Frensia.id- Polemik di tengah panasnya atmosfer politik Pilkada DKI Jakarta 2024, pasangan calon Ridwan Kamil dan Suswono kini semakin memanas. Mereka harus menghadapi rintangan berat akibat dua pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Suswono, calon wakil gubernur dalam pasangan ini.
Pernyataan yang dimaksud terkait dengan guyonan Suswono tentang “janda kaya menikahi pengangguran” dan komentarnya soal Nabi Muhammad SAW, yang dianggap menyinggung. Dua ucapan ini sontak menuai kritikan keras dari berbagai pihak, terutama dari kelompok yang merasa tersinggung secara agama dan etika sosial.
Pada 26 Oktober 2024, Suswono menghadiri acara deklarasi dukungan di Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta Selatan. Acara ini diselenggarakan oleh Fahira Idris bersama dengan Ormas Bang Japar, organisasi yang menyatukan tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang.
Dalam acara ini, Suswono melontarkan guyonan yang segera viral. Ia menyarankan, dengan nada bercanda, bahwa “janda kaya menikahi pria pengangguran” dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan di Jakarta. Menurutnya, pernikahan semacam itu akan membantu mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan taraf ekonomi secara simbolis.
Namun, candaan ini ditanggapi serius oleh sejumlah pihak. Bagi sebagian masyarakat, terutama kalangan perempuan dan aktivis sosial, guyonan ini dianggap tidak pantas, merendahkan martabat perempuan, serta memandang pernikahan hanya dari sisi material.
Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) DKI Jakarta, salah satu kelompok yang paling vokal, mengancam akan membawa kasus ini ke jalur hukum jika Suswono tidak segera meminta maaf secara terbuka. Sekretaris GP Ansor DKI, Sulthon Mu’mina, menegaskan,
“Ucapan Suswono melukai perasaan banyak orang, khususnya umat Islam dan kaum perempuan. Jika ia tidak menunjukkan itikad baik untuk meminta maaf, kami siap melaporkannya.”
Di tengah polemik tersebut, Suswono kemudian memancing kontroversi kedua dengan komentarnya yang menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW dalam kondisi tidak bekerja saat menikahi Sayyidah Khadijah. Pernyataan ini, meskipun ia klaim sebagai candaan yang disampaikan tanpa maksud melecehkan, dianggap sebagian masyarakat sebagai bentuk penghinaan terhadap sosok Nabi.
Ucapan ini cepat tersebar luas di media sosial, menimbulkan gelombang kritik dari warganet. Banyak yang menuntut Suswono untuk meminta maaf secara resmi dan menghormati batas-batas dalam menyampaikan pendapat, terlebih saat berbicara tentang tokoh agama yang sangat dihormati.
Seorang pengguna Twitter, melalui akun @PakarINTELek, bahkan membandingkan kasus ini dengan peristiwa yang melibatkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Kalau Suswono bisa melecehkan Nabi Muhammad SAW tanpa masalah, tapi Ahok didemo habis-habisan dan dipenjara hanya karena video yang diedit,” tulisnya,05/11/2024
Ucapan ini menggambarkan kekecewaan publik terhadap apa yang dianggap sebagai perlakuan hukum yang tidak setara. Bagi sebagian orang, kasus Suswono mengingatkan kembali tentang isu-isu keadilan sosial dan kepekaan beragama yang sering kali menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Dampak dari kontroversi ini mulai terasa pada elektabilitas pasangan Ridwan Kamil-Suswono. Berdasarkan survei Litbang Kompas, elektabilitas pasangan ini menurun dari 38,3% menjadi 34,6%.
Sementara itu, pasangan Pramono Anung dan Rano Karno justru meningkat menjadi 38,3%, memimpin persaingan. Pasangan lain, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, tetap berada di posisi rendah dengan 3,3%.
Pengamat politik melihat bahwa Suswono dan tim kampanyenya harus segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi dampak dari pernyataan-pernyataannya. Menurut mereka, Suswono perlu menyampaikan permintaan maaf dan klarifikasi yang lebih tegas.
Selain itu, upaya pemulihan citra pasangan ini dinilai perlu diiringi dengan program-program konkret yang menyentuh kepentingan masyarakat.
Kontroversi ini juga menjadi pengingat bagi para politisi tentang pentingnya berhati-hati dalam berbicara, terutama dalam konteks yang melibatkan isu agama dan budaya yang sensitif. Di tengah masyarakat yang semakin kritis, setiap ucapan dan tindakan dapat berpotensi besar memengaruhi elektabilitas dan citra politik seorang calon.
Kini, Ridwan Kamil dan Suswono dihadapkan pada tugas berat untuk merebut kembali kepercayaan publik di sisa waktu kampanye.