Italia Dianggap Darurat Femisida, Padahal Angka Korban Masih Kalah Ke Indonesia

talia saat menghadapi krisis, publiknya dianggap tidak ramah perempuan. Ada kasus heboh yang membuat seluruh pihak panas
gambar Italia saat menghadapi krisis, publiknya dianggap tidak ramah perempuan. Ada kasus heboh yang membuat seluruh pihak panas (Sumber: Canva)

Frensia.id-Italia saat menghadapi krisis, publiknya dianggap tidak ramah perempuan. Ada kasus heboh yang membuat seluruh pihak panas dan melakukan protes besar-besaran.

Padahal angka korban Femisida di Italia belum sebesar yang terjadi di Indonesia. Namun, mereka turun ke jalan melakukan advokasi dan menyuarakan keadaan darurat tersebut.

Para aktivis anti diskriminasi perempuan marah dan menyadarkan publik Italia bahwa negara sedang menghadapi darurat Femisida. Hal demikian disulit sejak ada Kasus Giulia Cecchettin.

Bacaan Lainnya

Giulia Cecchettin adalah seorang wanita berusia 22 tahun dari Italia yang ditemukan tewas pada November 2023, telah menggemparkan masyarakat dan kembali memunculkan diskusi mengenai kekerasan terhadap perempuan. Giulia diduga ditikam hingga meninggal oleh mantan kekasihnya setelah berpekan-pekan menerima ancaman dan pelecehan.

Dengan dimulainya proses persidangan minggu ini, perhatian publik kembali tersedot pada isu pembunuhan terhadap perempuan, di mana banyak orang melihat kejadian ini sebagai contoh menyedihkan dari pembunuhan yang terjadi hanya karena korban adalah perempuan. Kasus ini telah memicu seruan untuk perlindungan yang lebih kuat bagi perempuan di Italia.

Sebenarnya kasus tersebut sudah lama. Ia meninggal pada Mei 2023 setelah tubuhnya dilaporkan ditikam berkali-kali. Pasangannya, seorang pria yang menurut jaksa menjalani kehidupan ganda, akhirnya mengakui perbuatannya.

Pengakuan ini semakin memperdalam perasaan pengkhianatan dan duka yang mengelilingi kasus tersebut. Kedua insiden tersebut dianggap sebagai cerminan kelam dari kekerasan patriarki yang masih sangat kuat di Italia, menyoroti betapa dalamnya masalah ini tertanam dalam masyarakat.

Hanya saja, dilansir dari ABC News, sebanyak 120 perempuan dibunuh di Italia pada tahun 2023, dengan lebih dari separuh kasus pembunuhan tersebut dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan. Statistik mengerikan ini telah meningkatkan tekanan pada pihak berwenang untuk mengatasi akar penyebab kekerasan berbasis gender.

Meskipun kasus-kasus pengadilan seperti ini mendominasi pemberitaan di Italia, dampaknya meluas ke seluruh Uni Eropa. Negara-negara seperti Spanyol dan Prancis telah memberlakukan undang-undang khusus untuk melawan pembunuhan terhadap perempuan, sementara Parlemen Eropa terus mendesak adanya aturan yang lebih ketat dan konsisten di seluruh negara anggota.

Namun, penegakan hukum terhadap kekerasan terhadap perempuan masih belum merata. Pada tahun lalu, Spanyol melaporkan adanya hubungan antara gelombang panas dan peningkatan kekerasan dalam rumah tangga. Di Italia, pada tahun 2020, kemarahan publik pecah ketika seorang pria berusia 80 tahun dibebaskan setelah membunuh istrinya.

Sebagai reaksi atas pembunuhan Giulia Cecchettin, ribuan warga Italia turun ke jalan pada akhir November 2023, berpartisipasi dalam aksi protes untuk mengenang Giulia dan menuntut tindakan nyata terhadap kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan.

Demonstrasi besar-besaran yang berlangsung di Naples dan Roma dihadiri oleh banyak orang, dengan para demonstran mengangkat plakat yang bertuliskan “Hentikan Pembunuhan terhadap Perempuan” dan “Keadilan untuk Giulia.”

Bahkan seorang aktivis yang melakukan demonstrasi kemarin, menuturkan meminta secara resmi respon dari seantero PAN-Eropa.

““Kita memerlukan upaya pan-Eropa untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan”, ujarnya tegas, 24/09/2024.

Demonstrasi demikian berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Padahal korban Femisida di Indonesia lebih banyak. Berdasarkan data Komnas Perempuan, kasus femisida di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2020, tercatat 95 kasus femisida, sementara pada tahun 2021 angkanya melonjak menjadi 237 kasus. Pada tahun 2022, jumlah tersebut terus meningkat hingga mencapai 307 kasus. Hingga April 2023, sudah tercatat 159 kasus femisida, menunjukkan bahwa kekerasan berbasis gender masih menjadi masalah serius di Indonesia. Data ini menggambarkan perlunya langkah-langkah lebih lanjut untuk mengatasi dan mencegah kekerasan terhadap perempuan.