Stoikisme Ramadhan (Part 2): Meraih Qana’ah dan Kedamaian Hidup

Frensia.id – “Hidup hanya kuat jika kita menghargai apa yang telah kita miliki.” kutipan ini merupakan kutipan filsuf dan kaisar Romawi Marcus Aurelius, yang dikenal sebagai salah salah satu tokoh dalam filsafat stoiscism.

Ungkapan lain yang relevan adalah kebijaksanaan Seneca, filsuf stoik juga ia mengungkapkan Kebahagiaan bukanlah memiliki hal-hal besar, tetapi menikmati hal-hal kecil dengan penuh kesadaran.

Dua kutipan filsuf stoikisme mengajarkan perasaan cukup dalam melakoni hidup. Pasalnya tidak semua orang bisa melakoni hidup dengan merasa cukup. Sebaliknya merasa kurang sekalipun pada ukuran-ukuran yang sebenarnya sudah cukup atau bahkan melebihi dari limitasi cukup.

Bacaan Lainnya

Dalam konteks narasi agama, merasa cukup dengan apa yang dimiliki, menerima atas kondisi, menikmati hal-hal kecil disebut dengan qana’ah.

KH. Muhammad Syamsul Arifin dalam kalam hikmah sebuah buku kumpulan pemikiran ulama kharismatik asal pulau garam maura tersebut, menuturkan qana’ah dalam bahasa madura disebut rennah.

Menurutnya menerima apa adanya pemberian Allah walau sedikit, tidak ngoyo, tidak minta banyak dan menggunakan pemberian allah dengan sebaik-baiknya sebagai bentuk syukur. qana’ah disini hany berlaku pada konteks duniawi an-sich, tidak dalam konteks ukhrawi.

Secara gamblang dalam praktik laku sehari-hari kehidupan qana’ah digambarkan dengan sikap tidak menggerutu, tidak mudah bercerita kesusahan, rintangan hidupnya bagi orang lain, merasa bahagia dengan apa yang diberikan Allah swt.

Selanjutnya KH. Syamsul Arifin memberikan kriterium sifat qana’ah seperti senantiasa bersikap tenang, tidak ada kegelisahan dalam hidupnya. Hal itu karena terwujud karena hati yang memiliki sikap qana’ah sudah menerima dengan senang hati segala pemberian Allah swt.

Bagi orang yang qana’ah tidak ada ruang ‘mencurigai’ atas segala pemberian Allah saw, sebaliknya selalu damai dan menerima dengan pemberiannya dan sabar atas cobaannya. Persis dengan ungkapan Marcus Aurelius diatas hidup hanya kuat jika kita menghargai apa yang telah kita miliki.

Sebagai bulan mulia, ramadhan tidak pernah sepi dengan pancaran kemuliaan bagi manusia khususnya yang melakoni dengan baik.

Dalam konteks qana’ah dan damai dalam melakoni hidup ramadhan mendorong untuk itu. Ramadhan mendorong orang yang berpuasa untuk bersifat qana’ah.

Contoh kecil, terlihat saat berbuka puasa Rasulullah mengajarkan berdoa yang mengandung sifat qana’ah seperti doa berbuka puasa ‘Ya Allah,…. atas rejeki mu aku berbuka puasa’.

Seakan kita diajak dengan sadar untuk menerima apa yang kita miliki. Qana’ah dan damai dalam hidup.