Frensia.id – Plato’s Phaedrus karya Graeme Nicholson adalah bacaan wajib bagi penggemar sastra cinta sekaligus filsafat. Buku ini mendalam membahas konsep cinta dalam pemikiran Plato, seorang filsuf besar dari Yunani Kuno, yang karyanya tetap relevan hingga hari ini.
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian utama yang dirancang untuk mengeksplorasi tema cinta dari berbagai sudut pandang. Pada Bagian 1, Nicholson memanfaatkan keseluruhan teks Phaedrus untuk mengurai gagasan filsafat yang membimbing Plato dalam dialog ini. Di bagian ini, penulis juga meninjau karya-karya Plato lainnya untuk memahami konsistensi dan perubahan ide filosofisnya.
Salah satu yang menarik adalah penggambaran Socrates dalam dialog ini. Socrates tidak hanya menjadi sosok filsuf, tetapi juga perwujudan filsafat itu sendiri. Namun, versi Socrates di Phaedrus memiliki nuansa yang berbeda dibandingkan dialog-dialog awal Plato. Socrates yang digambarkan di sini adalah sosok yang lebih kompleks, bahkan dianggap sebagai ciptaan kreatif Plato, bukan cerminan langsung dari Socrates historis yang dikenal Plato.
Bagian pertama juga menyoroti pentingnya medium penyampaian dalam filsafat—apakah melalui percakapan lisan atau teks tertulis. Dalam Phaedrus, Plato menyoroti perbedaan besar antara kedua bentuk komunikasi ini, sebuah topik yang menjadi fokus Bab 4. Pemahaman ini penting untuk menyelami bagaimana filsafat cinta dipahami dan disampaikan.
Bagian 2 buku ini berisi terjemahan langsung dari Pidato Agung Socrates, salah satu penghormatan Plato terhadap cinta yang dimulai dari halaman 243e hingga 257b. Pidato ini didahului oleh percakapan antara Socrates dan Phaedrus, memberikan latar belakang yang mendalam tentang pandangan Plato mengenai gairah cinta.
Selain Phaedrus, penghormatan terhadap cinta juga ditemukan dalam karya Plato lainnya, seperti Symposium. Dalam Symposium, cinta digambarkan sebagai kekuatan yang tidak hanya bersifat personal tetapi juga sosial, etis, dan religius.
Bagian terakhir buku ini adalah inti dari pembahasan filsafat cinta Plato. Nicholson secara detail mengupas psikologi cinta, dimensi seksualnya, hingga makna sosial dan spiritualnya. Plato melihat cinta sebagai elemen fundamental yang menghubungkan manusia dengan ide-ide luhur seperti keindahan, keadilan, dan kebenaran.
Salah satu aspek yang menarik adalah pandangan Plato tentang eros (cinta erotis). Eros dianggap bukan sekadar hasrat fisik, tetapi dorongan mendalam yang dapat membawa manusia pada pemahaman lebih tinggi tentang realitas.
Plato juga menempatkan keindahan pada posisi penting dalam filsafat cinta. Keindahan, menurutnya, memiliki hubungan erat dengan gagasan-gagasan luhur lainnya, seperti keadilan dan kebenaran.
Dalam konteks cinta, keindahan menjadi jembatan yang menghubungkan manusia dengan dunia ide. Pemikiran ini mencerminkan keyakinan Plato bahwa realitas sejati berada pada dunia gagasan yang absolut, sementara dunia material hanyalah bayangan dari realitas tersebut.
Dalam analisis Nicholson, Phaedrus tidak hanya berbicara tentang cinta, tetapi juga tentang hubungan cinta dengan filsafat. Plato menunjukkan bahwa filsafat yang benar tidak bisa dipisahkan dari eros.
Cinta adalah sumber inspirasi dan dorongan untuk mengejar kebijaksanaan. Filosofi tanpa cinta dianggap oleh Plato sebagai sesuatu yang kosong dan tidak memiliki daya transformatif.
Lebih jauh, Nicholson mengupas pandangan Plato yang sering kontroversial terkait cinta. Misalnya, Plato cenderung memberikan nilai lebih pada keterikatan homoseksual dibandingkan heteroseksual, meskipun ia juga memuji kehidupan selibat sebagai jalan menuju kebijaksanaan.
Pemikiran ini didasarkan pada gagasan praeksistensi jiwa, di mana jiwa manusia dianggap telah ada sebelum kehidupan di dunia. Jiwa ini membawa kenangan akan keindahan sejati, yang kemudian menjadi dorongan untuk mencari cinta dalam kehidupan fana.
Melalui buku ini, Nicholson juga menyoroti peran filsafat dalam mengatasi egoisme kelas intelektual. Filsafat, menurut Plato, harus melibatkan hasrat dan intuisi, bukan sekadar latihan intelektual.
Pandangan ini membuat Phaedrus menjadi salah satu karya Plato yang paling relevan, terutama di era modern di mana rasionalitas sering kali mendominasi kehidupan manusia.
Plato’s Phaedrus karya Graeme Nicholson telah menghidupkan kembali doktrin cinta Plato dalam cara yang segar dan mendalam. Buku ini bukan hanya tentang filsafat, tetapi juga tentang bagaimana cinta dapat menjadi kekuatan transformasi pribadi dan sosial.
Bagi pembaca yang ingin memahami cinta dari perspektif filosofis, buku ini adalah jembatan yang sempurna menuju pemikiran Plato yang abadi.