Penghapusan Presidential Threshold, Pupusnya Oligarki?

Selasa, 7 Januari 2025 - 05:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Penerapan Presidential Threshold sebagai syarat minimal pencalonan presiden dan wakil presiden telah lama menjadi bahan perdebatan, khusunya di Indonesia yang menempatkan sistem demokrasinya berlandaskan konstitusi. Hakikatnya, dalam sistem presidensial, keberadaan ambang batas pencalonan ini tidak relevan jika digunakan sebagai alat pembatasan.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru yang menghapus Presidential Threshold menjadi momen penting untuk merefleksikan dampak aturan ini terhadap demokrasi Indonesia, khususnya terhadap praktik oligarki politik.

Secara keseluruhan, pengujian konstitusionalitas ketentuan Pasal 222 UU Pemilihan Umum telah 33 kali dilakukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi dan telah diputus sebanyak 32 putusan dengan berbagai hasil, baik yang ditolak maupun tidak dapat diterima. Putusan terbaru yang menghapus Presidential Threshold menjadi langkah besar yang seharusnya mendekatkan kita pada sistem pemilu yang lebih adil dan terbuka.

Sistem presidensial pada dasarnya menempatkan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang independen dari parlemen. Namun, dengan adanya Presidential Threshold, yang mensyaratkan minimal 20 persen suara partai politik atau gabungan partai untuk pencalonan, calon presiden dipaksa untuk membangun koalisi politik sejak awal.

Hal ini memperburuk situasi, karena mengurangi kemungkinan munculnya calon alternatif yang lebih independen dan kompeten. Akibatnya, praktik politik transaksional yang berorientasi pada kepentingan jangka pendek menjadi tak terhindarkan.

Koalisi yang terbentuk sering kali tidak berdasarkan kesamaan ideologi atau platform politik jangka panjang. Melainkan, sekadar upaya pragmatis untuk berbagi kursi kekuasaan.

Baca Juga :  Ribuan Non-ASN di Jember Terancam Dirumahkan, Ini Solusi dari BKPSDM

Dalam praktiknya, Presidential Threshold telah membatasi jumlah kandidat yang maju dalam pemilihan presiden. Pemilihan umum sering kali hanya diwarnai oleh dua pasangan calon yang bertarung secara head-to-head.

Fenomena tersebut tidak hanya mengurangi keragaman pilihan rakyat, tetapi juga menyempitkan peluang bagi putra-putri terbaik bangsa untuk tampil sebagai pemimpin nasional. Banyak calon potensial terhambat karena tidak memiliki dukungan partai besar, padahal kompetensi dan integritas mereka tidak diragukan.

Selain itu, aturan Presidential Threshold menciptakan beban politik yang berat bagi partai-partai kecil. Dalam situasi ini, partai kecil sering kali hanya “ngekor” dalam koalisi yang didominasi partai besar, tanpa peluang nyata untuk mengusung kadernya sendiri sebagai calon pemimpin nasional.

Kondisi ini mereduksi fungsi partai politik sebagai pilar demokrasi dan penyedia kader pemimpin bangsa. Lebih memprihatinkan lagi, Presidential Threshold membuka ruang bagi praktik oligarki.

Ketika syarat pencalonan presiden begitu tinggi, biaya politik yang diperlukan menjadi sangat mahal. Akibatnya, calon-calon potensial bergantung pada dukungan finansial dari para oligarki.

Setelah terpilih, presiden terpilih kerap tersandera oleh kepentingan pihak-pihak yang telah membiayai pencalonannya. Hal ini menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang justru bertentangan dengan semangat demokrasi.

Baca Juga :  Kontroversi Pantai Indah Kapuk Kembali Mencuat, Berikut Riset yang Kaji Dampak Buruk Reklamasi Teluk Jakarta

Argumen yang menyatakan bahwa Presidential Threshold dapat memperkuat sistem presidensial juga lemah. Dalam praktiknya, presiden yang terpilih tetap membutuhkan dukungan parlemen untuk menjalankan pemerintahannya.

