Ragam Ukuran Kemampuan Berqurban: Telaah Lintas Mazhab

Rabu, 4 Juni 2025 - 21:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Salah satu ibadah yang disyariatkan dalam Islam dan sarat makna sosial adalah qurban. Ibadah ini tidak hanya menjadi manifestasi kepatuhan spiritual seorang Muslim kepada Allah SWT, tetapi juga bentuk konkret solidaritas sosial di tengah masyarakat. Namun, qurban bukanlah kewajiban bagi semua orang. Ia hanya disyariatkan bagi mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

Para ulama sepakat bahwa syarat bagi orang yang hendak berqurban mencakup: Muslim, merdeka, baligh, berakal, bertempat tinggal tetap di suatu wilayah, serta—yang menjadi sorotan kita kali ini—mempunyai kemampuan (istitha‘ah).

Kemampuan di sini tentu tidak semata dimaknai secara kasat mata, seperti memiliki uang atau harta. Ia adalah konsep yang mengalami penafsiran mendalam oleh para ulama dari berbagai mazhab. Perbedaan tafsir ini bukanlah pertentangan, melainkan refleksi dari keluasan syariat dalam merespons kondisi dan realitas umat yang beragam.

Mazhab Ḥanafī, misalnya, menetapkan batas kemampuan dengan sangat konkret: seseorang dianggap mampu apabila memiliki kelebihan harta senilai 200 dirham, setelah dikurangi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Jika dikalkulasi secara kontemporer, 200 dirham ini setara dengan kurang lebih Rp 7,2 juta. Dengan ukuran ini, mazhab Ḥanafī sejatinya meminjam kerangka yang digunakan dalam zakat, menempatkan qurban sebagai ibadah sunah yang memerlukan standar kelayakan finansial.

Baca Juga :  SMART, Tawaran Strategis Prof Hepni, Saat Hadiri Sosialisasi Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf

Berbeda dengan itu, mazhab Mālikī mempersyaratkan adanya kelebihan harta di luar kebutuhan pokok untuk satu tahun penuh. Artinya, ukuran kemampuan di sini bersifat lebih hati-hati dan mempertimbangkan ketahanan ekonomi pelaku qurban dalam jangka panjang. Bila seseorang memerlukan hartanya untuk memenuhi kebutuhan primer selama setahun, maka ia tidak dianjurkan berqurban. Ini menunjukkan betapa Islam mengedepankan keseimbangan antara ibadah dan pemeliharaan hidup.

Mazhab Syāfi‘ī, yang menjadi pegangan mayoritas umat Islam Indonesia, menekankan pada adanya kelebihan harta senilai hewan qurban setelah mencukupi kebutuhan diri dan tanggungannya. Pendekatan ini mencerminkan keadilan individual, yakni mendorong umat untuk berqurban jika benar-benar telah mencukupi diri dan keluarganya. Islam dalam mazhab ini hadir dengan wajah welas asih: tidak menuntut ibadah dari mereka yang belum mampu, namun membuka ruang luas bagi yang memiliki kecukupan.

Sementara itu, mazhab Ḥanbalī memiliki pendekatan yang agak unik. Seseorang dianggap mampu berqurban bahkan jika ia harus berutang, selama diyakini mampu membayarnya. Ini adalah pendekatan yang menekankan nilai spiritual dan semangat pengorbanan, bahwa qurban adalah ibadah yang sangat luhur sehingga layak untuk diikhtiarkan—bahkan dengan meminjam uang. Namun tentu saja, sikap ini memerlukan kehati-hatian dan kesadaran finansial yang tinggi agar tidak menimbulkan beban yang memberatkan di kemudian hari.

Baca Juga :  Tahun Baru Hijriah dan Segelas Susu Putih: Warisan Spiritual Abuya Sayyid Muhammad

Keempat pandangan ini menunjukkan bahwa “mampu” bukanlah istilah sederhana. Ia mencakup pertimbangan ekonomi, sosial, bahkan psikologis. Islam bukan agama yang memaksa di luar batas kemampuan umatnya. Ukuran istitha‘ah dalam qurban bukanlah pintu sempit yang menyulitkan, melainkan koridor bijak yang memberi ruang seluas-luasnya bagi siapa pun untuk beribadah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Dalam ibadah qurban, kemampuan bukan hanya soal harta, tetapi juga tentang niat dan pertimbangan yang matang. Islam menempatkan qurban sebagai ibadah yang luhur—ia bukan beban, tetapi pilihan mulia yang hanya ditujukan bagi mereka yang benar-benar mampu. Di sanalah letak keindahan syariat: memberi semangat tanpa memaksa, membuka peluang tanpa membebani.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Ragam Tradisi Muharram di Berbagai Negara
Tahun Baru Hijriah dan Segelas Susu Putih: Warisan Spiritual Abuya Sayyid Muhammad
Antara Sanggan dan Doa: Wajah Sosial dari Tradisi Ziarah Haji
Pondok Pesantren Fathur Rahman Gelar Wisuda Kitab Kuning dan Resmikan Cabang MAKTUBA di Jember
Sinergi! Kemenag dan LD PBNU Kuatkan Kesadaran Ekoteologi Melalui Masjid
Tawadhu’! Pengasuh Pesantren Nurul Jadid Bicara Tentang Titel Pendidikannya
SMART, Tawaran Strategis Prof Hepni, Saat Hadiri Sosialisasi Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf
Menyelami Makna Dialog  Nabi Ibrahim dan Ismail
Tag :

Baca Lainnya

Kamis, 26 Juni 2025 - 19:47 WIB

Ragam Tradisi Muharram di Berbagai Negara

Kamis, 26 Juni 2025 - 14:44 WIB

Tahun Baru Hijriah dan Segelas Susu Putih: Warisan Spiritual Abuya Sayyid Muhammad

Rabu, 25 Juni 2025 - 14:12 WIB

Antara Sanggan dan Doa: Wajah Sosial dari Tradisi Ziarah Haji

Senin, 16 Juni 2025 - 19:16 WIB

Pondok Pesantren Fathur Rahman Gelar Wisuda Kitab Kuning dan Resmikan Cabang MAKTUBA di Jember

Sabtu, 14 Juni 2025 - 22:29 WIB

Sinergi! Kemenag dan LD PBNU Kuatkan Kesadaran Ekoteologi Melalui Masjid

TERBARU

Owner Balad Group (Sumber foto: Istimewa)

Economia

Membumi di Vietnam: Menerobos Jaringan Mafia Lobster

Sabtu, 19 Jul 2025 - 11:35 WIB

Kolomiah

Denting Nurani di Tengah Dentuman Horeg

Rabu, 16 Jul 2025 - 18:01 WIB