Antara Sanggan dan Doa: Wajah Sosial dari Tradisi Ziarah Haji

Rabu, 25 Juni 2025 - 14:12 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Ketika seseorang pulang dari Tanah Suci, rumahnya seketika berubah menjadi ruang silaturahmi yang hangat. Tetangga, kerabat, dan sahabat berdatangan, tidak hanya untuk mengucap selamat, tetapi juga berharap keberkahan. Inilah tradisi ziarah haji—atau dalam kultur Jawa dikenal sebagai jiaroh kaji—sebuah kearifan lokal yang merawat spiritualitas sekaligus memperkuat solidaritas sosial.

Hanum Khumeidatul dalam studinya Fenomena Ziarah Haji mencatat bahwa kunjungan kepada jamaah haji yang baru pulang tidak hanya menjadi bentuk penghormatan, tetapi juga harapan: agar didoakan, agar dosa diampuni, dan agar suatu hari bisa menyusul menunaikan ibadah yang sama. Tradisi ini lazim diiringi oleh praktik membawa sanggan—sembako seperti beras, gula, dan minyak.

Wujud partisipatif yang sederhana, namun sarat makna sosial. Uniknya, walaupun tak ada kewajiban, hampir semua yang berkunjung merasa terpanggil untuk membawa sanggan, dan sebagai gantinya, mereka pulang dengan oleh-oleh khas haji seperti air zamzam atau tasbih.

Ziarah haji juga dilakukan sebelum keberangkatan. Disebut tilik kaji, masyarakat datang mendoakan calon jamaah agar diberi keselamatan dan kemabruran. Setelah pulang, tilik dilakukan kembali dengan semangat yang sama, bahkan lebih hangat. Tradisi ini menyiratkan bahwa haji bukanlah pengalaman pribadi semata, melainkan bagian dari kebersamaan sosial yang diperluas ke dalam jejaring komunitas.

Baca Juga :  Simbolisasi Ibadah Kurban, Gus Aab: Sembelihlah Hawa Nafsunya!

Apa yang terjadi dalam ziarah haji tidak bisa dilepaskan dari ajaran agama. Dalam Hasyiyah Qaliyubi (Juz II, h. 190), karya ulama besar Syafi’iyyah, Syihabuddin al-Qaliyubi, disebutkan bahwa seorang yang telah menunaikan haji disunnahkan untuk mendoakan ampunan bagi orang-orang yang belum berhaji, meskipun tidak diminta.

Sebaliknya, mereka yang belum berhaji dianjurkan meminta doa. Uniknya, para ulama menyebut bahwa keberkahan doa ini berlaku hingga 40 hari sejak kepulangan dari haji. Ini adalah jendela keberkahan yang tak hanya bersifat spiritual, tetapi juga penuh harapan sosial.

Lebih dari itu, Hanum Khumeidatul menghubungkan tradisi ini dengan teori Émile Durkheim tentang solidaritas mekanis—yakni ikatan sosial yang tumbuh karena kesamaan keyakinan dan praktik keagamaan. Dalam konteks ziarah haji, kita melihat bagaimana masyarakat berkumpul, berinteraksi, dan bersama-sama membangun rasa akrab, simpati, dan tujuan spiritual yang sama. Ini bukan semata urusan ibadah, tapi juga penguatan jejaring sosial dan emosional yang langka dalam masyarakat modern yang cenderung individualistis.

Baca Juga :  Dari Idul Fitri hingga Idul Adha: Agama Tak Pernah Lupa Kemanusiaan

Apa yang bisa kita refleksikan dari semua ini?

Pertama, tradisi ziarah haji adalah bentuk kearifan lokal yang harmonis dengan nilai-nilai agama. Ia menjembatani kebutuhan spiritual dan sosial masyarakat melalui ritual yang bermakna.

Kedua, ziarah haji adalah forum pendidikan nonformal yang efektif. Saat para jamaah menceritakan pengalaman di Tanah Suci, mereka tak sadar telah menjadi duta-duta kecil yang memperkenalkan makna ibadah dan tata nilai Islam yang luhur.

Ketiga, dalam konteks sosial modern yang mulai individualistik, ziarah haji menjadi penanda bahwa masih ada ruang spiritual yang kolektif, yang menyatukan umat dalam suasana kebersamaan, kepedulian, dan harapan bersama.

Ziarah haji adalah cermin wajah sosial Islam Nusantara. Ia memadukan ajaran agama dengan budaya lokal yang hidup dan menghidupkan. Tradisi ini merawat ingatan kolektif umat, bahwa ibadah haji bukan hanya ritual individual, melainkan perjalanan bersama dalam makna, harapan, dan doa. Dalam sanggan tersimpan rasa hormat; dalam tilik terucap harapan; dan dalam doa, tercermin kasih sayang yang membentang lintas rumah dan lintas jiwa

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Pondok Pesantren Fathur Rahman Gelar Wisuda Kitab Kuning dan Resmikan Cabang MAKTUBA di Jember
Sinergi! Kemenag dan LD PBNU Kuatkan Kesadaran Ekoteologi Melalui Masjid
Tawadhu’! Pengasuh Pesantren Nurul Jadid Bicara Tentang Titel Pendidikannya
SMART, Tawaran Strategis Prof Hepni, Saat Hadiri Sosialisasi Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf
Menyelami Makna Dialog  Nabi Ibrahim dan Ismail
Simbolisasi Ibadah Kurban, Gus Aab: Sembelihlah Hawa Nafsunya!
Dari Idul Fitri hingga Idul Adha: Agama Tak Pernah Lupa Kemanusiaan
Ragam Ukuran Kemampuan Berqurban: Telaah Lintas Mazhab

Baca Lainnya

Rabu, 25 Juni 2025 - 14:12 WIB

Antara Sanggan dan Doa: Wajah Sosial dari Tradisi Ziarah Haji

Senin, 16 Juni 2025 - 19:16 WIB

Pondok Pesantren Fathur Rahman Gelar Wisuda Kitab Kuning dan Resmikan Cabang MAKTUBA di Jember

Sabtu, 14 Juni 2025 - 22:29 WIB

Sinergi! Kemenag dan LD PBNU Kuatkan Kesadaran Ekoteologi Melalui Masjid

Jumat, 13 Juni 2025 - 09:08 WIB

Tawadhu’! Pengasuh Pesantren Nurul Jadid Bicara Tentang Titel Pendidikannya

Rabu, 11 Juni 2025 - 12:27 WIB

SMART, Tawaran Strategis Prof Hepni, Saat Hadiri Sosialisasi Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf

TERBARU

Bupati Jember Muhammad Fawait saat diwawancarai (Sumber foto: Sigit)

Politia

Bupati Jember Apresiasi Usulan Raperda DPRD Jember

Senin, 23 Jun 2025 - 17:24 WIB