Frensia.id – Pada momentum PBAK tahun ini, UIN KHAS Jember menunjukkan jati dirinya sebagai kampus pergerakan melalui sebuah aksi kreatif flashmob yang menampilkan karikatur Mahbub Djunaidi, tokoh legendaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Selebrasi foto ketua umum pertama PMII ini adalah replika nyata dari upaya menanamkan nilai-nilai pergerakan di kalangan mahasiswa baru.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan perguruan tinggi yang berdiri lebih setengah abad ini disebut seagai kampus pergerakan. Kampus yang tidak melulu bergulat pada pendidikan akademis, tetapi pada saat bersamaan sebagai kampus yang menanamkan nilai-nilai kritis, intelektualitas dan kepedulian sosial pada mahasiswanya.
Sederhananya, perguruan tinggi tempat berkembangnya pemikiran kritis dan semangat tranformasi sosial. Seperti mendiangnya Mahbub Djunaidi, Mahbub dengan kepribadiannya yang sering kali penuh canda namun serius dalam memperjuangkan keadilan, menjadi simbol ideal bagi generasi muda yang dituntut kritis dalam berpikir serta berani bertindak.
Dengan menampilkan karikatur Mahbub Djunaidi, UIN KHAS Jember tidak sekedar dipandang mengenalkan mahasiswa baru pada sosok sang “pendekar pena”, tetapi juga dimaknai untuk menanamkan semangat perjuangan, intelektualitas dan kesadaran sosial. Ini menunjukkan bahwa UIN KHAS Jember selain berfungsi sebagai ruang menyemai ide, bersamaan dengan itu adalah wadah pembentukan karakter dan nilai-nilai sosial.
Membentuk generasi yang cerdas secara akademis sekaligus menanamkan empati kepedulian atas kondisi sosial di sekitarnya. Dalam konteks ini, kampus UIN KHAS ini dapat dipandang sebagai laboratorium pemikiran dan aksi sosial yang mengacu pada jejak langkah Mahbub Djunaidi. Mahasiswa tidak hanya terdorong menguasai pengetahuan akademis atau teori-teori dikelas saja, melain untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang mendalam.
Di jantung UIN KHAS Jember ini, nalar atau kemampuan berpikir kritis dan analitis harus menjadi pondasi utama sebagai landasan untuk menunjang kegiatan akademik dan pengabdian sosial. Bukan kampus yang mendorong mahasiswa sekedar menjadi objek atau penerima informasi secara pasif, tetapi secara aktif mempertanyakan, menganalisis dan mengevaluasi berbagai informasi tersebut, sebagai bagian dari realitas yang patut “dicurigai”.
Mahasiswa yang merasa gelisah jika tidak berpikir kritis atas situasi disekitarnya. Seperti tersemat pada sosok Mahbub Djunaidi, tokoh yang tak pernah kering dari ide-ide segar dan kemampuannya bernalar dengan argumentasi tajam. Dengan demikian, UIN KHAS Jember sedang memproduksi intelektual yang mampu menghadapi tantangan sosial, berbasis pada pemikiran dan analisis mendalam.
Selanjutnya literasi. Poin ini adalah kunci bagi mahasiswa untuk membuka pintu perubahan. Tentu literasi ini tidak melulu soal kemampuan membaca menulis, lebih dari pada itu dipandang sebagai instrumen menyebarluaskan ide ataupun gagasan yang dapat mendorong terwujudnya perubahan sosial.
Mahbub Djunaidi yang berjuluk “pendekar pena” telah menunjukkan pentingnya literasi dalam menggerakkan perubahan sosial dan mempengaruhi kebijakan. Melalui literasi, mahasiswa dapat mengidentifikasi ketidakadilan sebuah kebijakan, mengedukasi publik mengenai ketidakadilan, membuat alternatif kebijakan yang lebih adil serta memobilisasi dukungan untuk perubahan.
Kesemua elemen ini tidak ada lain kecuali untuk membangun solidaritas dan kesadaran kolektif demi terwujudnya perubahan. Pada gilirannya mahasiswa UIN KHAS Jember menjadi eksponen perubahan yang memperjuangkan kebijakan yang adil sesuai dengan nilai-niai dan kebutuhan masyarakat.
Sebagai kampus pegerakan, hal yang tidak boleh dilupakan UIN KHAS Jember selain nalar dan penguatan literasi adalah komitmen terhadap transformasi sosial. Dengan memadukan nalar, literasi, dan intelektual dalam pendidikan, kampus ini berfungsi sebagai motor penggerak perubahan yang positif.
Mahasiswa diproduksi menjadi pemikir kritis, komunikator yang efektif dan pelopor perubahan sosial. Mulai dari program pengabdian masyarakat hingga advokasi isu-isu penting di tingkat lokal dan nasional.
Flashmob karikatur Mahbub Djunaidi bukan sekedar selebrasi gagah-gagahan atau formalitas kegiatan, tetapi dimaknai sebagai ajakan moral untuk berpikir kritis, penguatan literasi, dan keterlibatan sosial. Dengan mengintegrasikan elemen-elemen ini, UIN KHAS Jember sebagai kampus pergerakan berkontribusi pada pembentukan mahasiswa yang cakap secara akademis, sekaligus aktif dalam pergerakan sosial yang membawa perubahan positif.
Meminjam bahasa Prof. Hefni, Rekto UIN Khas Jember “tidak hanya meraksasa dalam bidang otak tapi merayap dalam dalam hati”. Artinya pengetahuan mahasiswa UIN KHAS bukan lagi bertumpuk menggunung dalam dunia ide, namun harus membekas di hati bahwa segala pengetahuannya akan berguna jika diorientasikan untuk transformasi sosial. (*)
*Moh. Wasik (Presiden Mahasiswa/ Ketua Umum BEM U UIN Jember, masa juang 2017-2018)