Frensia.id Kijang sebenarnya merupakan singkatan dari Kerja sama Indonesia-Jepang. Mobil Toyota ini adalah satu karya eksotis industri kerja sama Jepang di Indonesia pasca perang. Hingga sekarang, mobil ini menjadi legenda yang digemari para pencintanya.
Kisah hubungan antara Indonesia dan Jepang merupakan cermin dari pergolakan besar yang melanda Asia sepanjang beberapa abad terakhir. Awalnya, jalinan ini bermula dari perdagangan yang diatur oleh VOC (Verenijde of Indische Company), yang berperan penting dalam menghubungkan Nusantara dengan Jepang melalui pos perdagangan di Deshima.
Di sana, para pedagang VOC bisa melakukan pertukaran dagang dengan Jepang, sebuah keistimewaan yang jarang dinikmati oleh negara-negara Eropa lain pada masa itu. Pembukaan Jepang pada pertengahan abad ke-19 menandai perubahan besar.
Ketika Komodor Perry dari Amerika Serikat mendesak Jepang untuk membuka pintunya bagi perdagangan internasional, era isolasi Jepang pun berakhir. Langkah ini memungkinkan Jepang untuk menyerap teknologi dan metode industri dari Barat, yang kemudian memicu terjadinya Restorasi Meiji.
Restorasi Meiji pada tahun 1868 menjadi titik balik penting bagi Jepang. Pemerintahan Meiji kala itu menyadari perlunya modernisasi dan industrialisasi untuk bersaing dengan negara-negara Barat.
Jepang mulai mengimpor teknologi dan pengetahuan dari Barat serta mengirim siswa-siswa terbaiknya untuk menimba ilmu ke Eropa dan Amerika. Langkah-langkah ini mempercepat transformasi Jepang menjadi negara modern dan maju dalam waktu yang relatif singkat.
Di sisi lain, kemajuan ini juga membuka jalan bagi hubungan yang lebih erat antara Jepang dan negara-negara lain, termasuk Indonesia. Pada masa kolonial, Jepang mempelajari model-model kekuatan kolonial Barat dan menerapkannya dalam memperluas pengaruhnya di Asia, termasuk selama pendudukannya di Indonesia pada Perang Dunia II.
Meskipun pendudukan ini meninggalkan luka yang mendalam, hubungan bilateral antara Jepang dan Indonesia pasca perang berkembang ke arah yang lebih positif, terutama dalam bidang ekonomi dan teknologi. Ternyata pasca perang, Jepang adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia.
Pasca perang, kemajuan pesat yang dialami Jepang pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menciptakan dinamika tersendiri di negara kepulauan tersebut. Industrialisasi yang masif membawa perubahan besar dalam tatanan kehidupan sosial, memperlebar jurang ketidaksetaraan antara mereka yang kaya dan miskin, antara para bangsawan feodal yang terhormat dan kaum terpelajar yang tercerahkan.
Mobilitas sosial pun mulai menggeliat, mengantarkan perubahan sosial yang tak terelakkan. Gelombang orang Jepang yang merantau ke luar negeri meningkat tajam, jumlahnya melonjak dari 2.800 pada tahun 1907 menjadi 36.600 pada tahun 1917, dan terus bertambah setiap tahunnya. Keinginan untuk menjelajahi dunia dan mencari peluang baru mendorong banyak orang Jepang meninggalkan tanah air mereka, membawa serta semangat modernisasi yang terus berkembang.
Dalam konteks perubahan global ini, kerjasama antara Indonesia dan Jepang mulai terjalin lebih erat, terutama di sektor otomotif. Pada mulanya, Presiden Soeharto ragu untuk menjalin kerjasama dengan Jepang, lebih memilih untuk memajukan industri otomotif dalam negeri. Namun, pada tahun 1970-an, pemerintah Indonesia meluncurkan program Kendaraan Bermotor Niaga Sederhana (KBNS), yang bertujuan untuk menyediakan kendaraan multiguna dengan harga terjangkau bagi masyarakat luas.
Dari program KBNS inilah lahir mobil legendaris tersebut, sebuah kendaraan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang efisien dan ekonomis. Mobil ini yang kemudian diberi nama binatang yang terkenal lincah, yakni “Kijang”.
Selain merupakan kepanjangan dari Kerjasama Indonesia Jepang, juga dipilih untuk menggambarkan kelincahan dan adaptabilitasnya, mencerminkan semangat program KBNS. Orientasinya adalah melahirkan kendaraan praktis dan terjangkau.
Toyota Kijang menjadi simbol kerjasama strategis antara Indonesia dan Jepang. Hal demikian tentu merupakan keberhasilan dalam menjalin kemitraan yang saling menguntungkan. Jadi, tidak hanya mencerminkan kesuksesan komersial, tetapi juga memperlihatkan dampak positif dari transfer teknologi dan investasi Jepang di Indonesia pasca perang.
Kerjasama ini membuka jalan bagi perkembangan industri otomotif nasional, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan keterampilan teknis di dalam negeri. Sedangkan Jepang, di sisi lain, memperoleh manfaat dari akses ke pasar Indonesia yang luas dan strategis di kawasan Asia Tenggara.