FRENSIA.ID – Rupert Taylor & Mark Shaw adalah dua pakar riset sosial dan konflik politik. Taylor berasal dari Queen’s University, Belfast, sedangkan Mark Shaw adalah seorang periset konflik politik yang berasal dari Institute of Defence Policy in Johannesburg. Keduanya pernah menulis riset berjudul “The Natal Conflict”. Karya ini terbit pada tahun 1994, bersama dengan karya periset lain dalam buku Restructuring South Africa.
Dalam kajian mendalam mereka, Taylor dan Shaw menyoroti betapa mengerikannya eskalasi kekerasan yang terjadi di Natal selama periode enam tahun hingga 1992. Mereka mencatat bahwa konflik ini telah merenggut lebih dari 4.000 nyawa warga Afrika, di mana para korban tewas akibat berbagai jenis senjata mulai dari tongkat, tombak, pisau, hingga senjata api rakitan dan otomatis.
Dampak kemanusiaan dari tragedi ini sangat masif, terlihat dari hancurnya dan pembakaran rumah-rumah penduduk, intimidasi massal, serta munculnya puluhan ribu pengungsi yang kehilangan tempat tinggal. Bahkan, di area yang paling parah terdampak, penyediaan layanan kesejahteraan dasar seperti pendidikan dan kesehatan dilaporkan lumpuh total, menciptakan suasana sosial yang traumatis di mana hampir sulit menemukan orang yang tidak mengenal seseorang yang tewas atau terluka dalam konflik tersebut.
Secara statistik, Taylor dan Shaw memaparkan data yang menunjukkan pola kekerasan yang terus meningkat sejak pertengahan 1980-an. Di wilayah Pietermaritzburg dan Natal Midlands, angka kematian melonjak drastis dari hanya 12 kematian pada tahun 1985 menjadi 686 kematian pada tahun 1989.
Eskalasi paling tajam tercatat pada bulan Maret 1990, yang disebut sebagai “bulan pasang naik” perang dengan total 180 kematian dalam satu bulan saja. Ironisnya, inisiatif perdamaian yang dimulai sejak 1987 hingga Kesepakatan Damai Nasional 1991 dinilai lambat dan gagal memberikan dampak nyata di tingkat akar rumput, yang justru semakin mendestabilisasi transisi menuju demokrasi.
Bagian paling krusial dari temuan Taylor dan Shaw adalah kritik tajam mereka terhadap narasi dominan yang dibangun oleh pemerintah Partai Nasional dan media yang dikendalikan negara saat itu. Awalnya, pemerintah memproyeksikan konflik ini sebagai kekerasan “hitam-lawan-hitam” atau pertikaian etnis yang didorong oleh kekuatan “kesukuan” yang irasional dan biadab.
Kedua peneliti ini membantah keras pandangan tersebut dan menyebutnya berakar pada stereotip kolonial serta ideologi apartheid yang gagal menjelaskan dinamika sebenarnya. Taylor dan Shaw menegaskan bahwa pelabelan etnis tersebut keliru karena konflik ini sejatinya terjadi di antara sesama kelompok Zulu, sehingga tidak relevan jika disebut perang antar-suku.
Sebaliknya, konsensus penelitian akademik menegaskan bahwa inti dari tragedi Natal adalah perjuangan politik perebutan kekuasaan wilayah antara gerakan Inkatha pimpinan Chief Buthelezi melawan Kongres Nasional Afrika (ANC) dan sekutunya.
Penulis : Mashur Imam







