang tidak mabit semuanya dianggap orang lemah.
“Dan bahwa mabit di Muzdalifah tidak diberikan keringanan untuk meninggalkannya sampai tengah malam bagian kedua melainkan kepada orang-orang yang lemah”, kutip Almanhaj dari perkataannya.
Syekh Bin Baz tetap menekankan bahwa bagi mereka yang memiliki kekuatan fisik, disarankan untuk tetap berada di Muzdalifah hingga melaksanakan shalat Subuh. Setelah itu, mereka dianjurkan memperbanyak dzikir dan berdoa kepada Allah sampai langit mulai memancarkan cahaya kekuningan.
Kemudian, mereka dapat berangkat ke Mina sebelum matahari terbit, meneladani praktik yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hanya saja, bagi mereka yang masuk golongan lemah, seperti wanita, orang tua, atau mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, ada keringanan yang diizinkan. Hal demikian disebutnya sebagai Rukhshah (dispensasi).
Jika mereka hanya dapat mencapai Muzdalifah setelah tengah malam, maka cukup bagi mereka untuk tinggal di Muzdalifah selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanan. Dispensasi ini diberikan agar mereka tidak mengalami kesulitan yang berlebihan.
“Dan Allah adalah yang memberikan pertolongan kepada kebaikan”, tulisnya menutup jawaban tersebut. (‘)