Haruskah Kita Anti Tambang? (Bagian II)

Kamis, 30 Januari 2025 - 15:09 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Belakangan ini, isu pertambangan kembali memantik obrolan hangat, terutama setelah muncul wacana kampus meminta jatah menambang. Bukan cuma perusahaan besar yang ingin menikmati hasil bumi, tapi juga institusi pendidikan yang katanya berpihak pada ilmu pengetahuan. Wajar kalau reaksi publik terbelah.

Ada yang menganggap tambang sebagai berkah ekonomi, tapi tak sedikit yang mencemaskan dampaknya bagi lingkungan dan ketimpangan sosial. Lalu, kalau kita menengok ke belakang, bagaimana sebenarnya Islam memandang tambang? Apakah Nabi, sahabat dan genarasi ulama anti tambang? 

Dalam riset Historical Development: Kepemilikan dan Pengelolaan Tambang di Masa Nabi Muhammad SAW oleh Syifani Ikrimahtul Lestari, disebutkan bahwa Nabi sendiri tidak menolak pertambangan. Bahkan, beliau pernah melakukan aktivitas pertambangan, tetapi tidak serampangan. Prinsip utamanya jelas: tambang bukan sekadar sumber kekayaan, melainkan bagian dari kepemilikan umum yang harus dikelola dengan adil.

Salah satu hadis menyebutkan bahwa manusia memiliki hak atas tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi), yang mencakup sumber daya tambang. Nabi memastikan bahwa hasil tambang digunakan untuk kepentingan umat, bukan segelintir orang saja. Kasus Bilal bin Rabah yang diberikan kepemilikan tambang garam, tetapi dilarang menjualnya, menunjukkan bahwa Islam sudah sejak awal mengantisipasi kemungkinan akumulasi kekayaan yang bisa merugikan masyarakat. 

Baca Juga :  Belajar dari Arsenal dan Real Madrid: Part II

Lalu, bagaimana pandangan hukum Islam secara lebih luas? Dalam riset Pengelolaan Barang Tambang dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, Anwar Habibi Siregar mengutip pandangan mazhab Malikiyah yang menegaskan bahwa barang tambang adalah milik umum. Tak seorang pun boleh menguasainya secara pribadi, bahkan meski mereka yang menemukannya.

Pendapat ini senada dengan Ibnu Qudamah yang menyatakan bahwa barang tambang seperti garam, air, dan minyak bumi tidak boleh dimiliki oleh individu sehingga orang lain terhalang untuk mendapatkannya. Negara, sebagai wakil rakyat, harus mengelola tambang demi kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan segelintir orang atau perusahaan. 

Lantas, haruskah kita anti tambang? Tidak juga. Tambang adalah kebutuhan, baik untuk energi, industri, maupun pembangunan. Islam tidak melarang eksploitasi sumber daya, tetapi memberi batasan agar tidak merusak lingkungan atau menciptakan ketimpangan sosial. Yang jadi masalah bukan tambangnya, melainkan siapa yang mengelola dan bagaimana cara mengelolanya. Jika prinsip keadilan dan kemaslahatan umat diabaikan, maka tambang bukan lagi berkah, melainkan bencana.

Baca Juga :  Ramadhan, Waktunya Ngaca Diri

Bagaimana dengan dunia pertambangan di Indonesia? Sudahkah dikelola dengan cara-cara Nabi dan dalam koridor kemaslahatan serta keadilan? Jika belum, kritik yang muncul bukan berarti anti tambang, melainkan anti terhadap pengelolaan tambang yang tidak adil. Kritik ini penting sebagai pengingat untuk meluruskan bagaimana dan untuk apa tambang itu diciptakan.

Maka, alih-alih bertanya “Haruskah kita anti tambang?”, mungkin pertanyaannya lebih tepat: “Bagaimana agar tambang tidak jadi kutukan?”. Islam sudah memberi pedoman: tambang harus dikelola dengan adil, berpihak pada masyarakat, dan tidak merusak lingkungan. Yang jadi masalah, apakah kita—atau lebih tepatnya, mereka yang berkuasa—benar-benar mau mengikuti pedoman itu?

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Kartini, Lentera Kaum Kecil
Belajar dari Arsenal dan Real Madrid: Part II
Masa Depan Pendidikan Indonesia: Saatnya Segarkan Kembali Model Oliva
Enaknya Jadi Keluarga Koruptor
Di Liga Champions UEFA, Menang Justru Lebih Melelahkan
Belajar dari Arsenal dan Real Madrid
Dari Puasa (Ramadhan) ke Pembiasaan
Kita Adalah Don Quixote yang Terhijab
Tag :

Baca Lainnya

Selasa, 22 April 2025 - 19:01 WIB

Kartini, Lentera Kaum Kecil

Kamis, 17 April 2025 - 12:29 WIB

Belajar dari Arsenal dan Real Madrid: Part II

Rabu, 16 April 2025 - 14:17 WIB

Masa Depan Pendidikan Indonesia: Saatnya Segarkan Kembali Model Oliva

Selasa, 15 April 2025 - 14:46 WIB

Enaknya Jadi Keluarga Koruptor

Kamis, 10 April 2025 - 18:09 WIB

Di Liga Champions UEFA, Menang Justru Lebih Melelahkan

TERBARU

Babi hutan liar saat sudah diburu warga (Sumber foto: istimewa)

Regionalia

Pasutri di Jember Diseruduk Babi Hutan Liar Saat Mandi

Jumat, 25 Apr 2025 - 17:19 WIB

Opinia

Fatayat NU, Geliat Perempuan dan Wajah Keadilan

Kamis, 24 Apr 2025 - 21:45 WIB