FRENSIA.ID – Dinamika politik di kawasan “Tapal Kuda” Jawa Timur tidak pernah bisa dilepaskan dari figur sentral para kiai dan ulama. Hal ini bukan sekadar asumsi, melainkan fakta ilmiah yang diungkap oleh dua akademisi dari Universitas Ibrahimy (UNIB) Situbondo. Dalam riset terbarunya, mereka menyematkan istilah menarik bagi peran strategis para pemuka agama ini: sebagai “Endorsement Moral”.
Temuan ini dipaparkan oleh Nurul Azizah dan Mohammad Armoyo dalam jurnal Maddah (Jurnal Komunikasi dan Konseling Islam) Volume 7 tahun 2025. Keduanya membedah secara mendalam bagaimana komunikasi politik di ranah lokal memiliki kekuatan besar dalam menentukan kemenangan kandidat Kepala Daerah, khususnya di wilayah dengan kultur santri yang kental seperti Kabupaten Probolinggo, Bondowoso, Jember, dan Situbondo.
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus ini, Nurul dan Armoyo menemukan bahwa dukungan ulama melampaui sekadar preferensi pribadi. Dukungan tersebut bertransformasi menjadi Endorsement Moral. Artinya, ketika seorang ulama memberikan dukungan secara eksplisit kepada kandidat tertentu, mereka sedang memvalidasi karakter kandidat tersebut dengan nilai-nilai agama di mata publik.
”Ulama memberikan dukungan secara eksplisit, sering kali dengan mengaitkan karakter kandidat dengan nilai-nilai agama,” ungkap peneliti dalam jurnal tersebut. Hal ini menjadi legitimasi yang sangat kuat di mata pemilih akar rumput yang patuh pada dawuh kiai.
Lebih jauh, riset ini mengungkap strategi konkret yang digunakan. Para ulama tidak hanya diam, melainkan aktif menyebarkan pesan politik melalui ceramah-ceramah agama. Mimbar keagamaan menjadi sarana efektif untuk menyelipkan pesan elektoral yang dikemas dengan bahasa langit.
Tak hanya itu, terjadi pula mobilisasi massa yang sistematis. Ulama memobilisasi basis pendukungnya—baik santri maupun jamaah pengajian—untuk hadir dalam kampanye. Jaringan keagamaan yang solid digunakan sebagai mesin politik untuk memperkuat dukungan suara.
Hasil penelitian Nurul Azizah dan Mohammad Armoyo ini menegaskan kembali bahwa di Tapal Kuda, jalan menuju kursi kekuasaan hampir mustahil ditempuh tanpa “stempel” moral dari para ulama. Endorsement ini bukan sekadar dukungan suara, melainkan jaminan integritas di mata masyarakat religius.







