Frensia.id – Di tengah gersangnya keadilan di masyarakat Arab, Nabi Muhammad saw hadir bak oase membawa kesejukan. Seperti lentera dalam gelap, kehadiran Nabi memberi penerang dengan membawa pesan keadilan dan transformasi besar dalam tatanan sosial di jazirah Arab.
Nabi tidak sekedar utusan dan pemimpin agama, beliau adalah penggerak sosial yang kekeh memperjuangkan keadilan. Membela kaum miskin anak yatim, perempuan, dan mereka yang tertindas oleh kekuasaan.
Dari mata yang menatap tajam pada setiap ketidakadilan yang dilihatnya, Beliau selalu gelisah, mengapa ada orang yang hidup berkecukupan, sementara yang lain hidup kelaparan ? Kenapa perbudakan dianggap wajar, padahal di bali kulit hitam seorang budak tersemat kemanusiaan yang sama? Dan pertanyaan paling pilu, mengapa perempuan dianggap sebagai komoditas, bukan manusia dengan hak yang setara?
Di sebuah gua hira yang sunyi, jawaban dari segala kegelisahannya beliau dapatkan. Ia menerima wahyu, dan bersamaan dengan itu, jazirah Arab yang gersang dengan keadilan mulai berubah. Melalui ajarannya, Nabi berupaya menciptakan sebuah masyarakat yang dibangun diatas nilai-nilai egalitarianisme dan keadilan. Hingga kini ajaran Nabi menemukan relevansinya terlebih di tengah megahnya dunia modern.
Salah satu bentuk paling kelihatan dari perjuangan Nabi, dengan menanggulangi ketimpangan sosial-ekonomi yang saat itu menjadi persoalan mendasar. Melalui kewajiban zakat, Nabi memperkenalkan rukun Islam ketiga ini sebagai sistem redistribusi kekayaan yang sistematis. Nabi ketika berbicara tentang hak kaum miskin, tidak sekadar beretorika di mimbar. Beliau mengajak orang-orang kaya untuk berbagi.
Zakat yang diwajibkan oleh Nabi semata-mata bukanlah perintah agama, itu adalah bentuk keadilan sosial. Sebuah mekanisme yang memastikan bahwa harta tidak berputar hanya di kalangan orang-orang kaya. Prinsip ini mencerminkan bagaimana Nabi menempatkan kesejahteraan sosial sebagai bagian integral dari kehidupan bermasyarakat.
Selain itu, Nabi juga melakukan reformasi meruntuhkan praktik perbudakan. Tidak bisa dibayangkan, perbudakan yang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Jazirah Arab, dirobohkan oleh Nabi. Orang kaya di Mekkah merasa terganggu, mereka sudah nyaman dengan hierarki sosial tersebut. Mereka tak ingin dunia yang setara, sebab ketidaksetaraan itulah yang menjamin kekuasaan mereka.
Namun begitulah Nabi, sesuatu yang mengandung tujuan baik dilakukan dengan perencanaan yang baik pula. Nabi tidak serta merta menghilangkan praktik perbudakan, secara gradual legitimasi moral dan praktik perbudakan beliau kikis. Nabi mengajarkan, harga kemanusiaan tidak bisa diukur dengan emas, perak dan entah apapun itu, melainkan dengan kebaikan hati.
Langkah ini menunjukkan keberpihakan Nabi pada kelompok yang selalu terpinggirkan dan mengalami penindasan struktural. Siapapun manusianya, ia tidak ingin menjadi budak dari siapapun, hanya saja ia tidak memiliki kuasa dan kekayaan. Setiap orang memiliki hak untuk menentukan nasibnya. Nabi dengan keteladanannya meruntuhkan institusi perbudakan yang telah berakar kuat dalam masyarakat.
Nabi juga melangkah lebih jauh dengan memiliki perhatian khusus bagi perempuan. Hidup di dalam budaya yang menempatkan tak ubahnya seperti properti, Nabi justru menempatkan posisi perempuan yang setara dengan kaum laki-laki. Nabi memperjuangkan hak dasar perempuan, seperti hak waris, pendidikan, peran publik, partisipasi sosial layaknya hak yang melekat pada laki-laki
Risalah yang dibawa Nabi ini secara progresif menempatkan perempuan pada kedudukan yang setara dengan laki-laki, yang sebelumnya hanya sebatas pelengkap. Nabi memberikan suara kepada perempuan yang dibungkam oleh norma-norma patriarki tak berperikemanusiaan. Dengan perjuangan Nabi, perempuan menemukan lentera keadilan dalam kehidupan mereka, hingga kini.
Perempuan mendapatkan kedudukan mulya, tidak hanya hidup dibawah bayang-bayang laki-laki, serta bukan sekedar pelengkap hidup, terlihat bagaimana Nabi memperlakukan Siti Khadijah, Istri setianya. Sebagai istri Nabi, Siti Khadijah bukan hanya pendamping, tetapi beliau mitra setara, seorang penasehat dan sosok yang besar andilnya dalam dakwah Nabi.
Keadilan yang diperjuangkan Nabi bukanlah sekedar tumpukan ide yang menggunung, melainkan prinsip yang harus dibumikan dalam kehidupan nyata. Nabi mengajarkan, ketidakadilan dan ketidaksetaraan terjadi karena adanya kesenjangan kekuasaan dan sumber daya antara pihak yang kuat dan lemah. Oleh sebab itu, Nabi selalu berdiri membela pihak yang lemah dan tertindas, serta memberi pesan pada pengikutnya untuk berperan aktif memperjuangkan hak-hak mereka.
Ajaran Nabi mengenai keadilan, kesetaraan, terbebasnya perbudakan hingga kini menemukan relevansinya serta tak lekang oleh waktu. Di masa kini, saat ketimpangan sosial dan ekonomi masih membayang-bayangi kehidupan, ajaran Nabi tentang keadilan, kesejahteraan, kesetaraan menjadi sumber inspirasi yang relevan.
Apa yang diperjuangkan Nabi lebih dari sekedar transformasi agama, belia hadir untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil, mengajarkan setiap individu memiliki hak dan kesempatan yang sama. Sebagai penggerak sosial, Nabi telah menunjukkan bahwa keadilan bukanlah hal yang bisa dinegosiasikan, tetapi harus diperjuangkan demi terciptanya kehidupan yang bermartabat bagi semua orang.