Frensia.id – Pisang ditempel dengan lakban di dinding, karya seniman asal Italia, Maurizio Cattelan, terjual seharga spektakuler US$6,2 juta atau setara dengan Rp98,6 miliar.
Sebuah instalasi seni yang mencolok, yakni pisang tersebut dipamerkan di balai lelang Sotheby’s New New York pada Rabu 20 November 2024.
Karya seni yang berjudul “Comedian” ini menarik perhatian publik dan kolektor seni dari seluruh dunia.
Justin Sun, seorang pengusaha mata uang kripto asal China, berhasil mengalahkan enam pesaingnya untuk mendapatkan instalasi unik ini.
Dalam sebuah pernyataan, Sun mengungkapkan niatnya untuk merasakan pengalaman artistik yang lebih mendalam.
“Dalam beberapa hari mendatang, saya pribadi akan memakan pisang itu sebagai bagian dari pengalaman unik artistik,” ucapnya.
Namun, pisang yang ditampilkan dalam lelang tidak akan bertahan lama dalam keadaannya yang segar, karena kemungkinan besar akan membusuk meskipun disimpan di dalam kulkas.
Sun akan mengganti pisang tersebut dengan yang baru, sesuai dengan instruksi tertulis yang diberikan oleh Cattelan.
Instruksi tersebut bersifat detail, mencakup 14 halaman yang dilengkapi dengan berbagai diagram, termasuk cara memajang dan mengganti pisang jika diperlukan.
Belakangan, instruksi serupa juga diberikan kepada kolektor lainnya yang memiliki karya serupa, termasuk Museum Solomon R. Guggenheim.
Lena Stringari, kepala konservator museum, juga menekankan pentingnya mengikuti petunjuk tersebut.
Misalnya mengganti pisang setiap tujuh hingga sepuluh hari dan memastikan pisang dipasang pada ketinggian yang tepat di dinding.
Menariknya, nilai dan makna karya seni ini tidak terpengaruh meskipun pisangnya dimakan.
Faktanya, pisang karya seni ini sudah pernah dimakan dua kali sebelumnya.
Pada tahun 2023, seorang mahasiswa seni dari Korea Selatan secara berani memakan pisang tersebut saat dipamerkan di Museum Seni Leeum, Seoul.
Museum tersebut kemudian menggantinya dengan pisang baru.
Pada tahun 2019, seorang seniman juga memakan pisang yang sama setelah terjual dengan harga US$120.000 (Rp1,9 miliar) di Miami, dan tidak terdapat sanksi atas tindakan tersebut.
Fenomena ini menunjukkan dinamika dan kontroversi yang melingkupi dunia seni kontemporer, di mana batas antara seni dan realitas sering kali semakin tak terlihat.