Frensia.id – Bu Kamsiyah, seorang penjual pecel semanggi khas Surabaya yang tetap bertahan di tengah modernisasi hingga saat ini.
Surabaya, salah satu kota yang dikenal dengan ragam kulinernya, menyimpan banyak makanan tradisional yang menggugah selera.
Salah satu sajian khas yang masih bertahan di tengah arus modernisasi adalah pecel daun semanggi.
Di depan Masjid Al Akbar Surabaya, tepat di samping kantor MUI Jawa Timur, seorang wanita penjual pecel semanggi bernama Ibu Kamsiyah yang telah berumur 50 tahun, tetap setia menyajikan hidangan khas ini sejak 2010.
Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, Bu Kamsiyah tak hanya menjual makanan, tetapi juga menjaga tradisi kuliner Surabaya.
Pecel semanggi yang ia sajikan memiliki keunikan tersendiri. Hidangan ini disajikan dengan cara tradisional menggunakan pincuk daun pisang.
Kuah pecelnya berbahan dasar kacang yang dipadukan dengan ubi atau telo, memberikan cita rasa manis dan gurih yang berbeda dari pecel semanggi pada umumnya.
“Banyak pelanggan bilang pecel saya beda karena ada tambahan ubi. Rasanya jadi lebih lembut dan khas,” ujar Bu Kamsiyah sambil melayani pembeli.
Seporsi pecel semanggi khas Bu Kamsiyah berisi rebusan daun semanggi, kecambah, kangkung, dan disempurnakan dengan kerupuk puli sebagai pelengkap.
Sepincuk pecel semanggi lezat dan unik Bu Kamsiyah dihargai Rp12.000 per porsi. Karena harganya yang terjangkau dan rasanya terjamin, banyak pembeli yang menjadi pelanggan setia pecel semanggi Bu Kamsiyah.
“Selain rasanya enak, saya suka beli di sini karena Bu Kamsiyah ramah. Ada sentuhan nostalgia juga saat makan dari pincuk daun pisang,” ujar Sunaryo, seorang Satpam pelanggan Bu Kamsiyah.
Tak hanya menjaga kualitas rasa, Bu Kamsiyah juga dikenal akan keramahan dan dedikasinya.
Di tengah kesibukannya berjualan, ia tetap meluangkan waktu untuk bercengkerama dengan pelanggan.
Meski sederhana, lapak yang hanya bermodal potongan banner sebagai alas, dagangan Bu Kamsiyah selalu ramai baik dari warga lokal hingga wisatawan yang ingin mencicipi keaslian Surabaya.
Sebagai seorang nenek dengan satu cucu, Bu Kamsiyah merasa bangga dapat melestarikan kuliner tradisional.
“Selain menjadi sumber penghasilan saya, pecel semanggi ini adalah makanan khas Surabaya yang harus tetap dilestarikan,” katanya dengan wajah teduh.
Di tengah pesatnya perkembangan kota, usaha kecil seperti milik Bu Kamsiyah menjadi pengingat bahwa tradisi dan cita rasa lokal adalah bagian tak terpisahkan dari identitas sebuah daerah.
Apabila Anda sedang berada di Surabaya, sempatkan mampir untuk mencicipi sepincuk pecel semanggi Bu Kamsiyah dan nikmati kelezatan khas yang tak lekang oleh waktu.