Kengerian Januari 2025

Minggu, 2 Februari 2025 - 17:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

kengerian darah menetes (Ilustrasi: Arif)

kengerian darah menetes (Ilustrasi: Arif)

Frensia.id- Januari 2025, awal tahun baru ini diisi oleh berita-berita mengerikan, peristiwa bersimbah darah. Jelas tidak ada janjian atau jaringan yang beroperasi untuk melakukan tindak kejahatan tersebut. Karena kejadian tersebut, sebagaimana ungkap media, disebabkan pengaruh internal yang mencekoki diri tersangka, seperti game online, narkoba dan dendam.

Semua modus tersebut sebenarnya bisa diringkas secara rapi dalam satu balutan konsep klise, yang sebenarnya juga menjadi sebab kejahatan yang sama sejak awal kali penciptaan manusia, yaitu irrasionalitas.

Pertama, kejadian pembunuhan seorang satpam oleh anak majikannya di Bogor, menurut Kasat Reskrim Polresta Bogor, ia tega membunuh satpamnya sndiri lantaran sakit hati sering dilaporkan pulang malam oleh tersangka. Dengan martil dan pisau yang baru saja dibeli, langsung saja ia garap korban dengan penuh keji .  

Mengundang rasa nyeri, isak tangis dari Ibu, yang ternyata seorang pengacara mentereng mengucapkan permohonan maaf sedalam-dalamnya kepada keluarga korban. Tampak tangisannya yang diliput oleh media bukan lagi berasal dari pengakuan kesalahan yang dilakukan oleh anaknya yang suka pulang malam itu, melainkan sepertinya dari luka seorang ibu yang hatinya benar-benar berdarah mengetahui fakta itu semua.

Terisak-isak dan tersedu-sedu benar tangisan ibu ini, ia sedang menangis sebegitu dalamnya dalam kapasitasnya sebagai seorang ibu seutuhnya atas anaknya, bukan lagi seorang ibu yang mempunyai jabatan sebagai seorang pengacara.

Melihat permohonan maaf yang dilakukan ibu tersangka dalam kasus di Bogor ini, mengingatkan permohonan maaf yang sama atas kelakuan anaknya di istana Astinapura.

Kejadian berapa ribu tahun yang lalu, dan kenang secara turun-temurun hingga hari ini, saat ambisi para Kurawa dengan bimibingan paman kesayangannya Sengkuni memproduksi kenakalan-kenakalan hingga akhirnya melahirkan pertiwa berdarah, yakni perang Bharatayudha.

Dalam sebuah momen kenakalan, Ratu Gandari ibu dari para Kurawa, adik dari Sengkuni dan istri laki-laki yang mendapat amanah sebagai pelaksana tugas (Plt) raja secara ikhlas dan mendalam memohon maaf kepada Basudewa Khrisna atas nama anak-anaknya.

Baca Juga :  Cuitan Islah Bahrawi Tanggapi Pengajian Gus Iqdam di Pacitan

Kesalahan memang harus dihindari atau dimitigasi agar tidak terjadi, karena memohon maaf dan memaafkan adalah situasi yang tidak enak. Tetapi bagaimanapun apabila nasi sudah menjadi bubur, maka mau tidak mau harus melahap dan menelan bubur tersebut dengan sukarela.

Saat ratu Gandari meminta maaf kepada Khrisna, sebagai seorang yang dikenal ramah, tebar senyum dan lapang dada se seantero negara kala itu, bisa ditebak akan mendapatkan maaf.

Diluar dugaan, sayangnya Khrisna justru mengarahkan Gandari sebagai seorang ibu untuk meminta maaf kepada anak-anaknya. Mengapa demikian?

Kesalahan yang dilakukan oleh para Kurawa dengan representasi paling utama dilakukan oleh si sulung, Duryudana disebabkan karena mereka tidak diberikan pendidikan yang baik oleh orang tua, sehingga kesalahan atau kejahatan yang ditimbulkan dikarenakan ketidaktahuan akan itu semua. Lebih-lebih dibiarkan bergaul dengan pamannya yang tukang hasut itu.

Disinilah keselahan orang tua, ketika tidak memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya, hanya sekedar memberi tempat hidup dan makanan yang layak tidak lebih seperti merawat binatang.

Setidaknya orang tua memperhatikan anak-anaknya, mana saja konsumsi pengetahuan yang baik dan pantas untuk dicerna dan memungkinkan belenggu kebinatangan terlepas. Lebih-lebih negara mempunyai institusi pendidikan, yang mampu membantu untuk memfasilitasi transmisi pengetahuan agar sisi-sisi kemanusiaan seseorang lebih menonjol daripada kebinatangannya.

