Penelitian terbaru dari Dwi Novia Wati, dosen dan peneliti dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, mengungkapkan bahwa menyewa pawang hujan untuk acara-acara tertentu dianggap haram menurut perspektif Mazhab Syafi’i. Temuan ini berfokus pada praktik masyarakat di Desa Pinang Damai, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, yang kerap mengandalkan jasa pawang hujan untuk berbagai kegiatan seperti pernikahan dan acara adat lainnya. Penelitian ini bertujuan meneliti faktor pendukung, pandangan masyarakat, serta tinjauan hukum menyewa pawang hujan dari sudut pandang Islam.
Dwi Novia Wati menggunakan pendekatan empiris dengan metode penelitian lapangan, termasuk observasi langsung, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Ia menggabungkan pendekatan sosiologis dan living case study dalam menggali praktik ini di Desa Pinang Damai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat setempat percaya bahwa kehadiran pawang hujan sangat menentukan kelancaran acara mereka, terutama dalam mencegah turunnya hujan. Hal ini telah menjadi tradisi yang membudaya dan dianggap sebagai bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat.
“Masyarakat melihat pawang hujan sebagai ritual biasa yang telah lama ada, dan mereka mempercayainya sebagai bentuk usaha untuk mendukung keberhasilan acara,” ungkap Wati dalam laporannya. Bagi warga Desa Pinang Damai, menyewa pawang hujan lebih dari sekadar memanfaatkan jasa; mereka meyakini hal ini sebagai warisan budaya yang perlu dihormati. Namun, penelitian Wati menggarisbawahi bahwa ada konsekuensi serius dari segi syariat Islam terkait praktik ini.
Dalam perspektif Mazhab Syafi’i, para ulama sepakat bahwa praktik perdukunan, termasuk menyewa pawang hujan, tidak diperbolehkan. Istilah hulwanul-kahin, atau imbalan yang diberikan kepada dukun atas jasa-jasa mereka, dianggap batil dan haram. Hukum Islam menolak perdukunan dan penggunaan jasa pawang karena dipercaya melibatkan unsur mistik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid.
Faktor pendukung utama yang membuat tradisi ini tetap eksis adalah kepercayaan yang kuat terhadap kemampuan pawang hujan dalam mengendalikan cuaca. Selain itu, tekanan sosial dari masyarakat yang ingin menyelenggarakan acara tanpa gangguan cuaca juga mempengaruhi popularitas penyewaan pawang. Meskipun demikian, Dwi Novia Wati menegaskan pentingnya edukasi masyarakat untuk memahami bahwa praktik ini bertentangan dengan ajaran Islam.
Penelitiannya diharapkan dapat memberikan pencerahan dan membuka diskusi di kalangan masyarakat serta pemimpin agama setempat untuk mencari alternatif yang lebih sesuai dengan prinsip keimanan dan ajaran Islam. “Budaya memang penting, tetapi nilai agama harus menjadi pedoman utama,” pungkas Wati.