Bu Kamsiyah, Penjual Pecel Semanggi Khas Surabaya

Rabu, 18 Desember 2024 - 07:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar

Gambar "Bu Kamsiyah, Penjual Pecel Semanggi Khas Surabaya" sumber istimewa Muhammad Riyadi

Frensia.id – Bu Kamsiyah, seorang penjual pecel semanggi khas Surabaya yang tetap bertahan di tengah modernisasi hingga saat ini.

Surabaya, salah satu kota yang dikenal dengan ragam kulinernya, menyimpan banyak makanan tradisional yang menggugah selera.

Salah satu sajian khas yang masih bertahan di tengah arus modernisasi adalah pecel daun semanggi.

Di depan Masjid Al Akbar Surabaya, tepat di samping kantor MUI Jawa Timur, seorang wanita penjual pecel semanggi bernama Ibu Kamsiyah yang telah berumur 50 tahun, tetap setia menyajikan hidangan khas ini sejak 2010.

Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, Bu Kamsiyah tak hanya menjual makanan, tetapi juga menjaga tradisi kuliner Surabaya.

Pecel semanggi yang ia sajikan memiliki keunikan tersendiri. Hidangan ini disajikan dengan cara tradisional menggunakan pincuk daun pisang.

Kuah pecelnya berbahan dasar kacang yang dipadukan dengan ubi atau telo, memberikan cita rasa manis dan gurih yang berbeda dari pecel semanggi pada umumnya.

Baca Juga :  Kontroversi Pantai Indah Kapuk Kembali Mencuat, Berikut Riset yang Kaji Dampak Buruk Reklamasi Teluk Jakarta

“Banyak pelanggan bilang pecel saya beda karena ada tambahan ubi. Rasanya jadi lebih lembut dan khas,” ujar Bu Kamsiyah sambil melayani pembeli.

Seporsi pecel semanggi khas Bu Kamsiyah berisi rebusan daun semanggi, kecambah, kangkung, dan disempurnakan dengan kerupuk puli sebagai pelengkap.

Sepincuk pecel semanggi lezat dan unik Bu Kamsiyah dihargai Rp12.000 per porsi. Karena harganya yang terjangkau dan rasanya terjamin, banyak pembeli yang menjadi pelanggan setia pecel semanggi Bu Kamsiyah.

“Selain rasanya enak, saya suka beli di sini karena Bu Kamsiyah ramah. Ada sentuhan nostalgia juga saat makan dari pincuk daun pisang,” ujar Sunaryo, seorang Satpam pelanggan Bu Kamsiyah.

Tak hanya menjaga kualitas rasa, Bu Kamsiyah juga dikenal akan keramahan dan dedikasinya.

Baca Juga :  Membaca Islam, Lewat Sorot Mata Sosiolog Jepang

Di tengah kesibukannya berjualan, ia tetap meluangkan waktu untuk bercengkerama dengan pelanggan.

Meski sederhana, lapak yang hanya bermodal potongan banner sebagai alas, dagangan Bu Kamsiyah selalu ramai baik dari warga lokal hingga wisatawan yang ingin mencicipi keaslian Surabaya.

Sebagai seorang nenek dengan satu cucu, Bu Kamsiyah merasa bangga dapat melestarikan kuliner tradisional.

“Selain menjadi sumber penghasilan saya, pecel semanggi ini adalah makanan khas Surabaya yang harus tetap dilestarikan,” katanya dengan wajah teduh.

Di tengah pesatnya perkembangan kota, usaha kecil seperti milik Bu Kamsiyah menjadi pengingat bahwa tradisi dan cita rasa lokal adalah bagian tak terpisahkan dari identitas sebuah daerah.

Apabila Anda sedang berada di Surabaya, sempatkan mampir untuk mencicipi sepincuk pecel semanggi Bu Kamsiyah dan nikmati kelezatan khas yang tak lekang oleh waktu.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

“Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis”, Buku Panduan Bagi Penulis Pemula
Strategi Bertahan Warung Mie Nyonyor Rest Jubung-Jember, Pernah Dikaji Akademisi
Ngenest, Film yang Menceritakan Perasaan Traumatis Sebagai Keturunan Tionghoa
Membaca Islam, Lewat Sorot Mata Sosiolog Jepang
Mangir, Drama yang Mengungkap Bobroknya Moral Kekuasaan
7 Potensi Musibah Pantai Drini, Salah Satunya Jadi Penyebab Siswa SMP 07 Mojokorto Kehilangan Nyawa
Pantai Drini Rawan Tsunami, Bahkan Periset Telah Perkirakan Dampaknya, Jika Terjadi
Pantai Drini Berbahaya! Sebenarnya Telah Diteliti Sejumlah Pakar UGM

Baca Lainnya

Minggu, 16 Februari 2025 - 22:08 WIB

“Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis”, Buku Panduan Bagi Penulis Pemula

Minggu, 9 Februari 2025 - 03:00 WIB

Strategi Bertahan Warung Mie Nyonyor Rest Jubung-Jember, Pernah Dikaji Akademisi

Rabu, 5 Februari 2025 - 20:27 WIB

Ngenest, Film yang Menceritakan Perasaan Traumatis Sebagai Keturunan Tionghoa

Selasa, 4 Februari 2025 - 08:54 WIB

Membaca Islam, Lewat Sorot Mata Sosiolog Jepang

Rabu, 29 Januari 2025 - 23:32 WIB

Mangir, Drama yang Mengungkap Bobroknya Moral Kekuasaan

TERBARU

Kolomiah

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Rabu, 12 Mar 2025 - 08:30 WIB