Bahkan tanpa Presidential Threshold, partai-partai politik akan tetap mencari koalisi untuk memperkuat posisi politik mereka. Maka, keberadaan Presidential Threshold sebenarnya tidak relevan sebagai alat untuk menyederhanakan sistem kepartaian atau memperkuat pemerintahan.

Namun, penghapusan Presidential Threshold juga tidak seharusnya dirayakan secara berlebihan. Meski keputusan MK ini dianggap sebagai kemenangan demokrasi, kemenangan partai kecil, dan kemenangan rakyat, euforia semacam ini perlu diimbangi dengan kesadaran atas tantangan yang tetap ada.

Jangan sampai penghapusan ambang batas ini hanya menjadi kemenangan simbolis tanpa perubahan substansial. Bukan sesutau yang tidak mungkin tanpa Presidential Threshold,  Ketika momen pencalonan tiba, praktik politik transaksional dan “kerja sama” dengan oligarki bisa saja kembali terjadi.

Jika praktik usang dan lancung ini terus berlangsung, maka penghapusan ambang batas tidak akan membawa perbedaan nyata. Demokrasi akan tetap terkerangkeng oleh kepentingan oligarki dan pragmatisme politik.

Oleh karena itu, penghapusan Presidential Threshold harus diikuti dengan upaya serius untuk menciptakan sistem politik yang benar-benar inklusif, transparan, dan bebas dari pengaruh oligarki. Jika tidak, demokrasi hanya menjadi ilusi dan Penghapusan Presidential Threshold tak ubahnya wujuduhu ka’adamihi.*

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Pengangkatan CASN dan PPPK Ditunda, Rieke Diah Pitaloka: Zalim Namanya!
Gus Fawait Bentuk Satgas untuk Percepatan Penanganan Tenaga Honorer dan PPPK
Soal Pengangkatan CASN dan PPPK: Komisi II DPR RI Berencana Segera Panggil Kemenpan RB
Sambut Bulan Suci Ramadan, DPC PKB Jember Adakan Ngabuburit Festival Band
Saksikan Paripurna Serah Terima Jabatan Bupati Jember, Gubernur Khofifah Minta Pemkab Sukseskan Program MBG
Tepati Janji, Gus Fawait Turun Langsung Ke Pasar Tanjung Jember
Gaji ASN Pemkab Jember yang Hanya Dianggarkan Selama 8 Bulan, Begini Penjelasan Bupati Gus Fawait
Anies Baswedan Disebut sebagai Tokoh Inspirasi Gerakan Rakyat

Baca Lainnya

Senin, 10 Maret 2025 - 23:53 WIB

Gus Fawait Bentuk Satgas untuk Percepatan Penanganan Tenaga Honorer dan PPPK

Sabtu, 8 Maret 2025 - 18:44 WIB

Soal Pengangkatan CASN dan PPPK: Komisi II DPR RI Berencana Segera Panggil Kemenpan RB

Sabtu, 8 Maret 2025 - 18:05 WIB

Sambut Bulan Suci Ramadan, DPC PKB Jember Adakan Ngabuburit Festival Band

Kamis, 6 Maret 2025 - 15:02 WIB

Saksikan Paripurna Serah Terima Jabatan Bupati Jember, Gubernur Khofifah Minta Pemkab Sukseskan Program MBG

Senin, 3 Maret 2025 - 19:29 WIB

Tepati Janji, Gus Fawait Turun Langsung Ke Pasar Tanjung Jember

TERBARU

Kolomiah

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Rabu, 12 Mar 2025 - 08:30 WIB

Kolomiah

Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda

Selasa, 11 Mar 2025 - 12:23 WIB

Religia

Tiga Tingkatan Puasa: Syariat, Thoriqoh, Hakikat

Selasa, 11 Mar 2025 - 10:05 WIB