Supardi, Tukang Becak Pojok Mangli Kuat Bertahan di Tengah Gempuran Modernisasi

Jumat, 15 November 2024 - 17:03 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Supardi, Tukang Becak Pojok Mangli Kuat Bertahan di Tengah Gempuran Modernisasi (Sumber: Asri Lailatus Sa'adah)

Gambar Supardi, Tukang Becak Pojok Mangli Kuat Bertahan di Tengah Gempuran Modernisasi (Sumber: Asri Lailatus Sa'adah)

Frensia.id- Pada era modernisasi yang gemerlap dengan kecanggihan teknologi, seringkali banyak yang melupakan kisah-kisah kecil yang tetap bertahan di tengah arus perubahan. Salah satunya adalah cerita para tukang becak—sosok yang akrab menghiasi jalanan dan sudut-sudut kota di masa lalu.

Namun kini, mereka perlahan-lahan tergeser dari panggung kehidupan perkotaan. Deru mesin motor, kecepatan ojek online, dan kemewahan kendaraan pribadi menjadikan becak sebagai “barang lama” yang mulai dilupakan. Di tengah keadaan ini, di Kabupaten Jember, tepatnya di Pojok Mangli, ada seorang tukang becak yang enggan menyerah pada keadaan—Supardi.

Supardi, pria sederhana berusia 54 tahun asal Sempusari, adalah sosok yang setia menanti nasib di becaknya. Seperti sebuah patung yang menantang perubahan zaman, ia tetap duduk di sudut jalan, memandang lalu-lalang kendaraan yang melewatinya, tanpa rasa getir yang membebani langkah hidupnya.

Pojok Mangli menjadi rumah keduanya, tempat di mana ia menganyam cerita dan mengukir perjuangan panjang. Hari-harinya mungkin terlihat monoton bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi Supardi. Ada kenyamanan dalam keteraturan itu.

“Enak wes jadi tukang becak, nyantai gak ada yang marahin saya,” katanya sembari melempar senyum tipis, penuh keikhlasan.

Supardi pernah mencoba peruntungan di tempat lain. Semasa muda, ia menjadi buruh bangunan, berkawan dengan kerasnya adukan semen dan panasnya terik matahari. Namun, lambat laun tubuhnya tak lagi sekuat dahulu. Mengangkat beban berat tak lagi bisa ia lakukan. Maka, ia memilih jalan yang lebih ‘nyaman’—mengayuh becak.

Baca Juga :  WASPADA! Peneliti Ungkap "Satu Benda" Paling Berbahaya Pemicu Kecelakaan Ojek Online di Jember

“Sekarang wes capek, jadi tukang bangunan sudah gak kuat lagi,” ungkapnya dengan suara yang parau namun penuh ketegaran.

Menjadi petani pun pernah ia jajal, namun kesulitan panen seringkali menggiringnya kembali ke becak—menjadi penumpang setia dari harapan yang berulang kali terhempas.

Kehidupan Supardi adalah gambaran dari dunia yang berubah dengan cepat.

“Sekarang udah sepi nduk, orang-orang udah punya kendaraan,” keluhnya, namun bibirnya tetap menyunggingkan senyum.

Ia tak menghakimi zaman yang berubah, tak menyimpan dendam kepada teknologi yang lebih disukai. Baginya, becaknya adalah ruang waktu di mana kenangan bertemu realita, tempat ia terus mengayuh meski jalan terjal menantinya.

Setiap hari, Supardi berangkat dari rumah pukul 04:30 pagi, berharap roda-roda becaknya bisa mendatangkan rejeki untuknya. Tapi, kenyataan kerap kali berbicara sebaliknya. Sehari ia bisa membawa pulang 20 ribu rupiah, kadang 40 ribu.

