Frensia.id- Penting! Ngopi di Jombang yang merupakan kota santri telah diteliti. Hasilnya, tradisi tersebut sangat urgen bagi kehidupan.
Jombang, kota yang dikenal sebagai pusat pesantren di Indonesia, tak hanya punya tradisi kuat dalam dunia pendidikan Islam, tetapi juga memiliki budaya ngopi yang unik.
Di kalangan masyarakat santri, kopi bukan sekadar minuman penghangat, melainkan simbol kebersamaan, tempat berkumpul, dan bahkan menjadi ajang meluapkan perasaan. Tradisi ini telah melekat begitu dalam, sehingga ngopi menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Neni Dwi Lestari dan Yudiana Indriastuti, berusaha menggambarkannya secara ilmiah. Keduanya menggali lebih dalam tentang fenomena ngopi di kalangan masyarakat santri di Jombang.
Diungkapkan bahwa budaya ngopi telah ada sejak dulu dan terus berkembang seiring perubahan zaman. Namun, meski ada perkembangan, maknanya tetap sama: ngopi adalah momen untuk berinteraksi, berbicara, dan menenangkan pikiran.
Tak seperti yang mungkin dibayangkan orang, ngopi di Jombang bukan hanya tentang menyeruput secangkir kopi pahit atau manis. Banyak orang datang ke tempat ngopi hanya untuk menikmati suasana santai dan ngobrol dengan teman-teman, bahkan tanpa membeli kopi.
Bagi mereka, ngopi adalah cara untuk ‘melarikan diri’ sejenak dari kesibukan, berkumpul dan bercerita tanpa ada batasan waktu atau tekanan.
Di kalangan santri, ngopi punya makna yang lebih dalam. Kopi bukan hanya minuman, melainkan ritual sosial. Mulai dari diskusi keagamaan hingga obrolan ringan tentang kehidupan, semua terjadi di atas meja dengan kopi yang menemani. Di sinilah terjalin kebersamaan dan kekompakan antar santri.
Tak heran, jika di pesantren Jombang, ungkapan “santri kalau tidak membaca Al-Qur’an berarti sedang minum kopi” begitu populer. Kopi di sini menjadi penyemangat, sekaligus jembatan sosial yang menghubungkan mereka dalam suasana yang lebih rileks.
Meskipun ada perubahan sosial yang mengikuti perkembangan zaman—dari cara menyajikan kopi hingga jenis kedai kopi yang bermunculan—esensi ngopi tetap sama.
Ia menjadi ruang untuk menumpahkan segala keluh kesah, berbagi ide, atau sekadar melepas penat bersama orang-orang terdekat. Ngopi adalah bahasa universal bagi masyarakat santri, cara sederhana namun bermakna untuk meredakan suasana hati.
Uniknya, meski namanya ‘ngopi’, tidak semua orang yang datang ke kedai atau warung kopi harus memesan kopi. Beberapa justru datang hanya untuk ngobrol santai dan menikmati suasana.
Bagi masyarakat santri Jombang, warung kopi telah menjadi tempat untuk merayakan kebersamaan tanpa perlu formalitas. Di sinilah letak keindahan budaya ngopi di Jombang—ia menyatukan berbagai kalangan dalam suasana yang santai dan bebas, tanpa peduli apa yang dipesan.
Ngopi di Jombang adalah simbol dari hubungan sosial yang erat, di mana percakapan mengalir tanpa hambatan dan rasa nyaman hadir tanpa harus dibeli. Ketika kopi dihidangkan, ia bukan hanya minuman, tetapi juga media untuk berinteraksi dan berbagi kisah.
Inilah yang membuat ngopi menjadi tradisi sosial yang begitu lekat di hati masyarakat santri Jombang—lebih dari sekadar kopi, ngopi adalah soal kebersamaan.
Tak hanya soal kebersamaan, budaya ngopi di Jombang juga membuka peluang untuk berkembang secara ekonomi.
Kedai-kedai kopi yang bermunculan menjadi ruang yang tidak hanya menghadirkan cita rasa khas, tetapi juga kesempatan untuk menjalin jejaring sosial dan membangun usaha. Ngopi pun menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, ngopi di Jombang tetap memegang peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan kebersamaan.
Bagi santri, ngopi adalah lebih dari sekadar menyeruput kopi—ini adalah momen untuk berbagi, bertukar pikiran, dan merayakan kebersamaan dalam setiap tegukan.