Pertimbangan Hukum Islam Pada Aksi Plagiarisme Kampus

Ilustrasi, Aksi Plasiarisme Kampus
Ilustrasi, Aksi Plasiarisme Kampus (Sumber: Freepik)

Frensia.id- Beberapa pihak cenderung menganggap remeh urusan aksi plagiarisme di Kampus. Utamanya bagi mereka yang beragama Islam. Pasalnya, kitab suci ummat Islam dianggap tidak menjelaskannya.

Padahal ada sejumlah pendapat yang mengaitkan ayat-ayat Al Qur’an dan hadist telah secara tersirat dan bahkan tegas melarangnya.

Plagiarisme, sebuah tindakan yang melanggar hukum di mana seseorang mencuri ide, gagasan, atau karya intelektual orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung atau secara online atau tidak. Hal demikian telah menjadi isu yang semakin meresahkan di era digital saat ini.

Bacaan Lainnya

Salah satu contohnya, seperti yang terjadi di Universitas Nasional (UNAS). Profesor mudanya, Kumba Digdowiseiso diduga melalulan plagiasi dan membuat geger dunia akademik Indonesia kemarin.

Sebenarnya, fenomena tersebut tidaklah baru. Tercatat, telah menghantui dunia sejak abad ke-19. Namun, dengan kemajuan teknologi dan ketersediaan informasi yang melimpah di internet, kasus plagiarisme semakin sering terjadi dan lebih mudah dilakukan.

Bahkan ada yang menggapnya telah menjadi tradisi dan dianggap tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kitab suci ini tidak hanya memberikan pan

Padahal Al Qur’an telah memberikan penjelasan tentang pentingnya integritas, kejujuran, dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan. Plagiat, sebagai tindakan yang mencuri hak kepemilikan intelektual orang lain, jelas bertentangan dengan ajaran tersebut.

Ada beberapa hal yang memperjelas bahwa plagias sangat tegas dilarang dalam ajaran Islam. Adapun yang demikian, penjelasannya adalah sebagaimana berikut ini:

Termasuk Perbuatan Ghasab

Tindakan plagiarisme, yang melibatkan pengambilan hak intelektual orang lain tanpa izin, dapat dilihat sebagai bentuk al-Ghasab (الغَصَبُ) dalam Islam. Konsep al-Ghasab, yang secara kasar dapat diterjemahkan sebagai pengambilan yang tidak adil atau penindasan, dilarang keras oleh Allah SWT dalam Al-Quran, seperti yang disebutkan dalam Surah Al-Baqarah (2:188).

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil (tidak benar), dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Larangan terhadap al-Ghasab juga dapat diterapkan pada tindakan plagiarisme. Plagiarisme bukan hanya mencuri karya atau ide seseorang, tetapi juga merampas hak intelektual dan kreatifitas mereka secara tidak adil. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran yang diajarkan dalam Islam.

Masuk Perbuatan Bohong

Ada sebuah hadist yang berbunyi;

الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ، كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

Orang-orang yang mengaku memiliki sesuatu padahal ia tidak memilikinya bagaikan orang yang memakai dua pakaian dusta” (HR. Muslim Juz 3 No. 127)

Hadis demikian diriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar. Di dalamnya, menggambarkan bahwa tindakan plagiarisme tidak hanya melanggar hukum dunia, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariat Islam.

Dalam tindakan plagiarisme, seseorang tidak hanya mencuri karya atau ide orang lain, tetapi juga berbohong dengan mengklaim bahwa karya tersebut adalah miliknya sendiri. Ini tidak hanya mencoreng integritas seseorang, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran yang diajarkan dalam Islam.

Perintah dari Rasulullah saw. ini menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan meridhai orang yang berbohong tentang sesuatu yang bukan miliknya untuk menimbulkan fitnah atau memperoleh harta yang tidak halal baginya.

Dengan demikian, tindakan plagiarisme tidak hanya mendatangkan murka Allah, tetapi juga menyebabkan seseorang tetap berada di bawah kemurkaan-Nya hingga ia melepaskan apa yang telah ia dustakan.

Termasuk Tindakan Pencurian

Tindakan pencurian (السَّارِقُ) secara substansial dapat dikategorikan sebagai bentuk plagiarisme karena melibatkan pengambilan hak milik orang lain tanpa izin, baik itu ide, gagasan, atau karya intelektual.

Namun, penting untuk diingat bahwa dalam Islam, pencurian memiliki makna yang lebih luas daripada hanya merampas barang-barang fisik.

Hal ini tegas dijelaskan dalam Surah Al-Maidah (5:38),

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan siksaan Allah swt. sungguh Allah Maha pengapun, Maha Penyayang.”

Allah SWT mengancam orang yang melakukan pencurian dengan hukuman yang berat. Hal ini mencerminkan seriusnya Islam dalam menangani pelanggaran terhadap hak milik orang lain, termasuk hak cipta dan kekayaan intelektual. Dalam konteks modern, tindakan plagiarisme dapat dianggap sebagai bentuk pencurian intelektual, yang juga dilarang oleh syariat Islam.

Tidak mengherankan, jika dari lembaga fatwa Mesir, Darul Iftah Al-Misriyyah, mengumumkan secara tegas bahwa plagiarisme merupakan tindakan yang diharamkan dalam syariat Islam karena melanggar hak intelektual orang lain.

Plagiarisme dipandangnya sebagai penyalahgunaan hak, bentuk zalim terhadap hak orang lain, berbohong, pemalsuan, penggelapan, serta mngambil harta dengan cara yang tidak sah.

Sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga ini telah menetapkan fatwa yang menegaskan bahwa setiap bentuk pelanggaran hak kekayaan intelektual tanpa izin adalah haram. 

Alasanya, karena dianggap sebagai perbuatan zalim. Keputusan tersebut menggarisbawahi pentingnya menghormati hak-hak orang lain dan menjaga keadilan dalam hal kepemilikan intelektual.

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tindakan plagiarisme tidak hanya melanggar hukum dunia, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

Sebagai umat Muslim, sangat penting untuk memahami dan menghormati hak-hak orang lain serta menjauhi segala bentuk pelanggaran hak kekayaan intelektual, termasuk dalam hal-hal yang berkaitan dengan kekayaan intelektual di dunia kampus.