Pilkada Disebut Cacat Akuntabilitas, Peneliti Urai Penyebabnya

Jumat, 17 Mei 2024 - 14:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Pilkada Disebut Cacat Akuntabilitas, Peneliti Urai Penyebabnya (sumber: canva photo)

Gambar Pilkada Disebut Cacat Akuntabilitas, Peneliti Urai Penyebabnya (sumber: canva photo)

Frensia.id-  Beberapa kali pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia masih dianggap bermasalah. Bahkan masalah-masalah tersebut telah banyak diurai penyebab oleh beberapa peneliti.

Muhammad Habibi, dan Achmad Nurmandi, dua peneliti asal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pernah mengkaji serius masalah yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada. Temuannya kemudian diterbit dalam Indonesia: Indonesian Political Science Review tahun 2021 kemarin.

Kajian keduanya mempertanyakan, mengapa terjadi anomali berupa banalitas politik yang ditandai dengan kecurangan dan praktik politik uang, sehingga Pilkada cenderung kompromis atau cacat akuntabilitas?

Mereka memosisukan banalitas politik benar-benar adalah “anomali” dalam demokrasi di Indonesia. Sehingga dalam perspektif teori habitus, “anomali” menurut dapat dimaknai sebagai “keharusan” belaka.

Dalam sistem pilkada, kondisi kontestasi terbuka melibatkan mobilisasi seluruh sumber daya modal yang dimiliki oleh para kandidat, termasuk modal sosial, budaya, ekonomi, dan bahkan simbolik. Hal demikian menurut dua akadrmisi ini adalah pilihan rasional jika seseorang ingin memenangkan kontestasi politik.

Baca Juga :  KH Said Aqil Sirajd Tak Sehebat Gus Dur, Kalah Hadapi Cawe-cawe Jokowi di NU

Sebagai sebuah keniscayaan, sering kali terjadi kecenderungan pemilik modal akan memiliki sumber daya terbesar. Oleh karena itu, setiap kontestan diberi wewenang untuk mengumpulkan segala macam modal yang layak digunakan dalam kontestasi, termasuk dengan menjadi klien patron yang memiliki kelebihan modal ekonomi berlebih.

Keduanya kemudian melihat, bahwa dalam ranah politik lokal, modal sosial dan budaya saja tidak cukup. Dalam kasus kontestasi Pilkada, kepemilikan modal ekonomi merupakan sumber daya yang paling menentukan untuk dapat bersaing dan menang. Ditambah lagi, ternyata ada fatkta bahwa praktik politik pencitraan dan adanya dukungan formal dari partai semakin memperkuat pentingnya modal ekonomi.

Mereka tampak memandang banalitas politik dalam Pilkada bukanlah anomali, melainkan sebuah konsekuensi logis dari sistem politik yang mengutamakan mobilisasi seluruh jenis modal oleh para kandidat. Hal ini menimbulkan tantangan besar dalam menciptakan kontestasi politik yang adil dan akuntabel, mengingat bahwa pemilik modal terbesar cenderung memiliki keuntungan yang signifikan dalam proses tersebut.

Baca Juga :  Pemkab Jember Bakal Hidupkan Kembali Bandara Notohadinegoro yang Mati Suri

Dalam kontestasi pemilu yang bersifat zero-sum game, tidak ada tempat bagi peringkat kedua. Biasanya, peserta pemilu berjumlah kurang dari sepuluh pasangan calon, sehingga kandidat bisa mengukur kekuatan lawan dan peluang kemenangan mereka. Setelah pemetaan dilakukan, mereka akan menyusun strategi untuk menang, yang sering kali melibatkan praktik politik uang dan penipuan.

Para kandidat yang tidak ingin kalah akan berusaha dengan segala cara, termasuk yang melanggar aturan, untuk memenangkan kontestasi. Menggunakan uang dianggap sebagai langkah rasional meskipun melanggar aturan.

Hal demikian diperparah dengan ketidakjelasan dalam undang-undang mengenai definisi politik uang. Misalnya, apakah membeli suara termasuk di dalamnya, menciptakan area abu-abu yang sering dimanfaatkan oleh kandidat.

Tentunya, apapun alasan dan modusnya, tindakan politik uang tetap merupakan pelanggaran dan penipuan yang merusak semangat politik demokrasi. Kecurangan dalam kontestasi politik terjadi karena mekanisme perjuangan politik yang ada.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Sedot Air Muara Sungai Tanpa Ijin, DPRD Tinjau Dua Tambak di Pantai Payangan Jember
Gelar Sosialisasi 4 Pilar, Gus Rivqy Ajak Warga Jaga Nilai Kebangsaan
Gus Khozin Soroti Catatan Hitam Proses Demokrasi di Jember dan Dorong Revisi UU Pemilu
Anggota Komisi X DPR RI Apresiasi Buku Pengembangan SDM Modern Karya Dosen FISIP UNEJ
Banyak Keluhan Jalan Rusak, Gus Fawait Sebut 56 Ruas Sudah Mulai Dibenahi
Kabar Gembira Bagi Pengguna Motor Listrik, United E-Motor Hadir di Jember
Aksi Anarkis May Day, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah: Itu Tak Mencerminkan Sikap Buruh
Demi Memajukan Banyuwangi Bersama, Bupati Ipuk Temui Ikawangi Pusat

Baca Lainnya

Minggu, 18 Mei 2025 - 17:56 WIB

Sedot Air Muara Sungai Tanpa Ijin, DPRD Tinjau Dua Tambak di Pantai Payangan Jember

Sabtu, 17 Mei 2025 - 11:00 WIB

Gelar Sosialisasi 4 Pilar, Gus Rivqy Ajak Warga Jaga Nilai Kebangsaan

Minggu, 11 Mei 2025 - 17:59 WIB

Gus Khozin Soroti Catatan Hitam Proses Demokrasi di Jember dan Dorong Revisi UU Pemilu

Jumat, 9 Mei 2025 - 18:10 WIB

Anggota Komisi X DPR RI Apresiasi Buku Pengembangan SDM Modern Karya Dosen FISIP UNEJ

Selasa, 6 Mei 2025 - 23:50 WIB

Banyak Keluhan Jalan Rusak, Gus Fawait Sebut 56 Ruas Sudah Mulai Dibenahi

TERBARU

ilustrasi ijazah sebagai produk lembaga pendidikan

Kolomiah

Legitimasi Sistem Pendidikan

Minggu, 18 Mei 2025 - 17:59 WIB

Educatia

Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi

Jumat, 16 Mei 2025 - 03:57 WIB