Frensia.id – Rapat bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve alias The Fed baru saja usai. Bagaimana dampaknya bagi kebijakan moneter Indonesia?
Rapat yang diberi nama Federal Open Market Committee (FOMC) ini tentu merupakan rapat bank sentral ekonomi terbesar di dunia, yang tidak lain adalah salah satu faktor penggerak pasar.
Rudiyanto pakar ekonomi Indonesia dalam postingan akun X @Rudiyanto_zh menjelaskan setidaknya ada dua hal penting dari keputusan hasil rapat tersebut.
Dua hal tersebut adalah kemungkinan rapat berikutnya tidak menaikan suku bunga, dan kecepatan balance sheet reduction (bakar uang) akan diperlambat.
Baginya, rapat FOMC berikutnya tidak akan lagi menaikkan suku bunga.
“Rp/USD yang sekarang di atas Rp 16 ribu, Yen/USD yang juga sempat 160 Yen (biasanya cuma 130 an), penyebabnya adalah kekhawatiran bunga Amerika Serikat atau Fed Rate akan naik lagi,” tulisnya pada postingan akun X @Rudiyanto pada 2 Mei 2024.
Ia juga menjelaskan bahwa The Fed tidak memberikan prediksi spesifik, namun asumsi pasar akan berubah.
“Apakah akan langsung membuat Rp/USD menguat? masih butuh waktu. Timing penguatan ini sangat tergantung prediksi kapan dan berapa kali Fed Rate turun. Bank Sentra Amerika Serikat tidak memberikan prediksi, tapi asumsi pasar berubah dari turun 3x di awal tahun menjadi 1x saja,” terangnya.
Menurutnya, asumsi pasar tersebut dapat menjadi penggerak dari harga oblikasi dan nilai tukar.
Hal kedua yang ia sebutkan penting adalah kecepatan balance sheet reduction alias bakar uang yang diperlambat.
“Kecepatan balance sheet reduction (bakar uang) akan diperlambat. Poin ini kurang dapat perhatian serta pemberitaan, padalah penting juga. Secara teori, yang cetak uang adalah Bank Central. Uang yang dicetak tersebut, akumulasinya dictata sebagai Aset dalam laporan keuangan,” tulisnya.
Ketika uang yang dicetak digunakan untuk membeli obligasi pemerintah (Treasury) atau efek beragun KPR (Mortage Backed Securities – MBS) bertambah, maka aset juga akan meningkat.
Sebaliknya, ketika sudah banyak, dan waktu Treasury dan MBS jatuh tempo, maka bisa dihapus bukukan.
Porses penghapusan buku aset tersebut dinamakan Balance Sheet Reduction, alias lawan dari cetak uang, atau bakar uang.
Pada tahun 2022. The Fed sempat melakukan bakar uang, sempat berhenti sebentar dan cetak uang lagi ketika ada bank gagal bayar.
The Fed terus melakukannya hingga tahun ini, dari sekitar 9 Triliun USD, menjadi sekitar 7,4 Triliun USD di bulan April 2024.
Hal ini menandakan bahwa pembelian oleh bank sentral semakin berkurang, namun para investor, bank sentral negara lain, reksa dana, serta institusi serupa yang membelinya.
Balance sheet reduction atau bakar uang ini menyebabkan investor asing mengurangi pembelian obligasi di Surat Utang Negara (SUN) Indonesia, karena mereka memperoleh pinjaman dari bank sentral dan harus mengembalikan utangnya.
“Dalam rapat tersebut, disebutkan kecepatan Balance Sheet Reduction akan dibuat pelan, dari USD 60 Miliar per bulan di treasury, menjadi USD 25 Miliar per bulan mulai Juni nanti. Apakah ini good news atau bad news? 50-50 menurut saya,” tulis Rudiyanto.
Bakar uang akan menambah tekanan bagi para investor asing untuk segera menjual SUN. Kecepatan yang dikurangi adalah kabar baik bagi Indonesia, namun “belum dihentikan” adalah kabar buruknya. Kebijakan ini pun harus juga memperhatikan akumulasi uang yang sudah dicetak.
“Secara umum, 2 berita ini akan menjadi berita baik bagi kurs nilai tukar dan harga obligasi pemerintah. Tidak akan segera menguat signifikan tapi akan menahan penurunan dan menstabilkan kondisi lebih lanjut sampai rapat bank sentral AS yang berikutnya,” pungkas Rudiyanto pada postingannya. (*)