Frensia.id – Rentetan duka di Kampus. Dunia pendidikan Indonesia sedang dikejutkan oleh serangkaian kejadian tragis di beberapa perguruan tinggi. Hal ini berkenaan dengan sisi gelap kesehatan mental di kalangan mahasiswa.
Beberapa kasus bunuh diri yang melibatkan mahasiswa, yang diduga melompat dari gedung kampus, menjadi sorotan pada penghujung tahun 2024. Kasus-kasus ini menunjukkan betapa pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental di lingkungan kampus.
Universitas Ciputra Surabaya (UC)
Pada 18 September 2024, dunia kampus Universitas Ciputra Surabaya terperangah dengan berita tragis. Seorang mahasiswi berinisial SN (20) ditemukan tewas setelah melompat dari lantai 22 Gedung UC. Rekaman CCTV mengungkapkan SN sempat mengirim pesan perpisahan kepada pacar dan teman-temannya sehari sebelum kejadian.
Meski SN dikenal sebagai sosok yang baik, keluarga dan teman-temannya dikejutkan oleh perbuatan tersebut.
Polisi menyebutkan bahwa masalah asmara diduga menjadi salah satu penyebab tragis ini. SN dan pacarnya yang telah menjalin hubungan selama tujuh bulan tampaknya mengalami ketegangan.
Dalam pesan terakhirnya, SN menyampaikan permintaan maaf dan perpisahan, yang membuat banyak orang terkejut. Kejadian ini memperkuat kebutuhan akan sistem dukungan psikologis yang lebih kuat di kampus.
Universitas Kristen Petra (PCU)
Pada 1 Oktober 2024, Universitas Kristen Petra kembali diguncang oleh kasus serupa. Seorang mahasiswa jurusan Teknik Mesin, R (23), ditemukan meninggal dunia setelah melompat dari lantai 12 gedung kampus. Menurut polisi, setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, diketahui bahwa R mengalami depresi yang sudah berlangsung cukup lama, terutama setelah kehilangan kakeknya beberapa tahun sebelumnya.
R sempat menerima perawatan dari psikiater, namun tekanan yang dialami ternyata tetap berat. Sempat beredar rumor mengenai perundungan, namun polisi menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan adanya bullying yang mengarah pada tindakan bunuh diri ini. Kejadian ini semakin menegaskan bahwa gangguan mental, seperti depresi, harus menjadi perhatian serius di kalangan mahasiswa.
Universitas Tarumanegara (Untar)
Kejadian serupa juga mengguncang Universitas Tarumanegara pada 4 Oktober 2024, saat seorang mahasiswi berinisial E (18) ditemukan tewas setelah melompat dari lantai 6 gedung kampus. Dalam buku miliknya, ditemukan sebuah sajak dalam bahasa Mandarin yang menggambarkan kehidupan, namun masih belum ada kejelasan mengenai kaitannya dengan kematiannya. Polisi menyelidiki lebih lanjut namun belum menemukan bukti adanya perundungan atau faktor eksternal lainnya.
Pihak kampus pun memberikan klarifikasi bahwa E adalah mahasiswa baru, dan tidak ada catatan terkait perundungan di kalangan teman-temannya. Kejadian ini kembali menyoroti pentingnya komunikasi terbuka dan perhatian lebih terhadap mahasiswa baru yang mungkin merasa terisolasi atau kesulitan beradaptasi dengan kehidupan kampus.
Universitas Jember (UNEJ)
Rentetan tragis ini berlanjut ke Universitas Jember (UNEJ), di mana seorang mahasiswa berinisial DR (20) ditemukan tewas setelah melompat dari lantai 8 Gedung C-Rissh pada 23 Desember 2024.
Kejadian ini mengejutkan banyak pihak, mengingat kampus sedang dalam masa liburan dan tidak ada aktivitas perkuliahan. DR, mahasiswa Prodi Sosiologi angkatan 2023, ditemukan oleh orang-orang yang sedang berolahraga di halaman gedung.
Pihak kampus menyatakan bahwa DR mungkin naik menggunakan lift karena akses tangga sudah ditutup. Namun, motif di balik tindakan tragis ini masih belum diketahui dan pihak UNEJ sedang berkoordinasi dengan kepolisian untuk mendalami lebih lanjut.
Pihak kampus berharap dapat menemukan penyebab pasti kejadian ini agar dapat mengambil langkah-langkah preventif.
Serangkaian kejadian tragis ini membuka mata kita semua mengenai pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental mahasiswa. Dalam lingkungan yang penuh tekanan akademik dan sosial, mahasiswa sering kali merasa terisolasi, tertekan, atau tak mampu menghadapinya.
Tidak jarang, masalah pribadi yang tak terselesaikan dapat memicu tindakan yang tidak diinginkan, seperti bunuh diri.
Oleh karena itu, sudah saatnya setiap perguruan tinggi di Indonesia memperkuat dukungan terhadap kesehatan mental mahasiswanya.
Fasilitas konseling yang lebih mudah diakses, kampanye penyuluhan mengenai kesehatan mental, serta ruang yang lebih terbuka untuk berbicara tentang perasaan dan masalah pribadi sangat diperlukan.
Selain itu, penting bagi teman-teman seangkatan, keluarga, dan dosen untuk lebih peka terhadap tanda-tanda gangguan mental yang mungkin dialami oleh mahasiswa. Kejadian-kejadian seperti ini harus menjadi peringatan keras bahwa kesehatan mental tidak boleh diabaikan, dan dukungan sosial di kampus perlu ditingkatkan.
Rentetan kasus tragis ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan mental mahasiswa.
Kampus bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga tempat yang seharusnya mendukung perkembangan psikologis dan emosional para mahasiswanya.