Namun, tak jarang ia pulang dengan tangan hampa. Bayangkanlah langkah-langkah Supardi di kala senja mulai mengintip, wajahnya mungkin lelah, tapi ada kilauan keteguhan yang mengiringinya. Ketika pintu rumahnya terbuka, senyum hangat istrinya menyambut, menghapus sedikit kelelahan yang menggelayut.

Baca Juga :  Istimewa! DPC PKB Jember Gelar Sarasehan-Sosialisasi Beasiswa Pendidikan untuk Santri

Kisah Supardi adalah potret kecil dari banyak cerita yang tak tercatat dalam gemerlapnya peradaban. Ia adalah sosok yang mengajarkan kita arti pasrah dan syukur dalam satu waktu. Ia tidak pernah mengeluh, meski hidup memberinya ujian yang terus menerus.

Menunggu penumpang di Pojok Mangli bukan sekadar soal mencari nafkah, tetapi juga soal menjaga harapan tetap hidup. Setiap kayuhan adalah doa, setiap detik yang berlalu adalah harapan yang disematkan di antara gerak-gerik lalulintas.

Suatu hari, Supardi tahu bahwa becaknya mungkin tak akan selamanya membawa penumpang. Namun, ia tetap bertahan, tak peduli seberapa banyak roda teknologi melaju melewatinya. Karena baginya, hidup adalah tentang terus bergerak, meski perlahan, meski dengan rintangan.

Setiap pagi, ia akan tetap berangkat. Menjemput matahari dengan roda kayu yang berderit pelan, mengantar kita semua pada renungan sederhana—betapa banyak nilai hidup yang ia kayuh setiap harinya di atas becak tuanya. (*)

Penulis: Asri Lalitatus Sa’adah (Anggota Forum Literasi Akademik)

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Rapat Paripurna Pemkab dan DPRD Banyuwangi Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif PBB
Kejari Periksa Wakil Ketua DPRD Jember Dugaan Kasus Korupsi Sosperda Rp 5,6 M
Parodi Anak SD Manggul Ghulu’en: Cerita dan Asa Tembakau Madura
Kejari Jember Mulai Periksa Bidik Tersangka Kasus Sosperda
Harjabo 206: Jalanan Bondowoso Disulap Jadi Panggung Budaya Pelajar
Fraksi PPP DPRD Jember Sebut Reaktivasi Bandara Notohadinegoro Bisa Dongkrak Sektor Wisata-Ekonomi Lokal
Tanggapan Fraksi PKB DPRD Jember tentang Reaktivasi Bandara Notohadinegoro
Ribuan Maba UIN KHAS Jember Ikuti PBAK 2025, Usung Tema Ekoteologi
Tag :

Baca Lainnya

Kamis, 21 Agustus 2025 - 05:52 WIB

Rapat Paripurna Pemkab dan DPRD Banyuwangi Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif PBB

Rabu, 20 Agustus 2025 - 22:25 WIB

Kejari Periksa Wakil Ketua DPRD Jember Dugaan Kasus Korupsi Sosperda Rp 5,6 M

Rabu, 20 Agustus 2025 - 05:32 WIB

Parodi Anak SD Manggul Ghulu’en: Cerita dan Asa Tembakau Madura

Selasa, 19 Agustus 2025 - 21:33 WIB

Kejari Jember Mulai Periksa Bidik Tersangka Kasus Sosperda

Selasa, 19 Agustus 2025 - 15:58 WIB

Harjabo 206: Jalanan Bondowoso Disulap Jadi Panggung Budaya Pelajar

TERBARU

ilustrasi Gedung MK yang tampak retak, menggambarkan rapuhnya independensi lembaga penjaga konstitusi di tengah tekanan politik.

Opinia

“Jangan Menghantam DPR”: Retaknya Independensi MK

Jumat, 22 Agu 2025 - 10:40 WIB

Ilustrasi Bulan Safar

Educatia

Rabo Wekasan: Antara Tradisi, Doa, dan Catatan Ilmiah

Rabu, 20 Agu 2025 - 06:14 WIB