Frensia.id– Pernikahan, sejatinya sebuah ikatan suami istri yang tidak hanya dicatat secara resmi oleh negara, melampaui itu semua, komitmen keduanya. Namun, dalam praksisnya, perkawinan selalu berhadapan dengan aturan yang mengatur legalitasnya, baik aturan formal negara dan ketentuan agama. Kasus yang menimpa Rizky Febian dan Mahalini menjadi contoh menarik mengenai soal pernikahan. Betapapun sudah dijalani dengan cinta, terkait pernikahan, agama dan negara tetap minta “stempel” sah.
Cara mendapatkan stempel sah bagi pasangan yang hanya bermodalkan cinta harus ditempuh dengan isbat nikah, negara menyediakan mekanisme ini, agar nikah secara siri mendapatkan pengakuan. Di Indonesia, syarat sah pernikahan tidak hanya modal cinta antara dua pasang kekasih, namun juga memenuhi ketentuan hukum. Termasuk terpenuhinya rukun nikah, seperti adanya wali yang sah.
Kasus Rizky dan kekasihnya, Mahalini , permohonan isbat nikah yang mereka ditolak karena pernikahannya tidak memenuhi ketentuan negara. Alasan utamanya adalah masalah wali nikah yang tidak sesuai dengan aturan. Negara mengatur, wali nikah tidak sembarang orang, ia harus wali nasab atau wali hakim. Tidak terpenuhinya rukun ini, membuat permohonan mereka kandas.
Penting dipahami, isbat nikah bukanlah melulu soal mengurusi administrasi, ia juga perlu sadari sebagai upaya memastikan pernikahan tersebut sah baik secara agama dan negara. Tahapan ini tak lain bertujuan memberikan kepastian perlindungan hukum bagi suami istri, serta menjamin hak-haknya terjaga, seperti hak waris, perlindungan hukum dan hak sebagai sepasang kekasih.
Kendati begitu, di balik semua itu, isbat nikah mewanti-wanti pada siapapun pentingnya pemahaman keabsahan perkawinan. Seringkali, masyarakat menyangka pernikahan adalah urusan pribadi atau agama semata. Padahal tidak demikian, pengakuan negara juga punya peranan penting dalam memberikan keabsahan status perkawinan tersebut. Dalam kasus ini, Rizky Febian dan Mahalini harus menikah ulang agar pernikahan mereka sah dan tercatat baik. Tentu, hal demikian berlaku bagi siapa saja, jika ingin hak-haknya diakui. Cinta bisa mengikat hati, sedang aturan mengikat status.
Dalam nalar cinta, pernikahan adalah komitmen bergandengan tangan bersama kekasih yang dilandasi niat baik dan kasih sayang. Hanya saja, perlu diingat agama dan negara akan selalu menuntut agar komitmen tersebut diresmikan, tidak sekedar ikatan hati. Sehingga, mau tidak mau pernikahan tak cukup cinta, cinta itu perlu dicatat oleh negara, jika terlanjur menikah secara agama, isbat nikah langkah yang wajib dan harus ditempuh.
Kasus pasangan artis muda tanah air, Rizky Febian dan Mahalini menggambarkan meskipun cinta menjadi dasar utama dalam pernikahan, tidak ada salahnya memahami dan mematuhi regulasi yang mengatur seluk beluk perkawinan. Alasan mendasarnya, perkawinan ini tidak hanya untuk suami istri saja, melainkan untuk generasi dan keluarga kecilnya. Jika pernikahannya tidak sah, bagaimana mereka juga ikut diakui oleh negara.*