Frensia.id – Presiden Jokowi menekan undang-undang Desa terbaru yakni UU Nomor 3 tahun 2024 Tentang Desa. UU Desa terbaru ini merubah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU Desa terbaru tersebut diteken Jokowi sebagai Kepala Negara sejak 25 April 2024.
UU Desa terbaru adalah kado indah bagi kepala desa khususnya mereka yang sejak dulu berambisi menggolkan perubahan UU Desa terbaru ini.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya kepada desa yang tergabung dalam APDESI melakukan demo menuntut disahkannya UU Desa terbaru ini.
Namun pada sisi yang bersamaan, adanya UU Desa terbaru ini bagi masyarakat desa bisa jadi seperti menelan pil pahit namun salah obat. Niatnya adalah menyehatkan sebagaimana khasiat pil obat, namun masalahnya adalah salah obat. Alih-alih sembuh, justru mendatang masalah baru.
Begitu juga dengan UU Desa terbaru. Terdapat sejumlah perubahan dalan UU Desa terbaru ini dan yang paling mejadi sorotan publik adalah pasal terkait masa jabatan kepala desa.
Dalam UU Desa terbaru mengatur masa jabatan kepala desa satu periode selama 8 tahun. Ada penambahan dari aturan sebelumnya yang mengatur jabatan kepala desa selama 6 tahun.
Dalam UU Terbaru ini diatur kepala desa maksimal bisa menjabat selama 2 periode jika di total selama 16 tahun baik berturut-berturut maupun tidak. Hal itu diatur dalam Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 UU No 3 tahun 2024 Tentang Desa.
Jika dilihat sepintas nampaknya sama, tidak ada yang signifikan, UU Desa terbaru maupun aturan dalam UU desa lama sama-sama menjabat maksimal 18 tahun. Namun tidak sesederhana ini.
Dengan adanya UU terbaru ini kepala desalah pihak yang paling diuntungkan setidaknya ada dua alasan.
Pertama, ongkos untuk menjadi kepala desa semakin kecil, sebab cukup menang dua kali mereka bisa menjabat 18 tahun. Masa jabatan pun semakin lama, artinya semakin besar pula peluang kades membangun jejaring politiknya di desa serta mengumpulkan pundi-pundi pendapatannya.
Jika kades tidak patuh dengan hukum dan tidak dibekali dengan moral, maka adanya UU Desa ini jelas memberikan jalan mulus mempersiapkan periode berikutnya dengan mudah. Lalu dimana letak kesejahteraan untuk masyarakat desa.?
Kedua, berkaitan dengan dana desa. Besarnya pagu angaran dana desa yang ‘menggiurkan’ tidak selalu direalisasikan oleh pemangku yang berwenang dengan baik dan tepat sasaran.
Indonesia Coruption Wacth (ICW) memantau terkait korupsi pendayagunaan dana hingga 2017 terdapat 139 palaku korupsi dan 107 palaku itu adaalah kepala desa.
Hadirnya UU Desa terbaru justru memberikan peluang Kades mengantongi dana desa yang menggiurkan tersebut, Jika Kades tidak patuh hukum dan tidak bermoral. Lalu dimanakah kesejahteraan masyarakat desa?
Justru masyarakat sengsara. Dana desa mengalir bukan pada mereka yang seharusnya memproleh kemanfaatan dari dana desa.