Frensia.id – Lonjakan harga cabai kembali menjadi perbincangan hangat. Frensia Institute, lembaga riset yang menyoroti isu pangan, memaparkan hasil kajian terbaru terkait anomali harga cabai yang terjadi sejak awal Januari 2025.
Dalam analisis mereka, ditemukan pola fluktuasi harga yang janggal antara tingkat produsen dan konsumen.
Peneliti Frensia Institute, Gita Pamuji, membeberkan temuan ini berdasarkan data yang mencolok pada 1 Januari 2025.
“Harga cabai merah besar di tingkat produsen justru turun dari Rp 24.562 menjadi Rp 20.602, tetapi harga di tingkat konsumen malah naik dari Rp 52.740 menjadi Rp 56.023. Ini adalah ketidaksesuaian yang mengkhawatirkan,” jelasnya, 19/01/2025.
Keanehan serupa ditemukan pada cabai keriting, namun dengan pola yang berlawanan.
“Saat harga produsen naik dari Rp 40.351 menjadi Rp 46.708, harga di tingkat konsumen justru turun dari Rp 55.926 menjadi Rp 55.432. Perbedaan ini tidak mencerminkan mekanisme pasar yang sehat,” tambah pemuda yang akrab dipanggil Sigit ini.
Fenomena fluktuasi tajam lebih sering terjadi di tingkat konsumen, sementara harga produsen relatif lebih stabil kecuali pada momen tertentu. Sigit menyoroti pola ini sebagai tanda adanya gangguan di sektor distribusi.
“Lonjakan di tingkat konsumen lebih curam dibandingkan fluktuasi harga produsen. Ini menunjukkan adanya kemungkinan kendala distribusi atau manipulasi harga,” ujarnya.
Pada pertengahan Januari, pola serupa terulang. Dari 13 hingga 14 Januari, harga cabai merah besar dan keriting kembali mengalami kenaikan signifikan di pasar konsumen meskipun harga produsen menurun.
“Harga cabai merah besar di konsumen naik dari Rp 54.929 menjadi Rp 55.573, sementara harga produsen turun dari Rp 34.964 menjadi Rp 33.594. Cabai keriting juga menunjukkan pola yang sama,” jelasnya.
Berbeda dengan cabai merah besar dan keriting, cabai rawit menunjukkan pergerakan harga yang lebih stabil. Meski tetap naik, pola fluktuasinya lebih wajar.
“Kenaikan harga cabai rawit sejak awal tahun tidak terlalu tajam, sehingga lebih mencerminkan mekanisme pasar yang normal,” tambah Sigit.
Dugaan adanya permainan harga di sektor distribusi mencuat dari hasil analisis ini. Perbedaan pola fluktuasi yang signifikan antara produsen dan konsumen mengindikasikan potensi celah dalam rantai pasok.
“Ini menjadi bukti bahwa ada sesuatu yang tidak berjalan sesuai harapan dalam distribusi cabai. Pemerintah perlu segera menindaklanjuti temuan ini,” tegas Sigit.
Sebagai salah satu komoditas vital, harga cabai yang tidak stabil dapat berdampak luas pada masyarakat.
Frensia Institute mendesak pemerintah untuk segera menyelidiki akar masalah dan memastikan stabilitas harga di pasar. Lonjakan harga di awal tahun, apalagi saat kebutuhan masyarakat meningkat, hanya akan memperburuk beban konsumen.