Frensia.id – Pagi itu, jalan raya Kecamatan Pasean dipadati warga. Suasana semarak dengan bendera merah putih, deretan kendaraan hias, dan barisan peserta karnaval yang siap meramaikan peringatan HUT RI ke-80. Acara yang digelar oleh Kecamatan Pasean, Pamekasan, ini menjadi ajang pesta rakyat yang ditunggu-tunggu setiap tahun. Namun di antara banyak penampilan, ada satu rombongan kecil yang menarik perhatian penonton: anak-anak dari SDN Sana Daja 1 Pasean.
Mereka tidak datang dengan kostum superhero atau pakaian adat standar. Anak-anak ini justru membawa parodi manggul ghulu’en dan Juragan Tembakau. Ilham, salah satu murid, tampil percaya diri dengan papan nama “Juragan Tembakau”, berkacamata hitam, bersarung, dan berpeci rotan ala Gus Dur. Gayanya mirip H. Her, sosok pengusaha tembakau yang dikenal luas berpakaian sarung dan songko’ anyaman khas Gus Dur.
Di sekeliling Ilham, teman-temannya memanggul ghulu’en—tumpukan tembakau yang ditata di tikar khas Madura. Mereka memakai baju hitam, kaos bergaris merah putih di dalamnya, dan odhung di kepala. Bukan sekadar kostum, tapi simbol jati diri Madura: merah putih di dada melambangkan keberanian dan kesucian hati, hitam menunjukkan keteguhan dan ketabahan, sementara ikat kepala adalah tanda harga diri dan kejantanan.
Dengan busana itu, pesan yang dibawa makin kuat: petani tembakau Madura bukan hanya pekerja keras, tetapi juga penjaga nilai-nilai leluhur.
Inspirasi dari Sosok Nyata
Menurut Abd. Rohem, guru pendamping, ide parodi ini sengaja dipilih untuk mendekatkan anak-anak pada kehidupan sehari-hari masyarakat Madura.
“Anak-anak biar belajar mengenali identitas daerahnya. Tembakau itu bagian penting dari kehidupan kami,” ujar Rohem.
Bagi Rohem, karnaval bukan sekadar ajang hura-hura, tapi ruang edukasi. Anak-anak tidak hanya berani tampil, tapi juga belajar memahami realitas sosial-ekonomi sekitar mereka.
“Parodi ini satire sederhana. Anak yang memerankan juragan tembakau meniru sultan madura, tapi juga belajar. Misalnya Ilham, itu terinspirasi dari H. Her, yang dikenal sultan Madura.” tambahnya.
H. Her dikenal sebagai “Sultan Madura”, CEO PT Bawang Mas Group, dan Ketua Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau se-Madura. Perannya besar dalam memperjuangkan kesejahteraan petani, sehingga sosoknya melekat di masyarakat.
Tembakau, Daun Emas Madura
Penampilan anak-anak ini memberi kesan mendalam bagi warga. Bapak Musiam, petani tembakau, tersenyum sumringah saat melihat barisan kecil itu melintas.
“Aku senang banget. Tembakau itu bagi kami seperti daun emas. Melihat anak-anak tampil begini, rasanya perjuangan kami dihargai,” ujarnya.
Di Madura, tembakau lebih dari sekadar komoditas. Ia adalah identitas, sumber kehidupan, dan kebanggaan. Musim panen tembakau menggerakkan seluruh masyarakat—petani, pedagang, hingga juragan. Parodi anak SD ini menjadi potret kecil tentang rantai kehidupan itu.
Kesan Unik dan Mengena
Mulyadi, yang turut mengamati jalannya karnaval, menilai penampilan ini terasa unik dan menyentuh.
“Mungkin ini pertama kali ada parodi seperti ini. Benar-benar menggambarkan realitas masyarakat Madura saat musim tembakau, seperti saat ini,” ujarnya.
Mulyadi, alumnus FISIP Unej dan kini MC dangdut lintas Tapalkuda-Madura, menambahkan:
“Ada juragan, ada petani, ada pedagang. Semua membentuk denyut sosial Madura. Parodi ini memberi semangat bagi petani, meski hujan sering turun beberapa hari ini.”
Mimpi Kecil Sang “Juragan”
Di balik senyum polosnya, Ilham, yang memerankan Juragan Tembakau, menyimpan harapan besar.
“Senang bisa tampil di acara ini. Apalagi dapat peran juragan tembakau. Siapa tahu nanti bisa kaya beneran dan bantu petani tembakau kayak Haji Her,” ucapnya sambil tertawa kecil.
Bagi Ilham, karnaval mungkin hanya permainan. Tapi siapa tahu, mimpi kecil dari sebuah parodi bisa menjadi pemantik cita-cita besar di masa depan.
Lebih dari Sekadar Karnaval
Karnaval di Pasean tahun ini akhirnya bukan sekadar pesta rakyat. Ia menjadi ruang refleksi tentang identitas, budaya, dan perjuangan masyarakat Madura. Dari tangan-tangan kecil anak SD, pesan sederhana tersampaikan: tembakau adalah bagian hidup yang harus dihargai, dikenang, dan dilestarikan.
Anak-anak mungkin belum sepenuhnya memahami perjuangan petani tembakau atau pasang surut harga daun emas yang memengaruhi ekonomi keluarga. Namun melalui parodi sederhana ini, mereka sudah mulai belajar mengenali diri dan asal-usulnya.
Kehadiran parodi manggul ghulu’en dan Juragan Tembakau menjadi bukti bahwa budaya lokal bisa diajarkan dengan cara menyenangkan, mengundang tawa, membangkitkan rasa bangga, dan menumbuhkan harapan. Sebuah penampilan sederhana yang menyimpan makna besar: generasi muda Madura tidak boleh kehilangan akarnya.
Begitulah suasana karnaval peringatan HUT RI ke-80 di Pasean, Selasa 19 Agustus 2025, yang meninggalkan kesan mendalam bagi warganya. Dari tangan-tangan kecil anak SD, tembakau kembali bercerita tentang jati diri, harapan, dan kebanggaan orang Madura.