Ucapan vs Realitas : Retorika Kaesang dan Langgengnya Dinasti Politik

Jumat, 23 Agustus 2024 - 06:41 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id- Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jiko Widodo, hari-hari ini menjadi sorotan publik lantaran pernyataan-pernyataan kontroversial yang pernah dilontarkannya jauh panggang dari api. Ucapan dan realitanya sama sekali tidak nyambung, terkesan sok mandiri padahal berdiri diatas kaki kekuasan ayahnya.

Salah satu ucapannya yang bikin geram publik adalah saat ia mengatakan “Emangnya masih zaman minta proyek sama orang tua di pemerintahan? Dasar ndeso! Malu dong sama embel-embel gelar yang kalian dapat dari kuliah, apalagi kuliahnya di luar negeri. Balik ke Indonesia bukannya membangun Indonesia, malah ngancurin, dasar ndeso.”

Ucapan itu sepertinya mengkritik praktik nepotisme dan ketergantungan anak muda dengan memanfaatkan dan menggunakan kekuasan oang tua untuk memperoleh kesempatan. Ironisnya, perkataan itu dilihat dari tindakan dan faktanya tidak balance dengan prilakunya sendiri. Perumpamaan seperti langit dan galian tambang paling dalam, sangat jauh dari kata sesuai.

Kaesang, yang saat ini menduduki pucuk pimpinan salah satu partai politik tak bisa dilepaskan dari pengaruh ayahnya. Pasalnya, ia tidak sampai hitungan jari dari menjadi kader hingga didaulat sebagai ketua umum partai, belum ada dalam sejarah Indonesia. Secerdas, sehebat dan gemilang apapun tidak masuk akal secepat kilat menjadi orang nomor satu di Partai Politik.

Tidak hanya itu, ia memiliki proyek bisnis yang tak bisa dipisahkan pula dari bayang-bayang pengaruh sang ayah. Sehingga banyak pihak bertanya-tanya pencapaiannya murni dari usaha pribadi, ataukah ia sedang diuntungkan oleh kekuasan yang dimiliki keluarganya. Jika demikian, sebenarnya ia sedang mengkritisi dirinya sendiri.

Baca Juga :  Pemkab Jember Bakal Hidupkan Kembali Bandara Notohadinegoro yang Mati Suri

Melihat pertanyaan demikian, kritik demi kritik dari publik terhadap Kaesang menjadi relevan. Retorikanya tentang ketidakpastian memanfaatkan kekuasaan orang tua justru tidak bersenada dengan dirinya sendiri yang mendulang pencapaiannya karena kekuasaan ayahnya.

Fenomena demikian menunjukkan langgengnya dinasti politik di negeri yang konon katanya dibangun dengan darah, ia bagian dari politisi yang membangun kekuatan berkat koneksi keluarga. Publik menilai pencapaiannya tidak murni karena usahanya sendiri, melainkan manfaat kedudukan, posisi, relasi kuasa ayahnya yang berada dipuncak pemerintahan.

Retorikanya terlihat tegas menolak praktek nepotisme, sementara realitasnya ia sendiri bahkan sang kakak tertua menjadi wakil presiden, berada dalam posisi yang mungkin tak jauh berbeda dari praktek demikian, memperburuk disonansi yang tajam.

Sebagai anak presiden yang berpendidikan di luar negeri, seharusnya ia paham betul mengenai integritas dalam membangun negara. Bahwa negara ini dibangun untuk kesejahteraan seluruh warganya, bukan untuk kelurganya. Sayangnya, alih-alih membangun dan mendukung untuk kemajuan Indonesia, tanpa disadari, ia adalah bagian dari lingkaran yang sedang melanggengkan dinasti politik keluarganya.

Baca Juga :  Gaya Debat Gibran, Dikaji Akademisi Dari Sudut Pandang Retorika Aristoteles

Buktiya, ia digadang-gadang maju di pilkada, tak tangung-tangung bukan kelasnya lagi bupati/wali kota namun pemilihan gubernur. Mirisnya lagi, setelah putusan MK yamg ubah ambang batas syarat pencalonan pilkada, pemerintah dan DPR menggelar rapat dadakan untuk mengembalikan pada putusan MA yang memberikan karpet merah sang putra Presiden bisa maju di Pilkada.

Disinyalir putusan MK menjadi hambatan bagi Kaesang untuk manju di pilkada. Baleg DPR menyetujui revisi UU Pilkada, salah satunya merujuk pada putusan MA. Sebuah langkah jitu yang berpotensi memuluskan pencalonan Kaesang Pangarep. Situasi ini menunjukkan kuatnya pengaruh dinasti politik di Indonesia.

Posisinya dalam dunia politik tak terlepas dari struktur kekuasaan keluarganya. Jika Kaesang berpegang teguh dengan ucapannya itu, seharusnya ia sadar tidak memaksakan diri, ikut menerima putusan MK dan menolak revisi UU Pilkada.

Sebagai anak presiden dan pimpinan partai ia harus menunjukkan sikap yang tidak plin-plan, membuktikan melalui tindakan nyata bahwa dirinya tak mengandalkan nama besar keluarganya. Berjuang dari bawah dan berkompetensi dengan adil.

Selain biar tidak kelihatan ndeso! seperti ucapannya sendiri, ia juga turut menjaga demokrasi. Bahwa koneksi keluarga bukanlah faktor penentu dalam karier politik di Indonesia, melainkan integritas dan kemampuan. Semoga*

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Peringati Hari Bumi: KUA Kaliwates Tanam Pohon Matoa, Dukung Penguatan Ekoteologi Menteri Agama
Tepati Janji, Gus Fawait Mulai Kebut Perbaikan Jalan di Jember
Pemkab Jember Bakal Hidupkan Kembali Bandara Notohadinegoro yang Mati Suri
Gaya Debat Gibran, Dikaji Akademisi Dari Sudut Pandang Retorika Aristoteles
Gaya Komunikasi Gibran, Dikaji Sejumlah Peneliti
Banyak Jalan Rusak di Kabupaten Jember, Bupati Fawait akan Lakukan Perbaikan Jalan Mulai Minggu Ini
Mengesankan! Pemprov Jatim Jadi Pelopor Kuliah Gratis, Telah Diikuti Ribuan Mahasiswa
DPR RI Dengar Aspirasi Jurnalis, Gus Khozin Soroti Pemerintahan Daerah hingga Reforma Agraria

Baca Lainnya

Selasa, 22 April 2025 - 11:01 WIB

Peringati Hari Bumi: KUA Kaliwates Tanam Pohon Matoa, Dukung Penguatan Ekoteologi Menteri Agama

Senin, 21 April 2025 - 16:30 WIB

Pemkab Jember Bakal Hidupkan Kembali Bandara Notohadinegoro yang Mati Suri

Minggu, 20 April 2025 - 14:33 WIB

Gaya Debat Gibran, Dikaji Akademisi Dari Sudut Pandang Retorika Aristoteles

Minggu, 20 April 2025 - 13:58 WIB

Gaya Komunikasi Gibran, Dikaji Sejumlah Peneliti

Senin, 14 April 2025 - 23:05 WIB

Banyak Jalan Rusak di Kabupaten Jember, Bupati Fawait akan Lakukan Perbaikan Jalan Mulai Minggu Ini

TERBARU

Kolomiah

Kartini, Lentera Kaum Kecil

Selasa, 22 Apr 2025 - 19:01 WIB

Educatia

Kartini, Lentera Pendidikan Perempuan

Selasa, 22 Apr 2025 - 12:47 WIB