Frensia.id- Tan Malaka adalah salah seorang pahlawan Indonesia yang hidupnya diselimuti berbagai misteri dan pro-kontra atas perjuangannya dalam mencita-citakan Indonesia merdeka.
Lepas dari itu semua, bangsawan minang yang mempunyai nama asli Ibrahim adalah seseorang yang mempunyai produktifitas yang tinggi.
Salah satu karya tulisnya yang bisa ditemukan sampai hari ini dan telah dicetak berulang kali adalah Madilog. Sebuah perspektif dari Tan Malaka akan harapannya kepada masyarakatnya dalam membangun cara berpikir.
Madilog adalah kependekan dari materialisme, dialektika dan logika. Ia menulisnya di sebuah bilik kecil di Cililitan, Jakarta. Sebagaimana pengakuannya dalam pendahuluan buku tersebut memakan waktu selama 259 hari, tepatnya antara tanggal 15 Juli 1942 sampai tanggal 30 Maret 1943.
Proyek dari buku ini adalah untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu, yang ia sebut, logika mistika. Suatu irrasionalitas yang membawa pemikirnya tidak kepada dunia nyata melainkan selalu melibatkan hal gaib dalam pengambilan kesimpulan.
Dimana kondisi semacam ini memang menjadi paradigma utama bangsa Indonesia kala itu, ketika hendak mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-harinya
Menurut Tan Malaka, ilmu pengetahuan modern tidak mungkin dapat berkembang, apabila kerangka berpikir manusia masih dalam koridor takhayul. Oleh karena itu Madilog merupakan pintu keluar dari keterkungkungan logika mistika.
Madilog mencoba menguraikan solusi yang diberikan oleh Tan Malaka sesuai dengan judul tema yang dibahas. Dimulai dari materialisme, dialektika kemudian logika, yang mana dimaksudkan sebagai cara untuk memahami dunia nyata.
Tan Malaka menawarkan materialisme sebagai cara pandang untuk melihat dunia dalam arti sebagai penangkal logika mistika. Baginya berpikir secara materialis adalah melihat dunia secara nyata bukan dengan membawa-bawa mitos.
Ini menunjukkan kecenderungan Tan Malaka untuk menjawab problematika dunia dengan menggunakan sains, karena dalam metode sains selalu terobservasi dalam bentuk materi dan terukur.
Sedangkan sesuatu yang bersifat mitos atau takhayul, merupakan bagian imajinasi dari ketakutan dan keyakinan manusia tanpa ada pembuktian yang dapat diamati secara nyata dan keterukuran.
Selanjutnya dialektika, Tan Malaka dalam terminologi ini tidak memberikan modifikasi ulang atas konsep terdahulu sepenuhnya ia mengikuti jejak-jejak pendahulunya dalam merumuskan dialektika.
Yaitu suatu cara berpikir “yang berlainan” atau cara berikir “timbal balik”. Dalam pandangan dialektis suatu pertentangan bukanlah suatu kehancuran, melainkan suatu kemajuan yang ditandai dengan lahirnya sebuah tesis baru.
Dialektika yang ia pilih adalah dialektika materialis, yaitu mencerminkan cara berpikir ilmuwan. Tidak sekedar spekulasi dalam pikiran sebagaimana dialektika idealis, melainkan merefleksikan gerakan benda sebenarnya yang ada diluar otak manusia.
Ia merupakan hukum gerak dan perkembangan materi sendiri. Untuk itu Tan Malaka dalam Madilog menyebut dua hukum dialektika.
Pertama, negasi atas negasi, yaitu pertentangan-pertentangan antara sesama materi yang mendorongnya ke arah kemajuan. Tesis melawan anti tesis menghasilkan tesis baru. Kedua, perubahan kuantitatif menuju kualitatif, semisal perubahan sel menjadi lebih besar yang pada awalnya tidak bernyawa kemudian menjadi bernyawa.
Setelah menjelajah kepada dua aspek penting dalam marxisme yaitu, dialektika dan materi. Bagi Tan Malaka logika tidak bisa ditinggalkan. Sekalipun sebenarnya cara berpikir dialektika terlihhat lebih mewah dari logika yang hanya sekedar menjawab “iya” atau “tidak”.
Dialektika berlaku bagi pengetahuan dalam garis besar, sedangkan logika mempunyai andil dalam menerapkan jawaban di wilayah mikro. Untuk itu sangat penting bagi seseorang agar tetap logis dengan senantiasa mematuhi kaidah-kaidah berpikir. Semakin ketat penggunaannya maka akan semakin terhindar dari cara berpikir yang keliru.
Sebagai perumus cara berpikir yang ia kontribusikan kepada masyarakat yang masih menggunakan logika mistika atau ketergantungan pada yang gaib. Madilog ia praktikkan sendiri dalam memahami kemerdekaan kala itu.
Bagi Tan Malaka kemerdekaan bukanlah didapat dari janji melainkan perjuangan yang dibela mati-matian. Dengan demikian maka kemerdekaan akan berwujud nyata dan ada.
Dari sini dapat kita lihat, bahwa kemerdekaan yang ia maksud bukanlah suatu janji yang berbentuk non-materi hanya spekulasi dari hasil kerja sama dengan jepang.
Tan Malaka memilih jalan terjal dengan berpikir berbasis materialis, sebab kemerdekaan menjadi barang yang dijemput, diraih, dan dipertahankan tanpa menunggu angan-angan akan pemberian dari pihak lain.
Oleh karena itu Madilog bukan sekedar cara berpikir ilmiah untuk para ilmuwan saja, melainkan juga panduan berpikir agar terlepas dari belenggu keterjajahan. Itu semua berlangsung dan dimulai dari pikiran terlebih dahulu dengan melihat kehidupan secara nyata. Dan nyata adalah apa yang teramati hari ini, bukan esok dalam rupa janji.