Mengenal Toxic Positivity Berdasarkan Kejadian Memilukan  yang Menimpa Fat Cat

Ilustrasi Bunuh Diri (Sumber: Pixabay)

Frensia.id– Beberapa hari yang lalu, China digemparkan dengan sebuah kasus bunuh diri yang dilakukan oleh pemuda berusia 21 tahun, dengan cara meloncat dari jembatan sungai Yangtze.

Ia merupakan seorang gamer dengan username Fat Cat sedangkan nama aslinya adalah Pang Mao. Tindakan nekatnya tersebut dilakukan setelah mengalami kekecewaan yang begitu besar, dimana ia mendapati hubungan dengan kekasihnya mengalami kegagalan.

Aksi bunuh diri yang ia lakukan menyita perhatian publik mancanegara khususnya, Negara tirai bambu tersebut.

Bacaan Lainnya

Mungkin kejadian sejenis sering kita temukan, bagaimana seseorang mengalami depresi dan putus asa yang luar biasa, sehingga mesti menempuh jalan terakhir satu-satunya, yaitu dengan mengakhiri hidupnya.

Namun dalam kasus Fat Cat ini, setelah yang bersangkutan ditemukan tewas, sebagaimana dari berbagai sumber media sosial, diketahui bahwa dirinya telah memberikan seluruh jerih payahnya, hasil ia bekerja untuk kekasihnya, Tan Zhu, perempuan 27 tahun.

Mulai dari biaya sewa rumah, pesta ulang tahun hingga mewujudkan keinginan Tan Zhu untuk membuka toko buka.

Ia sendiri rela hidup irit, setiap harinya makan sayur, sekalipun sebagaimana menurut pengakuannya, bahwa ia tidak suka mengkonsumsi makanan tersebut.

Namun sayang upaya tulusnya dan penuh harapan tersebut dibalas dengan sesuatu yang tidak mengenakan, pada akhirnya Tan Zhu meninggalkannya dan menikah dengan orang lain. Setelah hubungan antara keduanya berjalan selama dua tahun.

Setelah mengetahui itu semua, tidak tahan dengan rasa kecewa yang begitu besar dan harapan yang sia-sia, maka ia pun mengakhiri hidupnya.

Apa yang Sebenarnya Terjadi Pada Fat Cat?

Sehat merupakan kondisi dimana sesuatu sesuai dengan takaran secara berimbang. Konteks ini tidak hanya terjadi pada tubuh dan fungsi-fungsinya, melainkan juga yang berhubungan dengan kejiwaan.

Memandang segala sesuatu secara negatif dalam dosis yang berlebihan bisa dikategorikan sebagai sebuah penyakit. Begitu pula dengan kebalikannya, memandang segala sesuatu secara positif dengan dosis yang berlebihan juga merupakan sebuah penyakit. Ini lah yang disebut dengan toxic positivity.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam aladokter.com, toxic positivity adalah kondisi ketika seseorang menuntut dirinya atau orang lain untuk selalu berpikir positif serta menolak emosi negatif.

Melihat kondisi secara positif memang baik, akan tetapi dengan mengabaikan kondisi riil bahwa sesuatu juga mempunyai sisi negatif, tanpa ada keseimbangan antara keduanya akan memunculkan ancaman pada kesehatan mental, seperti cemas, stres, PTSD dan depresi.

Hal ini terjadi setelah apa yang dipandang secara positif, ternyata riilnya tidak sesuai ekspektasi, sehingga yang terjadi adalah kekecewaan. Sebagaimana yang dialami oleh Fat Cat.

Segala effort berlebihan yang dilakukan olehnya adalah bentuk lain dari harapan yang ia semai dimana suatu saat akan ditagih, sebagai balasan dari cintanya selama dua tahun ini.

Namun bukan balasan positif yang berbalik, melainkan sesuatu yang justru menykitkan dan berbeda sama sekali dengan apa yang dilakukan dan diharapkan. Seperti chat terakhir Fat Cat bersama kekasihnya.

“ingin makan McDonald’s”, tulis Fat Cat.

“Makanlah” Jawab Tan Zhu

“Tapi aku sudah memberikan semua uangnya, bisakah kamu pesankan aku kopi?”, kata Fat Cat.

“Kamu tak ada uang? Bekerja lah lebih keras. Aku harus pergi dengan kakakku malam ini,” balas Tan Zhu.

Sebagaimana disinyalir dari beberapa media, jika ditotal Fat Cat telah memberikan uang pada pacarnya hingga 510 Yuan atau setara dengan Rp. 1,1 M. sebelum meninggal ia juga mengirimkan 760 bunga sebagai tanda 760 hari hubungannya dengan Tan Zhu.

Dalam kasus ini Fat Cat tidak melihat secara faktual kemungkinan dari sisi negatif hubungannya dengan Tan Zhu, ia hanya mempertimbangkan keyakinan bahwa harapannya suatu saat akan terbalaskan.

Kenyataannya, ia mesti menelan pil pahit, bahwa perempuan yang ia istimewakan justru melakukan sebaliknya. Pandangan positif yang berlebihan tersebut akhirnya melahirkan kekecewaan dan depresi berat baginya, serta menjadi alasan untuk mengakhiri hidupnya.