Walau Berdampak Buruk Bagi Pendapatan Negara, Pelan-pelan Konsumen Rokok Industri Beralih Menikmati Tembakau Lintingan Asal Situbondo Ini. Berikut Alasannya!

Thursday, 28 March 2024 - 02:16 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi, Tembakau Tambeng Milik Azwar Anas (Imam's Photo)

Ilustrasi, Tembakau Tambeng Milik Azwar Anas (Imam's Photo)

Frensia.id- Konsumen rokok di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Dilansir dalam laman IDNtimes, jumlahnya mencapai 39,9 persen. Sebab itu juga, rokok menjadi sumber terbesar pendapatan negara di Indonesia.

Fantastis, industri rokok menyumbang hingga 139.5 triliun. Dengan kata lain, konsumen rokok adalah kelompok yang paling banyak mengeluarkan pajak sebagai pemasukan kas negara.

Sayangnya, pada perkembangannya banyak konsumen yang pelan-pelan beralih dari konsumen rokok industri menuju rokok lintingan. Salah satu faktornya, adalah adanya tembakau dengan cita rasa mantab dari kota Situbondo.

Perlu diketahui, dilansir dalam laman Detikjatim, ada tembakau asli Situbondo yang memiliki cita rasa enak dan mengalahkan produk rokok pabrikan.

Tembakau tersebut dikenal dengan nama “Tambeng”. Penamaannya berasal dari bahasa Madura. Dapat diartikan nakal, atau bandel. Namun sebenarnya bukan dimaksudkan pada makna tersebut.  

“Tambeng” sebenarnya adalah nama tempat tembakau ini dapat ditemukan. Hanya didapatkan dari petani-petani di dusun Tambeng daerah Besuki Situbondo.

Cita rasanya yang enak telah banyak dikenal oleh masyarakat penikmat tembakau, utamanya di wilayah Jawa Timur. Anehnya, bukan karena diproduksi oleh perusahaan besar, tetap benar-benar karena cita rasanya.

Baca Juga :  Gala Sapa Pelanggan Tahun Ketiga: Perumdam Tirta Pandalungan Komitmen Perkuat Pelayanan di Tengah Tantangan

Pada awalnya, nama tambeng hanya dikenal oleh pencinta rokok tingwe atau linting saja. Biasanya mereka adalah kalangan tua dan pemuda desa.

Namun, pada perkembangannya ternyata para pemuda, bahkan ada yang dari kalangan mahasiswa juga mulai beralih merokok tembakau ini dari pada rokok pabrikan.

Tentu hal ini, jika terus terjadi akan berdampak pada kurangnya pendapatan negara yang bersumber dari industri rokok. Pasalnya, tembakau tambeng bukan produk industri resmi, penjualannya masih belum terkena biaya pajak wajib beacukai.

Ada beberapa alasannya, yang membuat para pemuda beralih menjadi penikmat tembakau tambeng. Salah satu mahasiswa pascasarjana sebuah PTKIN Jember, Azwar Anas, saat ini mengaku telah menjadi penikmat tembakau tersebut.

Ia menceritakan bahwa pertama kali, dirinya mencoba tembakau tersebut dari teman yang telah lebih awal menjadi penikmat tingwe. Setelah mencoba ternyata rasanya enak.

Awalnya, ia mengaku tidak mungkin tembakau linting mengalahkan rokok enak produksi pabrikan. Namun setelah mencoba punya teman, ia merasa tertarik dan penasaran.

Menurutnya, alasan ia saat ini melinting tembakau karena soal rasa.

Baca Juga :  Pemkab Bondowoso Launching Indikasi Geografis Beras Sintanur Lembah Raung

Rasanya memang enak. Hampir setiap hari saya mengonsumsinya. Setiap kali selesai makan bahkan. Saya mulai tergantung pada rokok ini saat tahu, ternyata ada tembakau yang dilinting tanpa cengkeh, rasanya enak”, katanya pada crew frensia.id.

Bahkan, baginya anggaran biaya konsumsi rokok dengan melinting itu lebih murah dari pada membeli produk pabrikan. Walaupun harga tembakau mahal, tapi jika dibandingkan masih lebih mahal anggaran beli rokok pabrikan.

Selain itu, alasannya juga karena merokok linting lebih cepat habis. Artinya, durasi merokoknya lebih cepat. Untuk menyelasaikan rasa asam dalam mulut tambah cepat.

Selain lebih irit, menikmati rokok linting durasi lebih cepat merasa puas. Lebih cepat habis”, tambahnya.

Berdasarkan penjelasannya, setidaknya alasan untuk mencoba menjadi penikmat tembakau linting itu ada tiga hal yakni rasanya yang memang enak, lebih irit dan durasinya lebih cepat.

Walaupun demikian penikmat rokok seperti dirinya ini, sebenarnya cukup merugikan pendapatan negara. Sebab hingga saat ini masih belum masuk aturan wajib pajak bea cukai.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Refleksi Akhir Tahun: PUSHAM dan PSAD UII Soroti Mandeknya Reformasi, Ajukan Lima Tuntutan pada Pemerintahan Prabowo–Gibran
Pemkab Bondowoso Perkuat Percepatan Pengentasan Kemiskinan
Pemkab Bondowoso Matangkan Pilkades PAW 2026, Bupati Tekankan Kepastian Hukum dan Kualitas Kepemimpinan Desa
Pemkab Bondowoso Launching Indikasi Geografis Beras Sintanur Lembah Raung
Perempuan Bukan Penonton: KOPRI PMII Unibo Teguhkan Peran Strategis Perempuan
Bupati Bondowoso Kukuhkan 4.502 PPPK Paruh Waktu, Tekankan Etos Kerja dan Integritas ASN
Diduga Ada Kriminalisasi Advokat, FKA Datangi Mapolres Jember
Surat Cinta Franz Kafka Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia
Tag :

Baca Lainnya

Tuesday, 30 December 2025 - 15:45 WIB

Refleksi Akhir Tahun: PUSHAM dan PSAD UII Soroti Mandeknya Reformasi, Ajukan Lima Tuntutan pada Pemerintahan Prabowo–Gibran

Tuesday, 30 December 2025 - 12:47 WIB

Pemkab Bondowoso Perkuat Percepatan Pengentasan Kemiskinan

Monday, 29 December 2025 - 22:32 WIB

Pemkab Bondowoso Matangkan Pilkades PAW 2026, Bupati Tekankan Kepastian Hukum dan Kualitas Kepemimpinan Desa

Monday, 29 December 2025 - 18:45 WIB

Pemkab Bondowoso Launching Indikasi Geografis Beras Sintanur Lembah Raung

Monday, 29 December 2025 - 17:37 WIB

Perempuan Bukan Penonton: KOPRI PMII Unibo Teguhkan Peran Strategis Perempuan

TERBARU

Wakil Bupati Bondowoso,  As'ad Yahya Syafi'i saat rapat bersama Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK).

Regionalia

Pemkab Bondowoso Perkuat Percepatan Pengentasan Kemiskinan

Tuesday, 30 Dec 2025 - 12:47 WIB