Frensia.id- Kabupaten Jember saat ini menjadi perhatian khusus di Provinsi Jawa Timur terkait tingginya angka stunting serta kematian ibu dan bayi.
Febriana Maya Puspitasari, akademisi dari RSD dr. Soebandi, menganalisis strategi untuk menurunkan angka ini melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan kesehatan penduduk dengan cakupan kesehatan semesta (Universal Health Coverage).
Hasil temuannya telah publish dalam bentuk jurnal. Tahun ini, terbit dalam Proceeding of International Conference on Education, Society and Humanity tahun 2024.
Hasil analisis ini menjadi penting mengingat Survei Status Gizi Indonesia 2022 menyebut Jember memiliki prevalensi stunting balita tertinggi di Jawa Timur, sementara Dinas Kesehatan Jawa Timur juga menempatkan angka kematian ibu dan bayi di Jember sebagai yang tertinggi di provinsi ini.
Tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) 2030 menetapkan target ambisius dalam mengurangi angka kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup, kematian bayi menjadi 12 per 1.000 kelahiran hidup, dan stunting sebesar 14% pada tahun 2024.
Namun, dengan tingkat kepesertaan JKN-KIS baru mencapai 66% dari total penduduk Jember, upaya tersebut menghadapi tantangan besar.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 mengamanatkan seluruh penduduk harus terlindungi dengan cakupan kesehatan semesta paling sedikit 98% pada 2024. Fakta ini mendorong perlunya langkah konkret dan strategis.
Dalam analisisnya, Febriana menggunakan pendekatan SWOT untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dari sisi kekuatan, Pemerintah Kabupaten Jember menunjukkan perhatian tinggi pada upaya penurunan angka stunting, kematian ibu, dan bayi melalui pelayanan gratis, monitoring berkelanjutan, serta alokasi anggaran yang menjadi prioritas pembangunan kesehatan.
Dukungan regulasi melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 juga menambah kekuatan ini. Namun, kekurangannya adalah alokasi anggaran Universal Health Coverage yang belum mencukupi dan minimnya kesadaran warga untuk menjadi peserta JKN-KIS mandiri.
Program seperti J-Pasti Kuereen justru memicu ketidakpatuhan peserta JKN-KIS mandiri dalam membayar iuran.
Dari sisi eksternal, ancaman terbesar datang dari pencapaian kepesertaan JKN-KIS yang baru mencapai 66% per Juni 2023, jauh dari target 98% pada tahun 2024.
Selain itu, meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan menjadi tantangan tersendiri, di tengah angka kematian ibu dan bayi serta prevalensi stunting yang masih tinggi. Namun, ada peluang besar dalam bentuk perhatian pemerintah daerah dan dukungan anggaran yang lebih besar untuk menekan angka ini.
Dari analisis tersebut, Febriana merekomendasikan langkah strategis yang melibatkan prioritas alokasi APBD untuk mendukung Universal Health Coverage di Jember.
Strategi ini akan memfokuskan layanan kesehatan pada upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif agar program yang dibiayai JKN-KIS dapat berjalan secara komprehensif dan terpadu.
Selain itu, pengalihan sebagian anggaran pelayanan kesehatan gratis ke Universal Health Coverage diusulkan agar dapat memperluas cakupan peserta dan meningkatkan pelayanan kesehatan.
Jika Universal Health Coverage dijadikan prioritas dalam anggaran, kita bisa memperkuat penanganan preventif, meningkatkan layanan kuratif, dan mempercepat pengurangan angka stunting serta kematian ibu dan bayi. Jadi bukan hanya soal angka, tapi masa depan generasi Jember.
Dengan strategi ini, harapannya Kabupaten Jember dapat mengejar ketertinggalan dalam pencapaian cakupan kesehatan semesta dan menciptakan perubahan signifikan dalam indikator kesehatan masyarakat, sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.