Dengan begitu tugas kementerian yang mengurusi pendidikan yang sudah dibelah-belah itu, tidak sekedar memastikan angka hidup tidak layak bagi mereka yang sungguh-sungguh belajar menjadi minimalis, tetapi juga mengeluarkan dari kerangkeng kebinatangan.

Peristiwa berdarah kedua terjadi di kabupaten Jember, seorang anak tega membunuh bapak kandungnya sendiri dengan parang hingga lehernya putus. Sesaat setelah kejadian, sebagaimana disebut oleh media dengan inisial tersebut ingin segera bunuh diri dengan menggorok lehernya sendiri, tetapi tidak berhasil dan lanjut dirawat di rumah sakit.

Pelaku berusia 18 tahun, menurut informasi yang diberitakan oleh media, si A ini terpengaruh game online, jadi kira-kira bapaknya itu adalah sejenis musuh yang ia lawan sebagaimana ia melawan musuh di dalam game yang ia mainkan di smartphone. Adapula selisih pendapat mengenai sepedah motor. Entah mana yang benar atau benar semua.

Baca Juga :  Faizal Assegaf di X: Jokowi Bikin Hancur, Prabowo Melanjutkan

Seorang teman berkata kepada saya beberapa jam setelah peristiwa tersebut tersebar dan heboh bikin banyak orang geleng-geleng, katanya pelaku ini “kesetanan”. Kalimat tersebut diungkapkan sebagai sanggahan atas pernyataan saya yang menyebut akibat pengaruh game online.

Berulang kali ia sebut secara ngeyel, bahwa pelaku kesetanan. Hingga akhirnya saya mengalah saja, ya sudah benar, kesetanan saja. Entah pengaruh game online, setan online atau setan beneran jelas dan pastinya pelaku yang mempunyai kategori usia baru selesai masa belajarnya dikuasai pengaruh buruk.

Secara cepat-cepat apabila ingin mencari kambing hitam, siapa yang pantas dipersalahkan atas kejadian di Jember ini? Meskipun tidak baik melacak kambing hitam itu, karena yang terjadi sudah terjadi dan bagaimana cari solusi agar tidak terulang kejadian yang sama, tetapi kalau bisa sebut turut terlibat adalah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang saat ini ganti nama menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sebab tidak bisa menghalau setan merasuki si A selama ia sekolah mulai dari tingkat dasar hingga hari mengerikan itu terjadi. Sekarang Kemendikdasmen mungkin bisa melakukan mitigasi dengan menerapkan kurikulum entah apapun namanya dan sistemnya yang mampu mencegah setan merasuk anak didik.

Dalam peraturan presiden nomor 188 tahun 2024 tentang Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah salah satu tugas dan fungsi dari lembaga ini adalah “pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden”. Barangkali ini bisa ditafsiri sebagai fungsi dari kementerian untuk mengaktifkan semacam jurus agar siswa-siswi tidak ada yang kerasukan atau kesetanan, sebagaimana istilah yang dilontarkan teman saya itu.

Jika tidak bisa, ya intinya bisa dicari solusi lain entah bagaimana kiranya yang penting kejadian mengerikan tidak pernah terulang. Supaya tidak ada kengerian yang ditampilkan oleh media.      

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?
Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda
BBM Dikadali, Negara ke Mana?
Retret, Loyalitas, dan Ironi Omon-omon Efisiensi
Sebiji Beras, Sebait Shalawat
Cak Imin dan Revolusinya
Ekoliterasi dan Tafsir Hijau Quraish Shihab
Jatuhnya Nicolae Ceausescu, Pelajaran bagi Pemimpin Masa Kini

Baca Lainnya

Rabu, 12 Maret 2025 - 08:30 WIB

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Selasa, 11 Maret 2025 - 12:23 WIB

Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda

Kamis, 27 Februari 2025 - 10:00 WIB

BBM Dikadali, Negara ke Mana?

Selasa, 25 Februari 2025 - 12:10 WIB

Retret, Loyalitas, dan Ironi Omon-omon Efisiensi

Selasa, 25 Februari 2025 - 06:01 WIB

Sebiji Beras, Sebait Shalawat

TERBARU

Kolomiah

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Rabu, 12 Mar 2025 - 08:30 WIB

Kolomiah

Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda

Selasa, 11 Mar 2025 - 12:23 WIB

Religia

Tiga Tingkatan Puasa: Syariat, Thoriqoh, Hakikat

Selasa, 11 Mar 2025 - 10:05 WIB