Frensia.id – Pengelolaan Dana Desa (DD) di Desa Kasemek, Kecamatan Tenggarang, kembali menuai sorotan masyarakat pada Senin 01 September 2025.
Sejumlah persoalan mencuat, mulai dari penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diduga tidak tepat sasaran, keterlambatan pencairan honor guru, hingga indikasi ketidaktransparanan dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Warga menilai penyaluran BLT DD dalam beberapa tahun terakhir tidak sesuai aturan. Bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi keluarga miskin ekstrem, justru disebut-sebut disalurkan kepada Ketua RT dan RW.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar, sebab masih banyak keluarga kurang mampu yang seharusnya berhak menerima bantuan tersebut.
Sesuai regulasi (Permendesa No. 2/2024 tentang Fokus Penggunaan Dana Desa 2025), jabatan RT maupun RW tidak termasuk dalam kriteria penerima manfaat BLT DD.
Bantuan hanya sah apabila penerimanya memenuhi kriteria keluarga miskin ekstrem yang ditetapkan melalui musyawarah desa.
“Seharusnya bantuan itu untuk warga miskin, tapi malah terdengar dibagikan ke RT dan RW. Banyak tetangga kami yang benar-benar susah justru tidak dapat,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Senin (01/09/2025).
Selain itu, keterlambatan pencairan honor guru PAUD/RA dan Madrasah Diniyah juga menjadi sorotan. Terdapat lima lembaga PAUD/RA dan lima Madrasah Diniyah yang tersebar di Dusun Bangsal Utara, Bangsal Selatan, Kasemek, dan Dusun Pakel.
Namun hingga September 2025, honorarium para guru belum juga dicairkan, padahal seharusnya diterima setiap enam bulan sekali.
“Guru-guru itu sudah mengajar dengan sabar, tapi haknya belum diterima sampai sekarang. Kalau terus seperti ini, kasihan mereka yang hanya bergantung pada honor itu,” keluh seorang guru yang juga meminta identitasnya dirahasiakan.
Adapun honorarium yang ditetapkan adalah Rp150.000 per bulan untuk tiga guru dari setiap lembaga, dan Rp100.000 per bulan untuk dua guru lainnya.
Dengan keterlambatan pencairan tersebut, puluhan tenaga pendidik di Desa Kasemek terdampak langsung dan harus menunggu kepastian dari pemerintah desa.
Tak hanya itu, pengelolaan BUMDes juga dipertanyakan masyarakat. Sejumlah warga menilai tidak ada transparansi terkait keuntungan usaha yang seharusnya masuk ke kas desa (PADes/APBDes).
Dari total Dana Desa tahun 2025 sebesar Rp878.082.000, sebanyak 20 persen dialokasikan untuk BUMDes. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa dana BUMDes sudah dicairkan melalui bank, namun hingga kini tidak jelas penggunaannya.
“Katanya dana BUMDes sudah keluar, tapi warga tidak tahu untuk apa. Harusnya ada laporan jelas ke masyarakat,” ujar seorang warga lainnya.
Hingga berita ini dilayangkan, Kepala Desa Kasemek, Hanaki, belum memberikan klarifikasi resmi.
Masyarakat mendesak pemerintah desa segera memberikan penjelasan terbuka atas berbagai persoalan tersebut.
Transparansi dan akuntabilitas dinilai mutlak diperlukan agar Dana Desa benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga.