Frensia.id- Peneliti asal Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkalis fokus mengkaji strategi hebat Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Utamanya, saat diserang bahkan dipecah belah oleh kelompok radikal keagamaan.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa GP Ansor merupakan organisasi kepemudaan ormas Agama terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama’ (NU). Mereka memiliki peran besar dalam menyatukan dan melindungi masyarakat.
GP Ansor sebagai sub organisasi NU begitu tidak suka pada paham radikalisme dan aksi-aksi kelompok fundamental agama. Kelompok yang tidak sepakat pada Pancasila akan berlawanan dengannya. Karena itu juga, mereka menjadi musuh terbesar ormas radikal agama di Indonesia.
Walaupun dimusuhi, mereka hingga saat ini tetap bertahan. Itu artinya, mereka memiliki strategi hebat saat diserang oleh kelompok-kelompok radikal agama.
Salah satu contohnya sebagaimana diungkap oleh dua peneliti dari STAIN Bengkalis. Keduanya bernama Imam Ghozali and Junaidi. Temuan mereka telah diterbitkan dalam Al-Tahrir Jurnal Pendidikan Islam tahun 2020 kemarin.
Keduanya fokus pada strategi hebat yang dilakukan GP Ansor saat penyelesaian politik nasionalisme dalam kegiatan Kirab Satu Negeri GP Ansor di Kepulauan Meranti. Menurutnya, saat pelaksanaan kegiatan adalah persekusi yang dilakukan HTI, FPI, ormas pemuda, dan Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Kepulauan Meranti.
Tentu persekusi demikian dianggap dapat memburuh citra GP Ansor, utamanya, di masyarakat Meranti sendiri. Bahkan internalnya, terpecah menjadi dua golongan besar. Ada yang menolak keras Kirab Santri dan ada yang menerima.
Untuk menanggulangi masalah, beberapa pengurus yang memiliki komitmen besar akhirnya bergerak cepat untuk menyelamatkan citra GP Ansor. Salah satu strategi yang dilakukannya adalah dengan memakai politik nasionalisme agama.
Imam Ghozali dan Junaedi menjelaskan, sedikitnya ada empat hal yang mereka lakukan. Pertama, karena yang dikembangkan adalah isu, untuk menyelesaikannya mereka mengambil langkah membentuk dialog secara terbuka.
Kedua, mereka juga tampak melakukan silaturahmi dengan beberapa elit birokrasi lembaga adat setempat. Hak ini untuk mengupayakan adanya konektivitas atau kesamaan adat NU dengan ritual masyarakat Melayu.
Keempat, mereka juga melakukan komunikasi dan pendekatan struktural pemerintah. Mulai dari PEMDA setempat, DPRD hingga Kapolres. Komunikasi ini dilakukan guna menyamakan persepsi terkait kegiatan yang akan dilakukan.
Terakhir, para peneliti STAIN Bengkalis juga menemukan seluruh anggota GP Ansor mengadakan istighosah. Kegiatan ini untuk menyatukan kesadaran kelompok agama untuk sama anti dan hati-hati pada agar tidak dipecah oleh kelompok radikal agama.