Wajah Baru LPG 3 Kg, Rakyat Kecil Makin Tercekik

Selasa, 4 Februari 2025 - 09:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Sejak lama, LPG 3 kg bukan sekadar komoditas, melainkan kebutuhan primer bagi masyarakat kecil. Gas bersubsidi ini menjadi sumber energi utama bagi rumah tangga dan usaha mikro, dari warung nasi hingga pedagang gorengan. Bagi mereka, keberadaan LPG 3 kg bukan soal pilihan, tapi keharusan. Sayangnya, kebijakan terbaru justru berisiko membuat akses terhadap energi murah ini semakin sulit.

Mulai 1 Februari 2025, pemerintah melarang pengecer menjual LPG 3 kg. Alasannya, distribusi gas melon harus lebih tepat sasaran dan hanya boleh dilakukan oleh pangkalan resmi. Sekilas, kebijakan ini tampak logis: menutup celah spekulan yang menjual LPG di atas harga eceran tertinggi (HET). Namun, ada pertanyaan besar: apakah kebijakan ini benar-benar berpihak pada rakyat kecil, atau justru menambah kesulitan?

Selama ini, pengecer berperan sebagai penghubung antara masyarakat dan pangkalan resmi. Di banyak daerah, terutama pelosok, pangkalan LPG sering kali berjarak jauh dari pemukiman warga. Keberadaan pengecer membantu masyarakat mendapatkan LPG tanpa harus menempuh perjalanan panjang.

Baca Juga :  Perguruan Tinggi dan Bahasanya

Melalui kebijakan baru ini, warga yang tinggal jauh dari pangkalan terpaksa mengeluarkan ongkos lebih untuk transportasi. Bukan tidak mungkin, mereka harus rela antre panjang di pangkalan karena jumlahnya yang terbatas.

Pemerintah memang menawarkan solusi: pengecer bisa mendaftar sebagai pangkalan resmi melalui sistem Online Single Submission (OSS). Tapi, mari jujur. Tidak semua pengecer kecil paham birokrasi digital, apalagi memiliki modal cukup untuk memenuhi persyaratan sebagai pangkalan. Kebijakan ini justru berisiko menguntungkan pemain besar dan menyingkirkan para pengecer tradisional yang selama ini menggantungkan hidup dari penjualan LPG.

Senada dengan itu, Fahmy Radhi, Dosen Ekonomi Energi UGM, menyoroti dampak kebijakan ini terhadap masyarakat kecil. Menurutnya, pengecer selama ini adalah pengusaha akar rumput, warung-warung kecil yang bertahan dengan berjualan LPG 3 kg. Larangan ini bukan hanya menghilangkan sumber pendapatan mereka, tetapi juga menghambat akses masyarakat terhadap LPG bersubsidi, terutama di desa-desa yang jauh dari pangkalan resmi.

Baca Juga :  Wadul Guse dan Paradoksnya

Selain itu, kebijakan ini berpotensi memunculkan dua harga di pasaran. LPG 3 kg di pangkalan resmi memang dijual sesuai HET, tapi bagaimana dengan daerah yang minim pangkalan? Hukum pasar akan bekerja: kelangkaan memicu lonjakan harga di tingkat pengecer informal. Jika ini terjadi, masyarakat kecil yang seharusnya mendapat subsidi malah harus membayar lebih mahal.

Dalam teori ekonomi, distribusi yang efektif bukan hanya soal harga murah, tetapi juga akses yang mudah. Jika kebijakan ini malah menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan energi yang mereka butuhkan, kebijakan ini layak dipertanyakan. Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada pengetatan distribusi, tetapi juga memastikan LPG tetap mudah dijangkau oleh mereka yang berhak.

Pelarangan pengecer tanpa solusi konkret sama saja dengan mencabut roda sepeda motor dan berharap pengendara tetap bisa melaju. Tanpa akses yang lebih baik, LPG 3 kg bisa tetap murah di atas kertas, tapi justru semakin sulit di lapangan dan rakyat makin tercekik.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Denting Nurani di Tengah Dentuman Horeg
Perempuan Polos dan Politik
Wadul Guse dan Paradoksnya
79 Tahun Bhayangkara: Kita Butuh Polisi Pembela Kaum Lemah
Perguruan Tinggi dan Bahasanya
Garis Laras Pancasila dan Hudaibiyah: Jalan Damai Berbangsa
Ekoteologi Dan Iman Yang membumi
Ramalan Il Principe
Tag :

Baca Lainnya

Rabu, 16 Juli 2025 - 18:01 WIB

Denting Nurani di Tengah Dentuman Horeg

Senin, 14 Juli 2025 - 14:07 WIB

Perempuan Polos dan Politik

Jumat, 4 Juli 2025 - 08:05 WIB

Wadul Guse dan Paradoksnya

Selasa, 1 Juli 2025 - 14:01 WIB

79 Tahun Bhayangkara: Kita Butuh Polisi Pembela Kaum Lemah

Kamis, 26 Juni 2025 - 20:06 WIB

Perguruan Tinggi dan Bahasanya

TERBARU

Owner Balad Group (Sumber foto: Istimewa)

Economia

Membumi di Vietnam: Menerobos Jaringan Mafia Lobster

Sabtu, 19 Jul 2025 - 11:35 WIB

Kolomiah

Denting Nurani di Tengah Dentuman Horeg

Rabu, 16 Jul 2025 - 18:01 WIB

Perempuan Polos dan Politik (Ilustrasi: Arif)

Kolomiah

Perempuan Polos dan Politik

Senin, 14 Jul 2025 - 14:07 WIB