Frensia.id- Kronologi konflik internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat panas. Konflik ini melibatkan wakil ketua umumnya, Nurul Ghufron dengan sejumlah Dewan Pengawas (Dewas). Pertikaian ini berakhir dengan ditetapkannya Ghufron sebagai pelanggar kode etik KPK.
Frensia.id akan merangkumnya dari berbagai sumber yang telah beredar di publik.
Ghufron Melaporkan Albertina Ho, Dewas KPK
Hubungan internal di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang memanas, terutama antara pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Ketegangan ini memuncak setelah Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, melaporkan anggota Dewas, Albertina Ho, kepada Dewas KPK. Konflik ini bermula dari laporan dugaan pelanggaran etik yang melibatkan seorang mantan jaksa KPK berinisial TI.
Jaksa TI diduga terlibat dalam tindakan pemerasan terhadap seorang saksi dengan jumlah yang fantastis, yakni sebesar Rp 3 miliar. Laporan tersebut sampai ke Dewas KPK dan direspons oleh Albertina Ho, yang bertugas menelusuri dugaan pelanggaran etik tersebut. Dalam proses penelusuran, Albertina berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memeriksa riwayat transaksi keuangan yang terkait dengan jaksa TI.
Namun, tindakan Albertina ini dianggap oleh Nurul Ghufron sebagai pelanggaran wewenang. Ghufron menilai bahwa Albertina telah bertindak di luar batas tugas dan fungsinya sebagai anggota Dewas KPK. Hal ini memicu Nurul Ghufron untuk melaporkan Albertina ke Dewas KPK, yang kemudian memperkeruh situasi internal lembaga antirasuah tersebut.
Konflik ini memperlihatkan adanya ketegangan di tubuh KPK terkait batas-batas wewenang dan peran antara pimpinan KPK dan Dewas. Situasi ini juga menyoroti kompleksitas hubungan internal di lembaga yang memiliki tanggung jawab besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dewas Melaporkan Nurul Ghufron
Pada Januari 2024, dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata dan Nurul Ghufron, dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Keduanya diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang terkait dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Meskipun Dewas KPK belum memberikan penjelasan secara rinci terkait kasus ini, anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, memberikan sedikit gambaran mengenai situasi tersebut.
Menurut Syamsuddin, laporan tersebut berkaitan dengan dugaan bahwa Nurul Ghufron menggunakan pengaruhnya sebagai petinggi KPK dalam proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian. Dugaan ini muncul saat Ghufron disebut-sebut terlibat dalam proses mutasi seorang pegawai Kementan berinisial ADM. Pernyataan ini diutarakan oleh Syamsuddin ketika menanggapi laporan yang diajukan Nurul Ghufron terhadap Albertina Ho, sesama anggota Dewas KPK.
Syamsuddin juga mengungkapkan kebingungannya terkait dengan langkah Ghufron melaporkan Albertina. Ia berharap bahwa tindakan tersebut tidak ada hubungannya dengan kasus etik yang saat ini sedang dihadapi Ghufron.
“Saya juga tidak mengerti mengapa Pak NG laporkan Bu AH. Semoga saja bukan karena saat ini Pak NG sendiri memiliki kasus etik yang sedang ditangani oleh Dewas terkait dugaan penyalahgunaan pengaruh sebagai insan KPK dalam mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian berinisial ADM,” ujar Syamsuddin pada detik Rabu, 24 April 2024.
Konflik ini menunjukkan adanya ketegangan yang meningkat di internal KPK, terutama antara pimpinan dan Dewan Pengawas. Situasi ini juga mengindikasikan kompleksitas persoalan wewenang dan integritas dalam lembaga antirasuah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ghufron Melaporkan Pelanggaran Wewenang Dewas
Seperti petir yang menggelegar di tengah siang bolong, langkah Ghufron mengguncang seisi Komisi Pemberantasan Korupsi. Tanpa banyak angin, ia memilih untuk melaporkan Albertina Ho kepada Dewan Pengawas KPK. Sebuah keputusan yang memantik keheranan, namun bagi Ghufron, keputusan itu bukanlah tanpa dasar. Ia merasa ada sesuatu yang mengusik nuraninya, sebuah dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Albertina, khususnya terkait penanganan kasus pemerasan seorang mantan jaksa KPK berinisial TI yang menjadi perhatian Dewas.
Dalam keterangannya, Ghufron mengurai alasannya. Baginya, sebagai bagian dari KPK, ia memiliki tanggung jawab moral yang tak bisa diabaikan. Pasal 4 ayat 2 huruf b dari Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 menjadi pijakan langkahnya. “Dalam menghidupi nilai dasar integritas,” katanya dengan nada tegas, “setiap insan Komisi diwajibkan untuk melaporkan jika menemukan adanya dugaan pelanggaran etik dari sesama insan Komisi.” Pernyataannya menggema pada Rabu siang itu, membawa badai tersendiri di tengah ketenangan yang semu.
Ghufron Laporkan Dewas Ke PTUN
Konflik ini tidak hanya terbatas pada ranah internal, tetapi kini merambah ke jalur hukum. Setelah melaporkan anggota Dewas KPK, Albertina Ho, atas dugaan pelanggaran etik, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengambil langkah lebih jauh dengan menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan tersebut tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, di mana gugatan diajukan pada Rabu, 24 April 2024. Perkara ini teregistrasi dengan nomor 142/G/TF/2024/PTUN.JKT. Nama Nurul Ghufron tercantum sebagai penggugat, sementara Dewan Pengawas KPK menjadi pihak tergugat.
Langkah hukum ini semakin memperlihatkan ketegangan di antara kedua pihak yang sebelumnya sudah terlibat dalam konflik terkait penyelidikan kasus etik. Ketua KPK, Nawawi Pomolango, juga membenarkan adanya gugatan tersebut. Menurut Nawawi, Nurul Ghufron merasa bahwa Dewas KPK telah menangani laporan yang dianggapnya sudah kedaluwarsa. Hal ini menjadi salah satu alasan utama di balik gugatan yang diajukan ke PTUN Jakarta.
Laporkan Dewas Ke Bareskrim
Sekali lagi, Nurul Ghufron, membuat gebrakan besar dengan melaporkan sejumlah anggota Dewan Pengawas KPK ke Bareskrim Polri. Dalam laporan tersebut, Ghufron menuduh mereka terlibat dalam dugaan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik serta penyalahgunaan wewenang.
Ghufron memaparkan laporan tersebut dengan mengacu pada dua pasal. Salah satunya adalah Pasal 421, yang mengatur tentang perbuatan penyelenggara negara yang memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Penjelasan lebih lanjut mengenai pasal ini dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pernyataan Ghufron ini disampaikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada hari Senin.
Akhirnya, Ghufron Divonis Bersalah
Akhirnya, Ghufron dijatuhi saksi. Dewas KPK memutuskan untuk menjatuhkan sanksi etik sedang terhadap Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, terkait kasus penyalahgunaan pengaruh dalam mutasi ASN Kementerian Pertanian bernama Andi Dwi Mandasari (ADM). Ghufron terbukti telah menyalahgunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi.
Dalam putusannya, Ketua Majelis Etik Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menyatakan bahwa sanksi yang diberikan adalah teguran tertulis.
“Kami menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa dengan harapan agar perbuatan serupa tidak terulang. Sebagai pimpinan KPK, Nurul Ghufron diharapkan senantiasa menjaga sikap dan perilaku yang mencerminkan integritas,” katanya kemarin, saat membacakan amar putusan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, 6/09/2024.